Zohran Mamdani dan Kebangkitan Politik Moral dari New York

Avatar photo

Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi
Manhattan, 2 Juli 2025*

Porosmedia.com – Kemenangan Zohran Mamdani dalam pemilihan calon wali kota New York dari Partai Demokrat bukan hanya sebuah peristiwa politik biasa. Ia adalah dentuman keras dalam ruang politik Amerika yang selama ini nyaris beku dalam polarisasi status quo dan hegemoni oligarki. Melawan Andrew Cuomo—nama besar dari dinasti politik ternama yang didukung penuh oleh para elite dan kekuatan modal—Zohran hadir sebagai anomali, sekaligus harapan.

Kemenangan ini menciptakan gelombang. Tidak hanya di New York. Tidak hanya di Amerika. Tapi juga menyentuh simpul-simpul kesadaran global, karena nama Zohran Mamdani menjadi trending topic dunia, nyaris menggeser sorotan media terhadap tragedi pembantaian di Gaza. Begitulah daya ledak politik baru yang dibawanya—bukan dengan uang, bukan dengan jaringan elite, tapi dengan komitmen dan keberanian membuka ruang politik untuk rakyat.

Simbol Perlawanan terhadap Status Quo

Yang pertama patut dicatat adalah bahwa kemenangan Zohran menjadi sinyal kuat bahwa dunia—termasuk Amerika—merindukan perubahan. Ia hadir sebagai simbol perlawanan terhadap sistem politik yang usang, menjemukan, dan elitis. Zohran dianggap ‘kurang pengalaman’, ‘terlalu muda’, bahkan ‘tidak punya mesin politik’. Tapi justru dari titik-titik itulah ia menumbuhkan kekuatannya.

Di belakangnya berdiri generasi muda, komunitas imigran, serta warga urban yang lelah pada politik yang hanya berpihak pada pemilik modal. Dalam waktu tujuh bulan, ia membangun movement dari nol—dari satu persen dukungan menjadi mayoritas suara. Ini bukan kemenangan biasa. Ini revolusi.

Baca juga:  Proyeksi LPE Jawa Barat pada 2025 sekitar 5,8 persen, Target Nasional jauh lebih Tinggi

Mengembalikan Kepercayaan Publik pada Politik

Selama ini, politik di banyak belahan dunia, termasuk Amerika, telah kehilangan maknanya. Ia menjadi ritual lima tahunan yang hanya memperpanjang dominasi elite. Generasi muda menjauh. Idealisme menguap. Politik berubah menjadi arena transaksional yang dingin.

Tapi dengan kemenangan Zohran, lebih dari 6.000 anak muda di Amerika tercatat mendaftarkan diri sebagai calon legislatif di berbagai jenjang—City Council, State Assembly, hingga Kongres dan Senat. Politik mulai hidup kembali. Bukan karena janji kampanye, tapi karena Zohran membuktikan bahwa moralitas, keterbukaan, dan keberanian masih mungkin menang.

Kekuatan Bukan pada Uang, Tapi pada Rakyat

Zohran bukan bagian dari kelas pemilik modal. Ia bukan pebisnis, bukan pula keturunan keluarga elite. Tapi ia punya sesuatu yang tak bisa dibeli: kepercayaan rakyat. Ia membangun kekuatannya dari akar rumput, dari pintu ke pintu, dari percakapan yang jujur, dari keyakinan bahwa suara kecil pun punya daya ubah.

Politik tanpa uang bukan mitos. Zohran membuktikannya.

Islamofobia dan Politik Identitas: Sebuah Tantangan yang Dihadapi Tegak

Baca juga:  Jagat Pers di Jabar "Geunjleung" Sesalkan Pernyataan Dedi Mulyadi Tak Butuh Media !!

Dalam lanskap politik Amerika yang masih diliputi Islamofobia, Zohran berdiri dengan tegas membawa identitasnya sebagai seorang Muslim. Ia tidak menyembunyikan keyakinannya. Ia tidak bermain aman. Di kota dengan komunitas Yahudi terbesar di luar Israel, ia dengan bangga menyatakan bahwa ia Muslim. Dan ia menang.

Ini bukan sekadar pencapaian politik. Ini adalah pesan moral bagi umat Islam di seluruh dunia: bahwa menjadi Muslim tidak perlu disembunyikan di ruang publik. Politik bukan panggung untuk mengorbankan keyakinan, tapi ruang untuk memanusiakan prinsip-prinsip kita.

Komitmen Kemanusiaan di Tengah Tekanan Politik

Zohran juga dikenal dengan sikapnya yang tegas dalam membela Palestina dan menentang penjajahan Israel. Di tengah tekanan dan risiko kehilangan suara, ia tetap lantang menyuarakan keadilan dan kemanusiaan. Ia menolak menjadikan politik sebagai alasan untuk bungkam terhadap kezaliman.

Mungkin justru karena itulah ia menang. Karena konsistensi, bukan kalkulasi. Karena integritas, bukan negosiasi nilai.

Politik Bisa Jujur, Jika Dikehendaki

Meski menghadapi berbagai tuduhan, mulai dari ekstremis kiri, pro-Komunis, antisemitik, hingga simpatisan Hamas, semua itu gagal menghentikan langkahnya. Tak ada rekayasa hasil pemilu. Tak ada manipulasi. Tak ada kecurangan. Di negeri di mana hukum dan proses masih dijaga, siapa pun bisa menang—asal rakyat menghendaki dan sistem tidak diperkosa.

Baca juga:  Ketika Gubernur Bicara Tanpa Media: Disrupsi Demokrasi atau Realitas Baru Komunikasi Publik?

Hal ini menjadi tamparan bagi demokrasi yang carut-marut di negara-negara lain, di mana suara rakyat bukan ditentukan oleh rakyat, tapi oleh siapa yang paling kuat dan paling licik.

Menang Karena Dikehendaki Tuhan

Pada akhirnya, kemenangan Zohran tidak hanya soal strategi, jaringan, atau momentum. Ini adalah tentang keberpihakan takdir. Tentang bagaimana Allah menunjukkan bahwa siapa pun yang bersungguh-sungguh dan tulus dalam perjuangan, tidak ada yang mustahil. Ketika semua jalan tertutup, jalan Tuhan terbuka.

Penutup: Politik yang Memanusiakan

Kemenangan Zohran Mamdani adalah narasi baru dalam politik Amerika dan dunia. Ia adalah bukti bahwa politik bisa kembali menjadi ruang perjuangan moral, bukan hanya ambisi kekuasaan. Ia membuka jendela bagi dunia untuk percaya kembali pada perubahan. Bukan perubahan dalam slogan, tapi dalam tindakan.

Dan dari Kota New York—kota yang katanya tak pernah tidur—Zohran membangunkan dunia bahwa politik masih bisa jujur, berintegritas, dan membawa harapan.

Shamsi Ali Al-Kajangi adalah Imam, aktivis, dan pengamat politik dari New York.