Bandung dan Komitmen HAM: Saatnya Naik Kelas Jadi Kota Inklusif Seutuhnya

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Di tengah derasnya arus ketidakadilan dan ancaman terhadap kelompok rentan, langkah Pemerintah Kota Bandung untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia (HAM) patut mendapatkan sorotan serius—bukan sekadar pujian basa-basi. Kunjungan resmi Komnas HAM ke Pendopo Kota Bandung, Jumat 16 Mei 2025, menjadi momen penting yang menegaskan posisi Bandung bukan hanya sebagai kota peduli HAM, tetapi juga sebagai pionir yang layak menjadi laboratorium nasional dalam penegakan hak-hak dasar warga negara.

Ajakan kolaborasi Komnas HAM untuk menjadikan Bandung sebagai model dalam program penilaian HAM tingkat daerah adalah pengakuan politik dan moral yang tidak datang begitu saja. Di baliknya ada konsistensi, inovasi, dan kesungguhan menghadirkan keadilan sosial—terutama bagi mereka yang sering kali tidak terdengar suaranya: anak korban kekerasan, penyandang disabilitas, lansia terlantar, hingga warga miskin yang kerap kehilangan akses ke layanan dasar.

Namun, pertanyaannya kini bukan lagi apakah Bandung layak, melainkan apakah Bandung siap naik kelas. Bukan hanya menjadi kota peduli HAM di atas kertas, tetapi menjelma sebagai kota yang benar-benar ramah HAM dalam praktik kesehariannya. Kesiapan ini menuntut lebih dari sekadar kerja birokrasi; ia membutuhkan transformasi cara berpikir, kemauan untuk dikritik, dan keberanian menghadirkan kebijakan yang proaktif melindungi yang lemah, bukan sekadar melayani yang kuat.

Baca juga:  Visi Bandung Utama, Farhan Gambarkan Aspek Keterbukaan dan Inklusifitas Penataan Kota

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, dalam audiensi tersebut menyatakan keterbukaan terhadap kritik dan kolaborasi. Ini sinyal positif, asalkan tidak berhenti pada retorika. Butuh roadmap yang konkret, indikator yang transparan, dan pelibatan masyarakat sipil yang bermakna dalam setiap tahap pelaksanaan.

Komnas HAM, melalui Wakil Ketuanya Abdul Haris Semendawai, menegaskan bahwa penilaian HAM akan difokuskan pada empat hak dasar: pendidikan, kesehatan, pangan, dan pekerjaan. Empat fondasi ini ibarat barometer eksistensial sebuah kota beradab. Dan jika Bandung mampu menjawabnya dengan pendekatan yang holistik dan partisipatif, maka kota ini tidak hanya akan dikenang sebagai “kota kreatif”, tapi juga “kota berkeadilan”.

Tak kalah penting, pengakuan dari Kemenkumham dan wacana menjadikan Bandung sebagai tuan rumah Hari HAM Nasional 2026 harus menjadi pemicu, bukan euforia. Karena wajah sebuah kota ditentukan bukan oleh monumennya, tetapi oleh bagaimana ia memperlakukan warganya yang paling lemah.

Percaya, HAM bukan sekadar jargon global. Ia adalah keniscayaan lokal yang menyentuh sendi-sendi paling dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika Bandung serius, maka ini bukan hanya kemenangan administratif, tetapi kemenangan peradaban.

Baca juga:  M. Diva Haq Ayatullah : kembali Juara 1 kelas Light Heavyweight di Syifa Championship 1st

Selamat datang di Bandung yang inklusif, adil, dan berani menjadi teladan.