Whoosh Masih Berdarah-darah? Lonjakan Penumpang Tak Menutup Beban Utang Raksasa

Avatar photo

Porosmedia.com – Menurunnya daya beli masyarakat akibat tekanan ekonomi makro, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) justru mengeklaim adanya lonjakan penumpang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang kini dikenal dengan nama komersial “Whoosh”. Namun, apakah kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini sudah mulai meraup untung? Jawabannya tampaknya belum tentu.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, secara gamblang menyampaikan keraguannya. “Saya tidak percaya. Tahun lalu saja kondisinya sangat tidak menggembirakan. Masih berdarah-darah,” ungkap Anthony saat diwawancarai di Jakarta, Minggu (13/4/2025).

Investasi Bengkak, Utang Menggunung

Anthony mengungkapkan fakta mencengangkan: biaya investasi proyek Whoosh yang semula disepakati sebesar USD 6,02 miliar, membengkak menjadi USD 7,22 miliar atau setara Rp115,5 triliun (asumsi kurs Rp16.000/USD). Lonjakan ini disebabkan oleh cost overrun sebesar USD 1,2 miliar—sebuah lonjakan yang tak bisa dianggap kecil untuk proyek seumur jagung.

Ironisnya, 75 persen dari total investasi tersebut didanai oleh utang ke China Development Bank (CDB), dengan total utang tembus USD 5,415 miliar atau sekitar Rp81,2 triliun. “Itu belum termasuk beban bunga pinjamannya,” imbuh Anthony.

Baca juga:  Kawasan Bebas Sampah: Solusi Strategis Penanganan Sampah di Kota Bandung

Jika dihitung, bunga atas investasi awal dikenakan 2 persen per tahun, sedangkan utang tambahan akibat pembengkakan biaya dikenai bunga lebih tinggi, 3,4 persen per tahun. Total beban bunga per tahun diperkirakan mencapai USD 120,9 juta atau hampir Rp2 triliun. Jumlah ini jauh melebihi pendapatan kotor dari penjualan tiket.

Pendapatan Tiket: Jauh dari Cukup

Laporan tahun 2024 menunjukkan kereta Whoosh berhasil menjual sekitar 6,06 juta tiket. Dengan asumsi harga rata-rata tiket sebesar Rp250.000, pendapatan kotor yang diraup hanya sekitar Rp1,5 triliun.

“Itu pun belum dipotong biaya operasional seperti listrik, perawatan, SDM, dan overhead lainnya. Pendapatan ini bahkan tidak cukup untuk membayar bunga utangnya, apalagi pokoknya,” kritik Anthony. Ia menyebut kondisi ini sangat berbahaya dan tidak berkelanjutan. “Ini ibarat skema Ponzi. Bila terus dipertahankan, hanya akan memperdalam krisis keuangan KCIC.”

KCIC: Lonjakan Penumpang Bukti Animo Tinggi

Di sisi lain, General Manager Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, tetap optimistis. Ia menyatakan terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah penumpang selama masa angkutan Lebaran 2025. “Lebih dari 310.000 penumpang naik Whoosh selama mudik dan balik Idulfitri 1446 H,” ujarnya dalam keterangan resmi yang dikutip Minggu (13/4/2025).

Baca juga:  Wali Kota Bandung Siapkan Program Tanggap PHK, Prioritaskan Pekerja Harian

Puncak penumpang terjadi pada 6 April 2025, dengan 23.500 orang dalam satu hari. KCIC juga menambah frekuensi perjalanan menjadi 62 kali per hari, dengan keberangkatan setiap 30 menit. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 52 perjalanan.

Meski demikian, data tersebut masih harus dikritisi. Jumlah penumpang harian yang kini berkisar 16.000–18.000 orang pada hari biasa belum cukup untuk menutup pembengkakan biaya dan bunga utang. Dalam skema bisnis transportasi skala besar, lonjakan musiman bukanlah indikator kesehatan finansial jangka panjang.

Risiko Jangka Panjang: Siapa yang Menanggung?

Kekhawatiran utama adalah risiko jangka panjang terhadap konsorsium BUMN yang menjadi bagian dari proyek ini. Bila defisit berlarut-larut dan pendapatan tak kunjung menutupi beban, maka sangat mungkin KCIC kembali mengandalkan pinjaman baru—membuka jalan ke lubang utang yang lebih dalam.

Pertanyaannya: sampai kapan publik Indonesia harus menanggung konsekuensi dari proyek mercusuar yang sejak awal penuh kontroversi ini?

Di tengah sanjungan atas kecepatan dan kemodernan kereta Whoosh, publik berhak tahu apakah lonjakan penumpang adalah langkah menuju profit, atau sekadar euforia sesaat yang menyamarkan realitas keuangan yang genting.

Baca juga:  Surat terbuka untuk Gubernur & Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih

Editor: Tim Redaksi Porosmedia
Penulis: R.M. Aksoro