Porosmedia.com — Teuku Nyak Arif adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Aceh. Dikenal sebagai “Rencong Aceh” karena keberaniannya, ia memainkan peran vital dalam pergerakan nasional dan pemerintahan awal Republik Indonesia.
Awal Kehidupan dan Pendidikan
Lahir pada 17 Juli 1899 di Ulèë Lheue, Kutaraja (sekarang Banda Aceh), Teuku Nyak Arif berasal dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Teuku Nyak Banta, adalah Panglima Sagi XXVI Mukim, sementara ibunya bernama Cut Nyak Rayeuk. Sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, Nyak Arif tumbuh dalam lingkungan yang menanamkan nilai-nilai kepemimpinan dan keberanian.
Pendidikan formalnya dimulai di Volksschool (Sekolah Rakyat) Kutaraja, dilanjutkan ke Kweekschool di Bukittinggi, dan kemudian ke Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Serang, Banten. Di OSVIA, ia menunjukkan sikap kritis terhadap pemerintahan kolonial Belanda, termasuk menolak tunjangan yang diberikan kepada siswa Aceh di luar daerah.
Kiprah Politik dan Perjuangan
Karier politik Teuku Nyak Arif dimulai pada 1919 saat bergabung dengan Nationaal Indische Party, kelanjutan dari Indische Party yang didirikan oleh Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara. Ia juga mendirikan Aceh Vereniging dan memimpin cabang Aceh dari Jong Islamieten Bond serta Jong Sumatranen Bond.
Pada 16 Mei 1927, ia terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) Hindia Belanda, menjadikannya wakil pertama dari Aceh. Dalam dewan tersebut, ia vokal mengkritik kebijakan Belanda yang merugikan rakyat Aceh dan menyatakan bahwa Perang Aceh belum berakhir. Pada 27 Januari 1930, ia bergabung dengan Fraksi Nasional yang dipimpin oleh Mohammad Husni Thamrin.
Masa Pendudukan Jepang
Selama pendudukan Jepang, Teuku Nyak Arif terlibat dalam pemerintahan lokal dan sempat ditunjuk sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Ia juga melakukan perjalanan ke Jepang bersama 14 pemimpin Sumatra lainnya dan bertemu dengan Kaisar Hirohito. Dalam pertemuan tersebut, ia menolak untuk melakukan penghormatan tradisional Jepang, menunjukkan sikap kritis terhadap penjajah baru tersebut.
Peran dalam Kemerdekaan Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Teuku Nyak Arif diangkat sebagai Residen Aceh pertama pada 3 Oktober 1945. Dalam posisi ini, ia memimpin proses penarikan pasukan Jepang dari Aceh dan menolak campur tangan Sekutu. Pada 17 Januari 1946, ia dianugerahi pangkat Mayor Jenderal Tituler atas jasanya dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Aceh.
Akhir Hayat dan Warisan
Di tengah konflik antara kaum ulama dan ulèëbalang (bangsawan) dalam Peristiwa Cumbok, Teuku Nyak Arif memilih untuk menyerahkan diri demi mencegah pertumpahan darah lebih lanjut. Ia wafat pada 4 Mei 1946 di Takengon akibat komplikasi diabetes. Jenazahnya dimakamkan di Lamreung, Aceh Besar, dan pada 17 September 1991, makamnya dipugar oleh pemerintah sebagai makam Pahlawan Nasional.
Penghargaan dan Peringatan
Sebagai penghormatan atas jasanya, Teuku Nyak Arif dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 9 November 1974 melalui Keputusan Presiden No. 071/TK/1974. Namanya diabadikan sebagai nama jalan protokol di Banda Aceh dan sebuah sekolah berkurikulum Cambridge, Teuku Nyak Arif Fatih Bilingual School.
Teuku Nyak Arif adalah simbol keberanian dan pengabdian tanpa pamrih. Semangatnya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat Aceh menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.
*disusun berdasarkan berbagai sumber