Borosnya Biaya Operasional Pemkot Bandung: Antara Agenda Luar Negeri dan Janji Efisiensi

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Kota Bandung kembali menjadi sorotan setelah biaya operasional pemerintahannya mencapai angka fantastis, sekitar Rp 2,5 triliun atau setara 32 persen dari total APBD 2025. Angka ini melampaui batas maksimal yang ditetapkan pemerintah pusat, yakni tidak lebih dari 30 persen. Teguran pun dilayangkan Kementerian Dalam Negeri, mendesak agar Pemkot Bandung segera melakukan langkah efisiensi nyata.

Operasional Membengkak

Pos biaya operasional ini mencakup gaji aparatur sipil negara (ASN), tunjangan, pemeliharaan kendaraan dinas, belanja rutin DPRD, hingga kerja sama dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Dalam perjalanannya, angka tersebut terus menanjak sehingga kini menyedot porsi yang terlalu besar dari APBD.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: sejauh mana belanja operasional yang menelan lebih dari sepertiga APBD benar-benar produktif untuk kepentingan publik? Apakah sebagian besar habis hanya untuk “memelihara birokrasi” ketimbang membiayai program strategis bagi warga?

Agenda Luar Negeri: Efisiensi atau Simbol Prestise?

Di tengah tuntutan efisiensi, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan tidak menampik adanya agenda perjalanan dinas ke luar negeri. Setidaknya tiga agenda masuk radar: undangan ke Milan, Italia, kunjungan ke Selangor, Malaysia, serta misi dagang ke Australia pada November mendatang.

Baca juga:  Kontingen Polda Jabar Raih Juara Umum III Kejuaraan Taekwondo Kapolri Cup 6 Tahun 2025

Namun, seluruh rencana itu masih menunggu restu Kementerian Dalam Negeri. Artinya, belum tentu dapat direalisasikan. Di sinilah publik patut mengawasi: apakah agenda tersebut akan benar-benar dipangkas sesuai semangat efisiensi, atau tetap dipaksakan atas nama prestise dan kerja sama internasional?

Janji Pangkas: Substansi atau Kosmetik?

Farhan mengklaim telah menyiapkan langkah penghematan, salah satunya dengan memangkas lama perjalanan dinas luar kota: dari dua–tiga malam, menjadi hanya satu malam. Ia juga menegaskan perjalanan luar negeri bukan prioritas dalam kondisi saat ini.

Namun, kritik muncul:

Apakah penghematan tersebut cukup signifikan? Mengurangi durasi perjalanan memang mengurangi biaya, tetapi belum tentu menyentuh akar pemborosan.

Bagaimana dengan pos-pos besar lain?
Seperti kendaraan dinas, tunjangan pejabat, serta biaya seremonial yang sering tak tersentuh dalam wacana efisiensi.

Jika efisiensi hanya berhenti pada durasi perjalanan, publik bisa menilai langkah ini sekadar kosmetik belaka.

Transparansi dan Akuntabilitas

Pemkot Bandung menyatakan seluruh penggunaan anggaran operasional dapat diakses publik. Namun, keterbukaan tidak cukup hanya berupa angka global. Yang dibutuhkan adalah rincian detail: berapa besar anggaran untuk perjalanan dinas, kelas tiket yang digunakan, standar hotel, biaya representasi, hingga honor kegiatan DPRD. Tanpa itu, transparansi hanya sebatas jargon.

Baca juga:  Farhan : mengaku, " Saya butuh diskusi dan Ilmu dari Walikota Senior"

Lebih jauh, DPRD dan masyarakat sipil perlu dilibatkan sebagai pengawas anggaran agar setiap rupiah belanja operasional dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Kota Bandung sudah terlalu lama terbebani oleh citra “boros” jika belanja rutin lebih dominan ketimbang belanja pembangunan.

Jalan Tengah: Efisiensi Berbasis Manfaat

Perjalanan dinas ke luar negeri memang bisa mendatangkan manfaat, misalnya promosi kota atau membuka peluang investasi. Namun, setiap rencana harus diukur dengan prinsip cost-benefit analysis: apakah manfaat yang diperoleh sepadan dengan biaya yang dikeluarkan?

Jika manfaatnya abstrak atau sekadar simbol penghargaan, sementara biaya menekan APBD, sudah sepatutnya agenda tersebut ditunda atau bahkan dibatalkan. Efisiensi sejati bukan hanya soal memangkas, melainkan mengutamakan belanja yang jelas manfaatnya untuk rakyat.

Catatan Kritis

Biaya operasional sebesar Rp 2,5 triliun bukan sekadar angka. Ia mencerminkan pilihan politik anggaran: apakah lebih mementingkan kenyamanan birokrasi atau kepentingan warga? Janji efisiensi harus diwujudkan dalam bentuk nyata, bukan sekadar pernyataan di podium.

Ke depan, Pemkot Bandung perlu menyusun peta jalan efisiensi dengan target jelas menurunkan porsi biaya operasional ke bawah 30 persen. Tanpa itu, kritik publik akan terus mengiringi setiap rupiah yang dikeluarkan.