Duel Dingin di Gedung Sate: Ketika Sekda Jabar Dinilai “Meninggalkan Ring” dan Wagub Meradang

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Keretakan relasi antara Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan dan Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, kini mencuat ke permukaan publik. Isu yang sebelumnya beredar sebagai bisik-bisik di koridor birokrasi Gedung Sate, kini meledak ke media—dengan satu kalimat tegas dari Wagub: “Sudah di luar batas.”

Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Erwan Setiawan—dalam kapasitas sebagai Wakil Gubernur—kepada awak media pada Senin (1/7/2025). Meskipun ruang kerjanya hanya bersebelahan satu lantai dengan Sekda, tak pernah sekalipun mereka berinteraksi. Sinyal konflik ini bukan hanya simbolik, tapi struktural.

“Saya di ruang sini, Sekda di ruang sana. Satu lantai, saya lewat tidak ada. Sudah di luar batas. Saya katakan berulang kali, sudah di luar kewenangan dia,” kata Erwan dengan nada dingin tapi tegas.

Menurut penuturan Erwan, tugas utama seorang Sekda adalah mengonsolidasikan para kepala dinas atas temuan-temuan di lapangan dari Gubernur maupun Wakilnya. Namun, menurut dia, Herman justru terlalu ekspansif—hingga terkesan mengambil alih peran-peran politis dan teknokratis milik pimpinan eksekutif.

Baca juga:  Satgas Yonif 323 Buaya Putih Berkomitmen Untuk Berikan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Papua

Hal senada disampaikan oleh sejumlah anggota DPRD Jabar. Dalam sidang paripurna pada 19 Juni 2025, beberapa legislator mencatat absennya Sekda dalam berbagai forum resmi dan menyayangkan minimnya koordinasi internal.

“Sekda harusnya menjadi ‘kepala staf sipil’ yang mengurus administrasi dan birokrasi, bukan malah bersaing panggung dengan Wagub,” ujar salah satu anggota Komisi I DPRD Jabar yang enggan disebutkan namanya.

Dalam obrolan para pewarta di berbagai grup internal, potret konflik ini bahkan digambarkan sebagai “adu kekuasaan di ring tinju depan Gedung Sate.” Sebuah sindiran yang mencerminkan betapa panasnya tensi antara dua pejabat kunci Pemprov Jabar tersebut.

“Kalau dulu, Pak Dede Yusuf diambil alih perannya oleh istri gubernur saat sidak banjir. Sekarang, giliran Wagub Jabar yang merasa ‘dipacok’ oleh Sekda,” ujar Dodo Pers, wartawan senior yang banyak membidik isu-isu internal Pemprov Jabar.

Tak sedikit pula yang menilai Sekda terlalu menonjol secara publik, seolah-olah ingin tampil sebagai tokoh sentral di luar fungsi administratifnya sebagai aparatur sipil negara. “Sekda itu ASN, bukan figur politik. Kalau ingin jadi Dedi Mulyadi kedua, ya silakan mundur dulu,” celetuk pengamat komunikasi politik Didin Sabarudin.

Baca juga:  Elang V ; Optimalkan Pembekalan terhadap Para Pendakwah Se Jawa Barat, siapa Ganjar Pranowo

Isu ini juga memunculkan manuver di kalangan media lokal. Beberapa jurnalis bahkan bercanda serius, menyarankan agar redaksi membuat cover majalah edisi satire: Sekda dan Wagub mengenakan sarung tinju dengan latar belakang Gedung Sate. Di balik canda itu, tersimpan pernyataan yang tidak main-main: mereka ingin agar Diskominfo Jabar merasa terdesak dan merangkul media—bukan meminggirkannya.

“Kalau Sekda masih diam, ya kita bikin viral saja. Seperti dulu Gatra mencetak 3.000 eksemplar dan akhirnya diborong semua oleh Humas,” ujar seorang jurnalis yang ikut dalam diskusi redaksi.

Isu ini juga memperkuat dugaan bahwa birokrasi Pemprov Jabar sedang tidak sehat. Ketika hubungan kerja antar pejabat tinggi retak, dampaknya bukan hanya pada persepsi publik, tetapi juga pada pelayanan dan kebijakan strategis—termasuk tunggakan urusan seperti pembayaran BPJS yang sempat mangkrak.

Meskipun ada kabar bahwa kedua tokoh telah bertemu dan “baikan”, publik tahu: luka yang dibalut senyum diplomatis bukan jaminan relasi struktural kembali harmonis.

Pemerintahan yang sehat dimulai dari internal yang solid dan saling menghormati tugas pokok masing-masing. Jika Sekda lebih sibuk mengurus pencitraan dibanding administrasi, dan Wakil Gubernur merasa seperti “tamu tak diundang” di kantornya sendiri—maka yang jadi korban adalah rakyat Jawa Barat.

Baca juga:  Forum Setda Se - Jabar, Erwan Setiawan: Pembangunan Harus Karasa Kadeuleu Karampa Masyarakat

Dan publik berhak tahu siapa yang pantas duduk di ring kekuasaan, dan siapa yang sebaiknya turun dari panggung.