Bamsoet Tegaskan Ratifikasi Konvensi Kejahatan Siber PBB Harus Jadi Prioritas Legislasi Nasional

Avatar photo

Porosmedia.com, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan di era digital yang semakin berkembang, kejahatan siber menjadi salah satu tantangan terbesar bagi banyak negara di seluruh dunia. Kejahatan ini bersifat kompleks dan lintas batas, sehingga memerlukan upaya bersama dari berbagai negara untuk menghadapinya. Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu segera meratifikasi Konvensi Kejahatan Siber PBB (The UN Convention Against Cybercrime) yang diadopsi pada 24 Desember 2024. Ratifikasi konvensi ini tidak hanya menjadi pembaruan hukum digital nasional, tetapi juga akan memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan dan diplomasi digital global.

“Ratifikasi Konvensi Kejahatan Siber PBB harus menjadi prioritas legislasi nasional Indonesia. Ini adalah langkah penting untuk memperkuat sistem hukum, meningkatkan perlindungan digital, dan berkontribusi pada keamanan siber global. Sebagai bangsa yang berkomitmen terhadap masa depan yang aman, Indonesia perlu segera menginisiasi langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk mewujudkan ratifikasi ini dan bersama-sama membangun dunia digital yang lebih aman untuk semua,” ujar Bamsoet saat menerima Guru Besar Universitas Padjajaran Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, di Jakarta, Jumat (23/5/25).

Ketua MPR ke-15 dan Ketua DPR ke-20 ini menuturkan, Konvensi Kejahatan Siber PBB mengatur dua kategori besar pelanggaran. Pertama, kriminalitas konvensional yang kini berpindah ke ranah digital, seperti penipuan, perdagangan manusia, dan eksploitasi seksual anak secara daring. Kedua, kejahatan yang sepenuhnya berakar dari ekosistem digital, termasuk penyebaran malware, serangan DDoS, pencurian data, dan peretasan sistem kritikal.

Baca juga:  Bamsoet Ajak Seluruh Elemen Bangsa Hormati Putusan MK Atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum

Lebih jauh, konvensi ini juga menaruh perhatian serius terhadap dimensi hak asasi manusia dalam dunia maya. Termasuk perlindungan terhadap ujaran kebencian, pelecehan berbasis gender, serta disinformasi yang mengancam demokrasi.

“Ratifikasi konvensi ini mencerminkan tanggung jawab Indonesia sebagai negara yang berkomitmen terhadap keamanan dan keamanan siber global. Ini adalah langkah konkret untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman, tertib, dan manusiawi bagi semua warganya. Dengan adanya kerangka hukum yang jelas dan kerjasama internasional yang kuat, Indonesia dapat lebih efektif dalam melindungi infrastruktur kritis, data pribadi, serta hak-hak digital warganya,” kata Bamsoet.

Ketua Komisi III DPR RI ke-7 Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia dan Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Hukum UNPAD ini memaparkan, mendukung ratifikasi Konvensi Kejahatan Siber PBB juga menuntut harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional. Di Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta norma-norma lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, perlu ditinjau agar sejalan dengan semangat dan prinsip yang terkandung dalam konvensi. Proses harmonisasi ini tidak hanya meningkatkan kualitas regulasi yang ada, tetapi juga memperkuat fondasi hukum yang dapat mendukung penegakan hukum yang efektif dalam menghadapi kejahatan siber.

Baca juga:  Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR bersama Keluarga Besar Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid

“Tanpa ratifikasi dan adopsi prinsip-prinsip konvensi ini dalam sistem hukum nasional, Indonesia akan terus kesulitan mengejar pelaku kejahatan lintas batas, serta tertinggal dalam pengembangan kapasitas teknis dan sumber daya manusia di bidang keamanan siber. Dengan konteks global yang semakin mengedepankan kolaborasi dalam menghadapi ancaman siber, ratifikasi ini harus menjadi prioritas utama dalam agenda legislasi nasional,” pungkas Bamsoet. (*)