Drama Musikal Islami SMP Muhammadiyah 8 Bandung: Panggung Ekspresi, Dakwah, dan Pendidikan Karakter

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Panggung di Dago Tea House, Kamis (9/5/2025), menjadi saksi bagaimana pelajar SMP Muhammadiyah 8 Bandung tidak hanya tampil sebagai siswa, tetapi juga sebagai agen dakwah dan pembawa pesan moral melalui pentas seni. Pagelaran Drama Musikal Islami bertajuk “Mudal Berkarya” yang mereka pentaskan menuai pujian, termasuk dari Wakil Wali Kota Bandung, Erwin.

Namun apresiasi ini tak seharusnya berhenti pada level seremoni. Di tengah derasnya arus pendidikan yang semakin kering nilai, kegiatan seperti ini justru menjadi antitesis penting terhadap kurikulum yang semakin teknokratis dan minim ruang ekspresi. Pertanyaannya: apakah pemerintah serius memberi ruang lebih luas bagi ekspresi seni bernuansa religi di sekolah-sekolah?

Seni Sebagai Media Dakwah: Retorika atau Kebijakan? Dalam sambutannya, Erwin menyebut bahwa drama musikal Islami bukan sekadar pertunjukan, tapi bentuk dakwah yang menyentuh generasi muda. Ia memuji kegiatan ini sebagai manifestasi dari integrasi antara kreativitas, nilai agama, dan pembentukan karakter. Ia bahkan menyambungkan pagelaran ini dengan semangat visi “Bandung Utama”.

Baca juga:  Kota Bandung menjadi pilihan tempat Nongkrong yang berbeda

Namun, jika seni dipandang sebagai media dakwah yang kuat, di mana dukungan anggaran konkret untuk sekolah-sekolah swasta dan madrasah yang menginisiasi kegiatan serupa? Apakah kegiatan seperti ini hanya mendapat sorotan ketika pejabat hadir di panggung utama?

Nama “Mudal Berkarya” diambil dari bahasa Sunda, yang berarti “tumbuh dan berkarya”. Tapi di balik semangat itu, siswa-siswi kita tumbuh dalam sistem pendidikan yang sering kali tidak memberi ruang optimal bagi ekspresi seni bernuansa nilai. Banyak sekolah yang justru terjebak pada target nilai, ranking, dan kompetisi akademik tanpa narasi kemanusiaan.

Acara seperti ini menjadi pengingat bahwa pendidikan karakter tidak cukup diajarkan melalui teori P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) saja. Ia harus hidup, dipentaskan, dan dirasakan.

kegiatan seperti Drama Musikal Islami harus menjadi model yang direplikasi dan didukung secara struktural oleh Dinas Pendidikan dan Pemkot Bandung. Pendidikan berbasis nilai, budaya, dan ekspresi publik harus menjadi kebijakan, bukan hanya seremoni tahunan.

Jika Bandung benar-benar ingin menjadi kota kreatif yang religius, maka panggung-panggung kecil seperti yang ditampilkan siswa SMP Muhammadiyah 8 Bandung harus diperbanyak, disokong anggaran, dan dijadikan bagian dari sistem pendidikan kota. Bukan sekadar panggung sambutan pejabat, tapi panggung masa depan generasi muda yang sadar nilai, sadar budaya, dan sadar diri.

Baca juga:  Menjadi Manusia Sempurna Dengan Menyadari Ketidaksempurnaannya