“Ora Urus!”: Ketika Trump Biarkan Iran Hantam Qatar dan Netanyahu Menangis di Pojokan

Avatar photo

Oleh: irom

Porosmedia.com – Setelah langkah mengejutkan Donald J. Trump memecat lebih dari 1.200 personel intelijen CIA yang diduga terkait dengan operasi “Deep State”, panggung politik dan militer global kembali bergetar. Trump, yang kini kembali berpengaruh secara de facto dalam kebijakan luar negeri AS, memusatkan perhatiannya pada satu hal: membongkar jaringan dalam tubuh negaranya sendiri, termasuk apa yang ia sebut sebagai “pasukan Thanos”—istilah metaforis untuk kekuatan gelap dalam militer dan intelijen AS yang beroperasi di luar kendali resmi Presiden.

Kini, sorotan tertuju ke Qatar—negara kecil namun strategis yang menjadi pangkalan militer terbesar Amerika Serikat di Timur Tengah. Dan pertanyaannya adalah: mengapa Iran justru menjadi pihak yang “membersihkan” markas ini?

Ghost Protocol: Operasi Bayangan CIA di Luar Kendali POTUS

Sinyalemen keberadaan “Operasi Ghost Protocol”, semacam agenda rahasia CIA yang tidak dikendalikan langsung oleh Gedung Putih, menjadi benang merah dari dinamika konflik terbaru antara Iran dan AS. Trump, dalam narasi kubunya, disebut berupaya membongkar operasi ini agar kekuatan negara kembali utuh di bawah kendali sipil, bukan bayangan intelijen atau korporasi militer.

Baca juga:  Penjajahan Jepang di Indonesia dan Perlawanan Ulama

“Green light” untuk menghentikan operasi ini, dalam pandangan kelompok Trumpian, bukan lagi sekadar tindakan defensif, tetapi pembersihan. Dalam konteks ini, serangan balasan Iran ke pangkalan militer AS di Qatar setelah tiga fasilitas nuklirnya diserang, menjadi bagian dari puzzle besar yang mengarah pada “penonaktifan sistem”.

Alih-alih membalas, Trump justru menyerukan gencatan senjata dan mulai mengevakuasi warga Amerika dari Israel. Sinyal yang sangat tidak biasa bagi seorang pemimpin adidaya—kecuali memang sudah tidak lagi ingin mempertahankan pos pertahanan yang dikuasai pihak-pihak tak loyal.

Qatar: Dulu Kambing Hitam, Kini Merasa Dilepaskan

Reaksi Qatar terhadap serangan Iran di wilayahnya pun menarik. Secara formal mereka mengecam, tetapi secara politis bisa dibaca berbeda. Negara ini punya sejarah panjang dikucilkan oleh Saudi, UEA, dan AS dengan tudingan menyokong terorisme, yang kemudian terbukti tak sepenuhnya akurat.

Pada 2014, Qatar menjadi bulan-bulanan negara Teluk lainnya karena sikap independennya terhadap Iran. Bahkan FIFA sempat terancam mencabut status tuan rumah Piala Dunia 2022. Namun di balik itu, Swiss Leaks 2015 dan Perjanjian Transparansi Keuangan Internasional 2017 justru menyingkap fakta mengejutkan: aliran dana ke kelompok ekstremis sebagian besar justru berasal dari Saudi, bukan Qatar.

Baca juga:  Satpol PP Kota Bandung Menegaskan tempat Hiburan Malam harus tutup selama Bulan Suci Ramadan

Dengan latar belakang ini, serangan Iran ke pangkalan AS bisa saja dipandang oleh Qatar sebagai semacam “bulldozer tak resmi” yang membongkar bangunan dominasi militer asing di atas tanah mereka. Suatu bentuk pembebasan yang tak bisa mereka lakukan sendiri secara terbuka.

Netanyahu di Pojokan, Trump Bilang “Ora Urus!”

Yang paling terpukul mungkin adalah Israel. Setelah menyerang situs nuklir Iran, balasan pun datang. Tapi alih-alih dibantu, Tel Aviv justru ditinggal sendiri. Trump tidak mengerahkan pasukan tambahan, tidak menggertak balik, dan bahkan membiarkan warga AS meninggalkan Israel. Apa maksud semua ini?

Trump secara terang-terangan menyatakan “Ora Urus!”, sebuah ekspresi Jawa yang berarti “bukan urusan saya lagi”. Ini bukan semata ungkapan frustrasi, tapi mungkin strategi: melepaskan Israel dan pangkalan militer AS yang sudah “disusupi” kekuatan Deep State agar hancur dari dalam. Suatu bentuk strategi pemurnian lewat pembiaran.

Dan ketika warga Tel Aviv mulai eksodus dan Netanyahu kehabisan dukungan, kita hanya bisa membayangkan bagaimana ia duduk termenung di pojokan bunker sambil menggumamkan bait lagu lama:

Baca juga:  Pj Wali Kota Bandung Pastikan MPP Beroperasi Maksimal Pasca Libur Idulfitri

Kau