Porosmedia.com, Bandung – Janji besar pemberantasan korupsi, publik kembali dikecewakan oleh lambannya penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB periode 2021–2023. Nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang disebut-sebut ikut terseret, hingga kini belum juga dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penundaan ini memantik kecurigaan: apakah ada kekuatan politik yang sedang bekerja di balik layar?
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/7/2025), menampik adanya unsur politik dalam proses pemanggilan Ridwan Kamil. Ia berdalih bahwa keterlambatan hanya bersifat teknis penjadwalan.
“Tidak ada yang diistimewakan. Pemeriksaan dilakukan dengan perlakuan yang setara,” ujar Budi.
“Kami masih koordinasikan soal jadwal,” tambahnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Namun pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya. Kasus ini telah berjalan sejak awal 2024. Jika alasan penundaan hanya teknis, mengapa hingga Juli 2025 belum juga ada tindakan konkret? Apakah seorang tokoh nasional seperti Ridwan Kamil terlalu ‘mahal’ untuk diperiksa?
Kritik tajam datang dari LSM TRINUSA Jawa Barat, yang sejak awal mengawal dua kasus besar yang menjerat Bank BJB: dugaan penyimpangan dana iklan dan kasus kredit macet PT Sritex. Ketua DPD TRINUSA Jabar, Ait M Sumarna (Kang Ait), menyebut penanganan dua kasus ini sebagai potret lemahnya keberanian lembaga hukum.
“Sudah lama masyarakat menanti kejelasan hukum. Tapi yang muncul justru ketidakjelasan. Apakah dua institusi hukum ini sedang bermain aman atau takut dengan tekanan politik?” tegas Kang Ait.
Menurutnya, bukti permulaan dalam kasus dana iklan BJB sudah cukup. Namun KPK belum mengambil langkah tegas.
“Kenapa sampai hari ini belum ada pemanggilan? Ada apa dengan KPK?” ujarnya kritis.
Kang Ait juga menyoroti kasus kredit macet Bank BJB yang mengalir ke PT Sritex. Dana triliunan rupiah diduga menguap, namun hingga kini belum terungkap siapa saja pejabat bank atau pemerintah daerah yang ikut bermain.
“Kejagung harus berani buka semua nama. Jangan pandang bulu. Publik sudah muak dengan pertunjukan hukum yang tumpul ke atas,” katanya.
TRINUSA tak hanya menyorot KPK dan Kejagung. Mereka juga meminta Presiden Prabowo Subianto, serta lembaga pengawas seperti BPK dan PPATK, untuk ikut mengawal integritas proses hukum agar tidak dimanfaatkan oleh elite politik untuk saling lindung.
“Kalau KPK dan Kejagung mulai kehilangan nyali, maka publik harus bergerak. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga moral dan keadilan,” tegas Kang Ait.
Ia mengingatkan bahwa rakyat punya hak untuk tahu dan mendesak keadilan. Apalagi dana yang diduga diselewengkan adalah uang publik yang berasal dari pajak dan simpanan masyarakat di bank milik daerah.
Keterlambatan pemeriksaan tokoh besar seperti Ridwan Kamil bukan hanya mengganggu jalannya penyidikan. Lebih dari itu, ia merusak persepsi publik terhadap independensi lembaga penegak hukum. Ketika nama-nama besar selalu “tertunda”, sementara kasus kecil berjalan cepat, rakyat bisa kehilangan kepercayaan sepenuhnya.
Kini, publik menanti bukan sekadar klarifikasi teknis, melainkan tindakan nyata. Jika KPK dan Kejagung gagal menuntaskan dua kasus BJB ini secara tuntas dan transparan, maka upaya reformasi hukum hanya akan menjadi narasi kosong.
Dan jika itu terjadi, maka yang hilang bukan hanya uang rakyat—tetapi juga harapan.
Kabarsunda.com/Foto: Istimewa|Porosmedia