Respons Cepat Atasi Krisis Sampah di TPS Baladewa, Pemkot Bandung Dapat Apresiasi Warga – Namun Tantangan Belum Usai

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Tumpukan sampah yang menggunung selama lebih dari setahun di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Baladewa, Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, akhirnya ditangani. Pemerintah Kota Bandung bergerak cepat, bahkan mengerahkan alat berat berukuran mini untuk mengatasi keterbatasan akses di lokasi yang sempit. Namun di balik langkah cepat ini, tersimpan pertanyaan mendasar: mengapa persoalan ini dibiarkan berlarut-larut sejak Desember 2024?

Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, turun langsung meninjau lokasi pada Selasa, 8 Juli 2025, didampingi Dinas Lingkungan Hidup (DLH), aparat Kecamatan Cicendo, serta sejumlah warga. Di lokasi, ia menegaskan komitmen kuat: “Sampah hari ini, harus selesai hari ini juga.”

Langkah ini pun mendapat apresiasi dari warga, termasuk Ketua RW 08 Kelurahan Pajajaran, Ilmanudin, yang menilai respons Pemkot kali ini jauh lebih cepat dibanding penanganan sebelumnya. Ia juga mendukung rencana pembangunan insinerator sebagai solusi jangka panjang.

“Kami berterima kasih kepada Pak Wakil. Semoga ini jadi awal dari langkah nyata menuju pengurangan sampah ke TPA,” ujarnya.

Baca juga:  Sejarah Pemadam Kebakaran: Dari Romawi Kuno hingga Indonesia Modern

Namun, apresiasi warga tak menutup mata terhadap fakta bahwa penumpukan sudah terjadi selama lebih dari 12 bulan. Situasi ini semestinya tidak perlu mencapai titik darurat jika sistem pengawasan dan respons lingkungan bekerja sejak awal.

TPS Baladewa hanyalah satu dari puluhan titik krisis sampah di Kota Bandung. Menurut Wakil Wali Kota Erwin, setidaknya 60 rit truk pengangkut dibutuhkan untuk membersihkan seluruh tumpukan di lokasi ini—angka yang mencerminkan skala masalah dan keterlambatan penanganan.

“Ini bukan lagi soal estetika. Ini soal kesehatan warga dan kualitas hidup. Tidak boleh dibiarkan,” tegasnya.

DLH menyebutkan, akses sempit dan kurangnya alat berat menjadi kendala utama. “Satu rit truk hanya mampu memuat enam kubik. Untuk bersih total, kita butuh hingga 60 rit,” ujar Kepala DLH Kota Bandung, Darto.

Dalam kunjungan itu, Erwin juga memaparkan rencana Pemkot Bandung untuk menghadirkan insinerator berkapasitas minimal 10 ton per hari di TPS Baladewa. Teknologi ini diklaim mampu mengolah sampah langsung di tempat, bahkan menghasilkan material bermanfaat seperti paving block.

Baca juga:  Proyek Jalan Tol Rp14,2 Triliun di Jawa Barat: Infrastruktur untuk Siapa?

Namun dari 30 titik target insinerator, baru 7 lokasi yang aktif. Artinya, realisasi baru mencapai 23 persen. Pertanyaan pun muncul: sejauh mana komitmen percepatan ini akan benar-benar diwujudkan? Dan apakah teknologi insinerator sudah melalui uji kelayakan lingkungan yang memadai?

Erwin meyakinkan bahwa pendekatan “olah di tempat” akan menjadi paradigma baru, menggantikan pendekatan konvensional “angkut dan buang” ke TPA.

“Dengan beban 1.496 ton sampah per hari, dan masih 1.000 ton dibuang ke TPA, ini tidak bisa diteruskan. Kita harus berubah,” tegasnya.

Selain teknologi, kunci dari manajemen sampah sejatinya ada di kesadaran dan keterlibatan warga. Karena itu, Pemkot terus mengajak warga untuk memilah sampah sejak dari rumah, demi meringankan proses pengolahan di TPS.

“Kalau semua mendukung, kita bisa capai Bandung yang mandiri dan bersih dari sampah,” kata Erwin penuh optimisme.

Namun optimisme itu mesti diiringi dengan edukasi yang sistematis dan keberpihakan kebijakan. Program pemilahan tak bisa sekadar imbauan, melainkan perlu dibarengi insentif, sanksi, dan fasilitas yang memadai.

Baca juga:  FPN Dukung Prabowo Galang Persatuan Lawan Imperialisme Global

Camat Cicendo, Bira Gumbira, juga menekankan pentingnya pengelolaan dari hulu.

“Kunci pengelolaan ada di hulu. Pilah sampah dari rumah, agar TPS tidak kewalahan,” ujarnya.

Revitalisasi TPS Baladewa adalah langkah yang patut diapresiasi, tapi juga menjadi pengingat bahwa sistem pengelolaan sampah Kota Bandung belum berjalan optimal. Kasus Baladewa menunjukkan bahwa tanpa deteksi dini dan penanganan rutin, satu TPS saja bisa berubah menjadi ancaman kesehatan dan sosial.

Apalagi, target 30 insinerator masih jauh dari capaian. Tanpa evaluasi menyeluruh dan pembenahan sistem transportasi, pengolahan, hingga pengawasan TPS, krisis serupa sangat mungkin terulang di titik lain.

Bandung membutuhkan lebih dari sekadar respons cepat — kota ini butuh peta jalan pengelolaan sampah jangka panjang yang konkret, transparan, dan terukur, serta keterlibatan warga yang dibangun bukan dari imbauan belaka, melainkan dari sistem yang membina dan memberdayakan.