Saresehan Kemunham dan Boma Jabar sepakati tidak Abaikan Kekayaan Intelektual Komunal

Avatar photo

Porosmedia.com, Kab. Bandung – dibuka dengan Puisi Padabur Alam  dari Kang Dadang salah satu peraih Muri tentang puisi kepedulian lingkungan yang salah satu karyanya di tahun 2010 pernah di tanda tangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pembacaan puisi tersebut, di bacakan dengan khidmat pada acara Pinton Ajen yang diusung Baresan Olot Masyarakat Adat (Boma) sebagai Duta Sawala Eka Santosa, di Alam Santosa Ekowisata dan Budaya, Jalan Pasir Impun, Kab. Bandung, Senin – Selasa (22-23 /07/2024)

Tema acara yang digelar di nuansa alam ini bertema Kehadiran Negara Dalam Menjaga Eksistensi Masyarakat Adat & Perlindungan Terhadap Hasil Cipta Sebagai Warisan Budaya Bangsa Serta Upaya Melestarikan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Berbangsa dan Bernegara.

Eka Santosa selaku Ketua Boma dan Owner Alam Sentosa dalam pembukaan acara menyampaikan kepada Olot di tataran Sunda Jabar dan seluruh karyawan Kementerian Hukum dan HAM khususnya di wilayah Jawa Barat bercerita tentang kedekatannya dengan Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D. sebagai  politisi Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia dua periode.

Cerita Eka yang bangga kedekatannya dengan Yasonna Hamonangan Laoly asal Nias ini sangat memahami tentang kekayaan budaya dan kearifan lokal Indonesia. Perjuangannya saat ini tentang melindungi dan mendampingi intelektual komunal dengan kemasan yang sangat inspiratif hingga kini.

Baca juga:  BNPT Luncurkan Warung NKRI Digital di Klaten

“Selain kesamaan ideologi politik “merahnya dada” dengan Yosanna, bercerita dibawah pohon yang ada di Alam Santosa tentang keinginan yang sama berjuang terhadap masyarakat adat di seluruh Indonesia. Hingga Eka Santosa pernah diberikan penghargaan oleh masyarakat adat Nias asal kelahiran Yosanna.

Awal disitulah Eka Santosa menuntun dan mendampingi Masyarakat kampung Adat dan Olot di Jawa Barat untuk tetap menjaga kelestarian dan adat istiadat masyarakat Olot yang bisa mengemas dengan menciptakan produk atau karya Intelektual komunal.

Inilah penghargaan dari negara, lanjut Eka kepada dulur dulur masyarakat adat yang hadir dari Kab. Pangandaran, Kota Banjar, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Garut,  Kab. Bogor, Kab. Bandung dan para kaum dalam masyarakat Adat dalam di suku-suku kesundaan.

Hingga ada cerita, masih kata Eka, di satu wilayah kaum adat kampung dukuh, kampung naga dan Baduy kepada siapapun para pejabat yang datang tidak boleh menggunakan pakaian dinasnya. Karena saking merasa santun dan hormat kepada alam, masyarakat adat selalu meminta untuk membuka pakaiannya dan memakai kebiasaan masyarakat adat tersebut, dimana memasuki wilayahnya, ini “Kagunturan Madu” para dulur, terang Eka kepada para undangan.

Baca juga:  Yayasan BMA: Dongkrak Permasalahan Perkembangan Musik Di Kota Bandung

Ada istilah falsafah “Nu Panjang Tong Di Tektek Nu Pondok Tong Disambung, ujar Eka, artinya jangan abai pada karya adat masyarakat. Justru saatnya harus dikemas dalam kebudayaan intelektual. Dan ini dipelopori saat peristiwa Sumpah Pemuda, oleh Bung Tomo. Jika masyarakat adat sudah konsisten untuk memperkuat NKRI dalam pedoman Pancasila sebagai Ideologi bangsa Indonesia.

Sementara itu, ditempat yang sama Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat (Kakanwil Kemenkumham Jabar) Masjuno pada kesempatan pembukaan acara Saresehan Masyarakat Adat Jabar yang didampingi oleh ketua pelaksana Kepala Divisi Hukum dan HAM Andita Alelangi.

Dengan gurau dan canda ringan Masjuno naskah pidatonya di tutup, tidak dibaca karena kagum dengan acara yang selama ini selalu di hotel berbintang. Sekarang lebih natural di alam yang sangat sejuk dan asri. Bahkan kata Masjuno baru kali ini menyanyikan lagu Indonesia Raya sangat bergetar pada hati Masjuno.

Kata Masjuno, ada 35 hak Intelektual Komunal di Kementerian Hukum dan HAM dan di Jabar sudah diakui Hak Intelektual komunal nya adalah Batik Cengklungan dan Kopi Preanger. Dan kami memberikan pembekalan Urgensi kepada masyarakat sebagai tugas bangsa dan negara.

Baca juga:  Terjadi Kerumunan Massa Ditengah Kasus Covid-19 Capai 600 Orang di Purwakarta, Satgas Kecolongan?

Sebelumnya, kenapa Masjuno ingin diakui sebagai asli orang Jawa Barat karena ada darah ibunya dari Bogor. ingin diakui sebagai orang Sunda, Karena dengan adanya puisi kang Dadang  ini sudah menyimpulkan kebesaran Jawa Barat dan sikap “Prak, Prek, Prok” yang harus diaplikasikan oleh seluruh staf Kemunham khusus di wilayah Jabar.

Jujur, lanjut Masjuno ‘takut dengan falsafah masyarakat adat, karena mereka lebih paham dan komitmen terhadap budaya leluhur. Maka dari itu kaum mileniaal sekarang jangan bangga dengan kemampuannya sekarang. Tanpa kebudayaan leluhur karya anda tidak ada apa-apanya. Minimalnya tetap harus dihargai bidaya leluhur.

Contoh, Jawa Barat sebagai gudang Seni sangat lengkap pesannya. Seperti di panggung Saresehan ini. Ada buah kelapa, Pohon Padi, Jantung Pisang ini adalah makna kehidupan semuanya, ujar Masjuno sambil bercanda kehadiran dirinya di Alam Santosa atas kebaikan dan adat kedekatan Eka Santosa dengan Mentri saya yaitu Yasonna Hamonangan Laoly disambut tepuk tangan dari semua yang hadir.