Tinjau Ulang Segel Puncak, Mulyadi Desak KLH Lebih Bijak: “Kebijakan Harus Berdasar Kajian, Bukan Hantam Kromo”

Avatar photo

Porosmedia.com, Bogor – Kamis, 16 Oktober 2025, Kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menutup dan menyegel sejumlah usaha di kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor, mendapat sorotan tajam dari Anggota DPR RI, Mulyadi.

Politisi Partai Gerindra tersebut menilai langkah yang diambil KLH terkesan tergesa-gesa dan belum memperhitungkan secara matang dampak sosial maupun ekonomi terhadap masyarakat setempat.

“Saya minta kebijakan Menteri ditinjau kembali dan dilakukan kajian mendalam. Saat ini terkesan seperti langkah ‘hantam kromo’ tanpa mempertimbangkan akibat sosial-ekonominya,” ujar Mulyadi saat ditemui di Pesona Alam Resort, Kabupaten Bogor, Kamis (16/10/2025).

Menurut Mulyadi, KLH seharusnya memahami bahwa kawasan Puncak merupakan wilayah yang sangat bergantung pada sektor pariwisata dan jasa. Penutupan sejumlah hotel, restoran, dan destinasi wisata, kata dia, telah menimbulkan efek domino terhadap kehidupan ekonomi masyarakat.

“Banyak masyarakat yang dirumahkan bahkan kehilangan pekerjaan, okupansi hotel menurun drastis, petani kesulitan menjual hasil panen, dan omzet usaha ikut merosot,” ungkapnya.

Berdasarkan data yang diterima dari Pemerintah Kabupaten Bogor, Mulyadi menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami penurunan signifikan, mencapai 50–80 persen. Ia menilai angka tersebut sebagai sinyal bahaya bagi keberlangsungan ekonomi daerah.

Baca juga:  Dandim 0808 Dampingi Kunjungan Kerja Danrem 081/DSJ Di Wilayah Blitar Raya

Meski begitu, Mulyadi menegaskan bahwa dirinya tetap mendukung penegakan hukum di bidang lingkungan hidup, sepanjang dilakukan secara proporsional dan tidak menyamaratakan semua pelaku usaha.

“Kita tentu mendukung penindakan terhadap pihak-pihak yang jelas merusak lingkungan atau tidak memiliki izin. Namun, bagi pelaku usaha yang berizin dan telah memenuhi ketentuan, seharusnya dibina, bukan diberi sanksi berlebihan. Mereka juga berkontribusi besar terhadap lapangan kerja dan PAD,” tegasnya.

Kekhawatiran Mulyadi terutama tertuju pada ribuan warga lokal yang kehilangan mata pencaharian. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak memposisikan pelaku usaha wisata dan masyarakat sebagai pihak yang berseberangan dengan upaya pelestarian lingkungan.

Sebagai langkah tindak lanjut, Mulyadi mengaku telah melaporkan kondisi ini kepada pimpinan DPR RI, Komisi terkait, hingga menyampaikan informasi langsung ke pihak Istana melalui Sekretaris Pribadi Presiden dan Sekjen Partai Gerindra.

Ia juga menyebut telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, yang menurutnya berkomitmen untuk meninjau kembali kebijakan penutupan dan lebih fokus pada pembinaan. Bahkan, sekitar 11 hingga 15 hotel dilaporkan sudah kembali beroperasi.

Baca juga:  Habis Mulyono, Terbitlah Mulyadi: dari Panggung Media Sosial ke Panggung Kekuasaan

Untuk menampung aspirasi masyarakat, Mulyadi telah membuka posko pengaduan dan aspirasi warga di kawasan Puncak.

“Kalau aspirasi masyarakat tidak ditampung, bisa muncul gejolak sosial. Sudah ada spanduk dan rencana aksi di lapangan. Ini harus diantisipasi dengan dialog,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Mulyadi menegaskan bahwa kawasan Puncak bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga sumber kehidupan bagi ribuan warga.

“Kami menghargai upaya pemerintah menjaga kelestarian lingkungan. Tapi penegakan hukum harus proporsional dan tidak mematikan ekonomi masyarakat. Puncak ini bukan hanya tempat wisata, melainkan sumber penghidupan,” tutupnya.