Porosmedia.com, Kab. Rakon Hilir – Dewan Pengurus Daerah Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa Senat Mahasiswa (DPD FABEM-SM) Kabupaten Rokan Hilir mendesak DPRD setempat untuk segera menyampaikan nota protes kepada pemerintah pusat terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ketua DPD FABEM Rokan Hilir, Riki Dermawan, menilai bahwa undang-undang tersebut telah memangkas banyak kewenangan strategis pemerintah kabupaten/kota, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan sejumlah sektor penting yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
“UU 23/2014 membuat pemerintah kabupaten/kota seolah menjadi subordinat dari pemerintah provinsi. Banyak kewenangan yang sejatinya bisa dikelola daerah, kini justru ditarik ke atas,” ujar Riki kepada media, Rabu (9/7/2025).
Ia menegaskan bahwa DPRD sebagai representasi rakyat daerah tidak boleh tinggal diam. Menurutnya, sikap tegas harus segera diambil melalui penyampaian nota keberatan secara resmi kepada pemerintah pusat dan DPR RI sebagai bentuk keberpihakan terhadap kepentingan rakyat.
FABEM-SM, lanjut Riki, juga akan menggalang dukungan dari elemen masyarakat sipil, mahasiswa, serta organisasi kepemudaan guna memperkuat desakan terhadap revisi UU tersebut.
“Kami mendorong agar UU ini dievaluasi secara menyeluruh. Pemerintah daerah harus kembali memiliki ruang yang cukup untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri,” tegasnya.
Secara khusus, Riki menyoroti persoalan kewenangan pengelolaan wilayah laut di Rokan Hilir yang kini berada sepenuhnya di bawah Pemerintah Provinsi Riau. Ia menilai kondisi ini menyulitkan nelayan, terutama ketika terjadi konflik atau pelanggaran di wilayah pesisir.
“Hari ini para nelayan kesulitan menghadapi persoalan di laut karena kewenangan berada di provinsi. Di sisi lain, kapasitas PSTKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) di Riau masih sangat terbatas, termasuk di Rokan Hilir,” ujarnya.
Ia mencontohkan dua kasus terbaru di wilayah pesisir. Pertama, konflik antara pembudidaya kerang dan nelayan tradisional terkait akses kawasan pesisir. Kedua, ketegangan di perairan Sinaboi akibat penggunaan alat tangkap terlarang jenis Pek To, yakni jaring halus yang merusak ekosistem laut dan menimbulkan benturan antarnelayan.
“Konflik-konflik seperti ini sebenarnya bisa diminimalkan jika kewenangan berada di tangan pemerintah kabupaten. Ini menjadi bukti bahwa UU No. 23 Tahun 2014 perlu segera dikaji ulang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Riki menyoroti keterbatasan PSTKP Riau dalam pengawasan kelautan. Dengan cakupan wilayah yang luas dan mayoritas terdiri dari daerah perairan, PSTKP dinilai belum memiliki kapasitas ideal baik dari sisi personel maupun anggaran.
“Dengan dana APBD yang terbatas dan personel yang minim, sangat sulit mengharapkan pengawasan yang optimal, termasuk di wilayah Rokan Hilir,” tambahnya.
Mengakhiri pernyataannya, Riki menegaskan harapannya kepada DPRD Kabupaten Rokan Hilir untuk menjadi corong utama perjuangan aspirasi masyarakat pesisir.
“Kami titipkan harapan besar kepada DPRD agar suara rakyat ini benar-benar sampai ke pusat. Jangan sampai hanya menjadi wacana tanpa tindakan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP FABEM-SM, Zainudiin Arsyad, S.IP., bersama Wakil Ketua Umum DPP FABEM Bidang Hukum dan Kerja Sama Antar Lembaga, TAP Tody Ardiansyah Prabu, SH, menambahkan bahwa saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menyidangkan perkara uji materi terhadap UU No. 23 Tahun 2014.
Dalam sidang perbaikan permohonan untuk perkara Nomor 95/PUU-XXIII/2025 pada Selasa, 8 Juli 2025, pemohon menilai Pasal 14 ayat (1) dan (3) UU Pemda telah terlalu memusatkan kewenangan pengelolaan SDA di tangan pemerintah pusat. Hal ini dinilai bertentangan dengan semangat desentralisasi, prinsip keadilan, serta membatasi partisipasi masyarakat.
“Ketentuan ini menutup ruang bagi daerah dalam mengelola potensi lokalnya, bahkan merugikan hak konstitusional masyarakat setempat. Kami mendukung penuh langkah hukum yang dilakukan, termasuk oleh anggota DPRD Provinsi Sulteng dan Asosiasi Penambang Tanah Pertiwi (ASPETI),” ujar Tody.
FABEM-SM, imbuhnya, akan terus mengawal setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah agar tetap berpihak pada rakyat dan berorientasi pada kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.
#DPD & DPP FABEM-SM
#SaveNKRI
#SelamatkanSumberDayaAlamIndonesia