Porosmedia.com, Bandung – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa RS Welas Asih (sebelumnya RS Al Ihsan) merupakan aset milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang saat ini sepenuhnya dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jabar.
Pernyataan ini dilontarkan untuk membantah anggapan sejumlah pihak di media sosial yang menyebut rumah sakit tersebut dibangun dan dijalankan oleh dana umat atau swasta murni.
“Ada netizen yang menyebut rumah sakit ini dibiayai oleh umat, bukan dari APBD. Itu tidak benar, dan harus saya luruskan,” kata Dedi, Senin (7/7/2025).
Namun, di balik penegasan tersebut, publik juga berhak mengetahui latar sejarah kelam rumah sakit ini yang awalnya dibangun oleh Yayasan Al Ihsan, tapi kemudian dialihkan ke negara akibat kasus korupsi besar-besaran.
RS Al Ihsan pertama kali dibangun oleh Yayasan Al Ihsan pada tahun 1993. Namun, selama kurun waktu 1993–2001, yayasan tersebut menerima bantuan dari APBD Jabar secara berkelanjutan, tanpa akuntabilitas memadai. Hasil audit dan penyelidikan menyatakan bahwa bantuan tersebut disalahgunakan dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp11,9 miliar.
Rinciannya mencakup: Anggaran rutin: Rp1,5 miliar, Pembangunan tahap I: Rp2,6 miliar, Pembangunan tahap II: Rp1,7 miliar, Bantuan lain-lain: Rp6 miliar
Total kerugian mencapai Rp11,9 miliar, sebagaimana dikukuhkan oleh putusan Mahkamah Agung No. 372/Pid/2003, yang menyatakan bahwa seluruh bangunan dan aset RS Al Ihsan dirampas untuk negara, dan resmi menjadi milik Pemprov Jabar.
Langkah ini kemudian diformalkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat pada 10 Maret 2005, yang mengalihkan pengelolaan dari yayasan ke pemerintah daerah. Sejak saat itu, rumah sakit mengalami perubahan status, mulai dari RSUD hingga ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada 10 Juli 2009.
Dan kini, di era Gubernur Dedi Mulyadi, rumah sakit ini diubah namanya menjadi RS Welas Asih, yang masih sepenuhnya berada di bawah kendali dan pembiayaan pemerintah daerah.
Perubahan nama dari RS Al Ihsan menjadi RS Welas Asih memang sah secara hukum dan administratif. Namun, jangan sampai pergantian nama ini mengaburkan sejarah penting tentang pengalihan aset publik akibat kasus korupsi yang menyangkut dana rakyat.
Gubernur Dedi Mulyadi telah benar meluruskan klaim-klaim yang menyesatkan. Namun, ke depan, Pemprov Jabar juga harus lebih terbuka tentang mekanisme pengawasan dan transparansi anggaran rumah sakit publik, agar tak terulang kembali praktik-praktik gelap bantuan hibah tanpa pengawasan sebagaimana yang pernah terjadi di masa lalu.
Masyarakat berhak tahu, dan rumah sakit publik bukan hanya tempat berobat—tetapi juga cermin dari integritas kebijakan kesehatan daerah.