Talkshow “Semangat Bandung untuk Perdamaian dan Keamanan Dunia: 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika”

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Komunitas Peduli Hankam telah menggelar talkshow bertajuk “Semangat Bandung untuk Perdamaian dan Keamanan Dunia: 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika” pada Sabtu (03/05) di Gedung Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri, Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka merefleksikan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955.

Talkshow ini mengangkat relevansi nilai-nilai sepuluh prinsip “Dasasila Bandung” terhadap upaya menegakkan perdamaian dan keamanan dunia, terutama di tengah situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian dan persaingan saat ini. Prinsip dalam Dasasila Bandung antara lain menolak segala bentuk penjajahan dan agresi terhadap kedaulatan negara, mendukung penyelesaian konflik secara damai, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Menurut Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri, Caka Alverdi Awal, “Bandung Spirit” menjadi jembatan untuk mengatasi perbedaan dan membangun kepercayaan strategis antarpihak yang berkonflik. Meski demikian, KAA 1955 masih meninggalkan pekerjaan rumah karena terdapat bangsa peserta yang hingga kini masih berjuang melawan penjajahan, yaitu Palestina. “Saat ini, Palestina merupakan satu-satunya negara peserta KAA yang belum merdeka,” ujar Caka.

Baca juga:  Presiden Malas Membaca Lahirlah Kekuasaan Memaksa

Dasasila Bandung juga menjadi dasar menolak klaim Tiongkok terhadap “nine dash line” di Laut Tiongkok Selatan (LTS) yang tidak sejalan dengan hukum laut internasional. Menurut anggota Persatuan Purnawirawan Angkatan Laut, Laksamana Muda TNI (Purn.) Surya Wiranto, Indonesia berperan dalam manajemen konflik di LTS sejak 1990 dengan menegaskan prinsip non-intervensi dan penyelesaian secara damai.

“Walau Indonesia bukan negara claimant, kita telah terkooptasi dan angkatan laut kita setiap hari menghadapi dan mengusir kapal-kapal Tiongkok di LTS yang masuk ke ZEE dan Landas Kontinen kita,” ujar Surya.

Dosen Prodi Magister Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Dr. Peni Hanggarini, menerangkan masih ada kesenjangan kapabilitas militer, ketergantungan kepada negara besar, dan minimnya interaksi yang menghambat kerja sama pertahanan lebih erat antara negara-negara Asia dan Afrika. Peni mencontohkan ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) sebagai referensi bagi inisiatif kerja sama baru.

“Ada potensi membentuk dialog kerja sama keamanan, [seperti] Asia-African Defence Minister’s Meeting,” ujar Peni. “Kita menghadapi ancaman yang sama, jika perlu membentuk inisiatif baru seperti forum minilateral yang semakin jamak dibentuk berbagai negara.”

Baca juga:  Di Bandung masih Ada Minimarket tidak Memiliki Ijin

Dalam sesi diskusi terbuka, para pembicara dan peserta membahas kelanjutan solidaritas bagi perjuangan Palestina di forum-forum internasional seperti PBB, pentingnya dialog untuk membangun kepercayaan yang lebih kuat antara negara-negara Asia dan Afrika, serta komitmen Indonesia terhadap penegakan hukum internasional.

Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Bambang Darmono menyatakan, pencetusan KAA oleh Bung Karno mempersatukan bangsa-bangsa bekas jajahan termasuk Palestina, sehingga perlu upaya nyata untuk memperjuangkan kemerdekaannya. “Kenapa kita tidak berkeras hati untuk menyelesaikan masalah itu? Indonesia hebat di mata dunia, maka jangan hanya jadi penonton saja,” ujar Bambang.

Co-Initiator Komunitas Peduli Hankam, Kenzie Ryvantya menegaskan bahwa KAA menjadi momentum lahirnya bangsa-bangsa baru sekaligus langkah awal perjuangan mewujudkan perdamaian dunia. Namun, kini KAA perlu dibuktikan relevansinya secara lebih konkret. “Saat ini kita perlu mencari skema kerja sama seperti apa yang mampu didorong dengan Semangat Bandung, agar peninggalan KAA tidak hanya sebatas simbolisme,” ujar Kenzie.