Porosmedia.com – Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah Subhanahu Wa Taala. Allah telah menciptakan manusia dengan berbagai potensi, namun tak sedikit manusia yang tidak memahami dirinya sendiri. Sehingga banyak dari mereka yang mempertanyakan ketentuan Allah terhadapnya. Sesungguhnya potensi yang Allah ciptakan untuk manusia memiliki fungsi dan sifatnya sendiri-sendiri. Sehingga penting bagi kita untuk memahami potensi-potensi yang diberikan oleh Allah tersebut.
Pertama : Kebutuhan Jasmani (Hajaatul Udlowiyah)
Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan paling dasar yang ada pada diri manusia. Jika seorang manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan ini, maka sangat mungkin baginya untuk mengalami kematian. Sebab kebutuhan jasmani alias hajatul udlowiyah adalah kebutuhan mendasar bagi tubuh fisik manusia. Jika kebutuhan ini tak terpenuhi, tentu tubuhnya akan kesakitan atau bahkan terluka.
Apa sajakah jenis-jenis kebutuhan jasmani itu? Kebutuhan krusial bagi tubuh kita yaitu antara lain adalah makan, minum, buang air kecil, buang air besar, dan tidur. Inilah kebutuhan-kebutuhan yang akan membahayakan kita jika tidak terpenuhi dengan benar. Sementara tubuh kita ini pada dasarnya adalah milik Allah Taala. Sehingga wajib bagi kita sebagai manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani kita dengan cara yang halal lagi baik. Supaya kita mampu mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak.
Lantas bagaimana jika kita tidak mampu memenuhi kebutuhan jasmani dengan cara yang halal lagi baik? Misalnya kita terpaksa memakan sesuatu yang haram atau syubhat. Nah tentunya untuk hal yang seperti ini akan berlaku hukum islam terhadap kita. Apakah kita berdosa atau tidak dalam hal ini tergantung pada hal-hal yang mendasari perbuatan kita atas memakan barang haram tersebut.
Jika kita melakukannya dengan sengaja, maka tentu akan ada hukuman sesuai syariat Islam. Namun bila kita melakukannya karena terpaksa dan itu pun hanya untuk memenuhi kebutuhan hajatul udlowiyah. Hanya supaya kita tidak berada dalam kondisi yang berbahaya maka akan ada rukshah (keringanan) dalam hal ini. Inilah indahnya Islam. Sebab Allah Subhanahu Wa Taala lebih memahami kelemahan makhluk-Nya daripada manusia itu sendiri.
Kedua : Gharizah (Naluri/Nafsu)
Gharizah atau naluri pada manusia ada tiga jenis. Inilah potensi yang mampu membuat manusia menjadi kuat namun juga bisa menjadi kelemahan bagi manusia. Sebab, sama seperti kebutuhan jasmani (hajaatul udlowiyah), gharizah pun wajib kita penuhi dengan cara yang halal lagi baik. Jika tidak mampu memenuhi gharizah alias naluri dengan cara yang benar, maka wajib bagi manusia untuk menahannya. Karena ketika manusia tidak memenuhi gharizah ini, tidak akan ada bahaya fisik atau kematian.
Efek dari tertahannya keinginan naluri/gharizah ini biasanya adalah kegelisahan, kegalauan, stres, dan mungkin sulit untuk tidur. Namun pada dasarnya tidak ada hal yang membahayakan secara fisik. Berbeda dengan kebutuhan jasmani yang akan membahayakan tubuh jika kita tidak memenuhinya. Sayangnya, banyak manusia yang terkadang lebih memilih untuk memuaskan gharizahnya dengan cara yang tidak benar, tidak halal dan baik. Sehingga mereka terjerumus ke dalam suatu kemaksiatan, besar maupun kecil. Apa sajakah jenis-jenis gharizah itu?
Gharizah Baqa’ (Naluri Mempertahankan Diri / Eksistensi Diri)
Naluri yang pertama adalah gharizah baqa’, alias naluri pertahanan diri/eksistensi diri. Setiap manusia secara alami memiliki naluri ini sejak lahir ke dunia. Naluri ini secara refleks mengakomodasi diri manusia untuk selalu mencari cara agar hidupnya nyaman dan eksis. Beberapa contoh perwujudan naluri ini antara lain adalah hasrat untuk eksis, ingin diakui oleh orang lain, ingin berkuasa, memiliki kebanggaan diri, menyayangi diri sendiri, merasa lebih unggul dari orang lain, merasa minder, menutup diri, ingin hidup tenteram dan damai tanpa gangguan, kenyamanan hidup, tidak ingin orang lain mengasihaninya, malu jika nama baiknya tercoreng, dan sebagainya.
Misalnya ada seorang anak yang memiliki mainan baru, maka temannya tentu akan merasa iri, menginginkan mainan yang serupa atau malah yang lebih bagus. Atau teman si anak tadi malah jadi minder dan berpikir bahwa dirinya harus menerima kondisi diri yang apa adanya. Ini adalah wujud respon gharizah baqa’ yang berbeda-beda pada setiap orang. Masing-masing merespon dengan perasaan yang paling melindungi dirinya sendiri, paling menyamankan diri.
Ketika gharizah baqa’ manusia berbenturan satu sama lain, maka tentu akan ada konflik. Entah besar atau kecil, konflik ini akan mampu memunculkan perasaan tidak puas, kesal, marah, iri, jengkel, dengki, bersalah, malu dan lain sebagainya. Wajib bagi manusia untuk menenangkan diri ketika hal seperti ini terjadi. Pikiran dan hati yang jernih akan mampu mengambil keputusan yang tepat.
Tentunya semua perasaan ini bukanlah kesalahan, sebab Allah telah menganugerahkan fitrah ini kepada manusia. Naluri ini adalah sesuatu yang wajar dan harus kita terima. Namun, untuk menyikapi hasrat tersebut, maka penting untuk belajar menahan diri agar kita tidak memuaskan naluri (gharizah) baqa’ ini dengan cara yang salah. Sebab jika demikian, kita akan terjatuh dalam kemaksiatan yang mengundang murka Allah. Setiap manusia wajib mengikuti tuntunan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam agar mampu melakukan pemuasan gharizahnya dengan cara yang benar dan baik.
Gharizah Na’u (Naluri Melestarikan Jenis / Naluri Kasih Sayang)
Gharizah na’u adalah naluri yang kedua, hasrat pelestarian jenis yang amat kuat pada diri manusia. Naluri ini menyebabkan manusia mengalami perasaan yang bernama cinta terhadap lawan jenis. Tujuan utama naluri ini adalah pelestarian jenis atau agar manusia mampu memiliki keturunan. Sehingga naluri ini mendasari seluruh tindakan manusia yang mengarah pada proses memiliki keturunan.
Maka bukan suatu hal yang aneh ketika manusia jatuh cinta atau memiliki hawa nafsu yang besar untuk melakukan hubungan seksual. Sebab begitulah cara kerja naluri pelestarian jenis ini. Naluri ini juga melandasi sikap seorang wanita yang menyayangi dan melindungi anak-anaknya. Sebab merekalah keturunan yang terlahir dari dirinya. Seluruh perasaan cinta dan kasih sayang muncul dari besarnya gharizah na’u yang dimiliki seorang manusia. Termasuk kasih sayang pada keluarga, hewan peliharaan, tanaman atau benda kesayangan, mainan, dan sebagainya.
Hanya saja, jika manusia tidak bisa melakukan pemuasan gharizah na’u ini dengan cara yang halal dan baik, maka wajib menahannya. Misalnya dengan berpuasa. Karena jika tidak, maka sudah pasti manusia itu akan melakukan suatu kemaksiatan yang bertentangan dengan aturan Allah. Contoh pemenuhan gharizah na’u yang tidak halal dan baik misalnya apa? Pacaran, FWB, hubungan tanpa status, sugar baby, pelecehan seksual, penyimpangan seksual semacam LGBTQ+, dan masih banyak lagi.
Karena itu wajib bagi kita sebagai manusia untuk melakukan pemuasan gharizah na’u dengan cara yang halal lagi baik. Yakni menikah secara sah dengan lawan jenis yang telah siap untuk melaksanakan ibadah rumah tangga bersama. Dengan demikian insyaAllah akan mendapatkan keberkahan serta keridhaan Allah yang tidak akan mungkin untuk memperolehnya jika bermaksiat.
Gharizah Tadayyun (Naluri Mengkultuskan Sesuatu / Naluri Beragama)
Naluri yang ketiga adalah gharizah tadayyun, hasrat tersembunyi dalam diri yang merasa bahwa diri ini amat kecil dan lemah. Allah Taala telah menciptakan naluri ini dalam diri manusia. Sehingga pasti manusia akan gelisah dalam hidupnya jika tidak mengkultuskan sesuatu, apa pun itu. Contoh fakta di masyarakat adalah banyaknya orang yang masih memuja klenik. Animisme dan dinamisme pun bisa termasuk ke dalam kategori pemenuhan gharizah tadayyun.
Bahkan orang yang mengklaim dirinya atheis atau tidak beragama sekalipun, sesungguhnya pasti ada sesuatu yang dikultuskan atau dipujanya. Entah apa pun itu. Bisa jadi hal tersebut adalah harta, kemewahan dunia, atau bahkan idola, seseorang yang ia cintai. Dalam hal ini, sebagian naluri tadayyunnya telah tercampur dengan gharizah na’u. Namun hal tersebut tidak mengubah fakta bahwa orang tersebut mengkultuskan sesuatu. Sebab ia tahu, dirinya amat lemah dan tak memiliki kekuasaan apapun. Bahkan ia tak mampu menolak kematian.
Namun tentu saja, Allah Taala menciptakan naluri tadayyun ini di dalam diri manusia bukan untuk menyembah atau mengkultuskan sesuatu yang lain. Gharizah ini eksis karena memiliki fungsi agar manusia bisa menyadari kebesaran Allah Taala, Dzat yang Menciptakan manusia. Ketika manusia memuaskan gharizah tadayyunnya dengan menyembah dan mengkultuskan Allah Taala saja, barulah gharizah ini telah terpenuhi fungsinya secara benar dan baik. Jika mengkultuskan tandingan selain Allah, maka tentu manusia tersebut telah berbuat kesyirikan yang nyata.
Itulah ketiga gharizah alias naluri manusia yang mampu menjadi potensi terbesar seorang manusia, namun juga bisa menjadi kelemahannya. Sehingga agar ketiganya menjadi keberkahan, manusia wajib memenuhinya dengan berpegang teguh kepada aturan Allah Taala.
Ketiga : Akal.
Potensi manusia yang terakhir adalah akal. Inilah potensi terbaik yang mampu membangkitkan kemampuan terbaik dalam diri seorang manusia. Namun jika tidak berlandaskan iman dan takwa kepada Allah Taala, maka potensi terbaik ini pun akan berbalik menjadi bumerang. Sehingga mampu menjerumuskan manusia ke dalam jurang kemaksiatan. Na’udzubillahi min dzalik.
Sejatinya Allah Taala menganugerahkan akal kepada manusia agar mampu untuk mengendalikan potensi yang pertama dan kedua, yakni hajaatul udlowiyah dan gharizah. Sebab jika kita teliti lagi, permasalahan manusia sepanjang hidupnya tidak pernah melenceng dari masalah kebutuhan jasmani dan ketiga naluri tersebut. Ketika seorang manusia mampu menggunakan akal untuk mengendalikan kebutuhan jasmani dan nalurinya sesuai aturan Allah, maka tentu kehidupannya akan mendapatkan keridhaan Allah.
Sebaliknya, ketika manusia malah membiarkan akalnya keblinger mengikuti kebutuhan jasmani dan hawa nafsu nalurinya, maka pastilah ia telah bermaksiat. Alih-alih mendapatkan keridhaan Allah, ia malah akan mendapatkan kemurkaan dan laknat Allah Taala. Astaghfirullahaladzim. Na’udzubillah.
Karena itu sangat penting bagi kita sebagai manusia untuk mengkaji islam dan memahami ilmu islam. Serta menambah maklumat sabiqoh (informasi terdahulu) kita dengan ilmu-ilmu yang mampu menambah ketakwaan kita kepada Allah Taala. Sehingga kita akan memiliki aqidah islam yang kuat dan yakin akan tujuan kita berada di muka bumi ini. Hanya dengan demikianlah kita akan mampu mengatasi setiap permasalahan yang berkaitan dengan potensi kebutuhan jasmani dan naluri manusia. Wallahu’alam bisshawwab.