Porosmedia.com – Di sebuah sudut tenang di kawasan Ciumbuleuit, Bandung, tumbuh seorang remaja dengan semangat baja dan tubuh yang digembleng oleh disiplin. Namanya M. Ziad Ibrahim Esa Putra, akrab dipanggil Baim. Lahir pada 23 Maret 2010, Baim adalah anak tunggal dari pasangan Darma Saputra dan Rosita, yang membesarkannya dengan nilai-nilai kesederhanaan dan ketekunan.
Usianya baru menginjak 15 tahun dan ia sedang bersiap melangkah ke jenjang SMA. Namun jejak langkahnya di dunia olahraga, khususnya pencak silat, sudah menorehkan tinta emas sejak dini. Baim bukan hanya menyukai olahraga—ia mencintainya. Baginya, pencak silat bukan sekadar aktivitas fisik, melainkan jalan hidup yang menyehatkan tubuh, membentuk mental, dan menjadi bekal untuk masa depan.
“Aku latihan supaya bisa jaga diri, tapi juga biar bisa berprestasi dan bantu pendidikan aku ke depan,” ujar Baim dengan sorot mata yang yakin.
Baim berguru di perguruan silat Maung Ciumbuleuit, sebuah tempat latihan yang menjadi rumah keduanya. Di sana, ia dilatih oleh pelatih tangguh dan penuh dedikasi: Wa Jabrig dan Teh Dila. Tak hanya di tempat latihan, semangatnya menular hingga ke rumah. Di sela waktu luang, ia tak ragu mengasah jurus bersama pelatih pribadi, A Eful, yang kerap hadir di rumah untuk melatihnya.
Semangat berlatih Baim bukan tanpa hasil. Rentetan prestasi di arena kejuaraan membuktikan bahwa kerja keras tak pernah mengkhianati hasil. Di usia yang masih belia, ia telah berdiri di podium berbagai turnamen bergengsi:
Juara 1 Darul Hikam Festival
Juara 2 Piala Kasad
Juara 1 Portue Championship
Juara 2 Bandung Lautan Api Championship
Juara 1 Spartan Championship
Juara 1 Bandung Open Pencak Silat Tournament
Juara 2 Bumi Padjadjaran Championship
Juara 1 Bogor Pencak Silat Championship
Dan turut tampil di Tournament Pencak Silat Panglima TNI
Baim bukan hanya petarung di atas matras. Ia adalah gambaran generasi muda yang memahami arti proses, menjunjung tinggi nilai tradisi, dan menatap masa depan dengan harapan. Ia tahu, pendidikan dan prestasi adalah dua sayap yang akan membawanya terbang lebih tinggi. Ia ingin menjadi anak muda yang mandiri, berkontribusi, dan bisa membanggakan orang tua serta lingkungan.
Di tengah tantangan zaman, ketika banyak remaja terjebak dalam godaan digital dan budaya instan, Baim justru memilih jalan sunyi—berlatih, berkeringat, dan mengasah karakter lewat pencak silat.
Kini, jelang memasuki SMA, Baim tak hanya membawa bekal ijazah dan nilai rapor, tapi juga semangat juang seorang pendekar muda. Ia adalah representasi anak Bandung yang tangguh, sopan, dan tak gentar melawan tantangan.
“Silat ngajarin aku buat lebih kuat, lebih sabar, dan nggak mudah nyerah,” tuturnya sambil tersenyum.
Dari jalan Bukit Jarian 1, Ciumbuleuit, gema langkah seorang Maung muda terus bergema. Namanya mungkin belum sering terdengar di media nasional. Tapi bila ketekunan dan semangatnya terus terjaga, Baim bukan hanya akan menjadi juara di gelanggang, tapi juga pemenang dalam hidup.
Dan kelak, ketika dunia mengenal pendekar-pendekar baru dari tanah Sunda, jangan lupa sebut satu nama: Baim dari Maung Ciumbuleuit.