Raharti: Kartini Gerilya yang Ditembus 28 Peluru Demi Merdeka

Tragedi di Malam Isya: Keteguhan Seorang Ibu Bangsa Menolak Mengkhianati Tanah Air

Avatar photo

Porosmedia.com, Medan – Sejarah Republik Indonesia menyimpan banyak kisah kepahlawanan yang tak tertulis dalam buku pelajaran. Salah satunya adalah sosok pejuang wanita bernama Raharti, yang keberaniannya melampaui batas naluri manusia biasa. Di tengah situasi genting perang gerilya melawan penjajah Belanda pada tahun 1949, Raharti memilih mempertahankan kehormatan dan rahasia bangsa meski harus menanggung derita ditembus 28 butir peluru.

Istri Seorang Pejuang, Penopang Logistik Gerilya

Raharti dikenal sebagai istri seorang Letnan Dua Tentara Republik yang aktif di garis depan perlawanan. Namun peran Raharti jauh melampaui statusnya sebagai pendamping prajurit. Ia menjadi “urat nadi logistik” yang menggerakkan pasokan pangan dan informasi bagi pasukan gerilya di wilayah pedalaman.

Dengan penyamaran sederhana sebagai perempuan desa pembawa bahan makanan, Raharti melintasi batas wilayah yang diawasi ketat pasukan kolonial. Ia menjalani tugas berisiko tinggi, menyusup di antara patroli musuh demi memastikan rekan-rekan pejuang di hutan tidak kekurangan suplai dan kabar.

Malam Penangkapan: Ketika Ibadah Berubah Menjadi Tragedi

Baca juga:  Larry Mullen Jr.: Sang Jantung Ritme U2 yang Menggetarkan Dunia

Tragedi terjadi pada malam 21 April 1949, bertepatan dengan waktu salat Isya. Saat suasana kampung hening, rumah Raharti tiba-tiba digedor dan didobrak oleh satu peleton tentara Belanda. Ia tengah menunaikan salat ketika para serdadu bersenjata lengkap memasuki rumahnya.

Pencarian dokumen dan informasi berlangsung brutal. Beberapa kesaksian dalam arsip sejarah menyebutkan adanya upaya pelecehan oleh salah satu perwira penjajah, yang kemudian ditolak tegas oleh Raharti. Dalam kepanikan dan kehormatan yang terancam, ia melawan sekuat tenaga sebelum akhirnya tertangkap kembali oleh pasukan bersenjata di luar rumah.

Interogasi dan Ujian Keberanian

Raharti dibawa untuk diinterogasi secara keras. Para serdadu menuntut agar ia mengungkap lokasi markas pasukan gerilya Republik serta nama-nama perwira yang terlibat. Namun Raharti tetap bungkam. Ia menyadari bahwa satu kata yang keluar dari mulutnya akan menjerumuskan ratusan pejuang ke dalam bahaya.

Dalam diam yang penuh penderitaan itu, Raharti mempertahankan prinsip dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari perjuangan bangsa. Ia memilih menanggung siksaan sendirian — tanpa sedikit pun mengkhianati rahasia perjuangan.

Baca juga:  Memori Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Suroso Hadi Siswoyo, M.Si. Yang Selalu Berbagi Ilmu

28 Peluru dan Takbir Terakhir

Kemarahan pasukan Belanda memuncak. Dalam aksi brutal, mereka menembakkan rentetan peluru ke arah tubuh Raharti. Sebanyak 28 butir timah panas menembus tubuhnya. Suara tembakan menggema di malam sunyi, disusul takbir lirih yang menjadi napas terakhir perjuangan Raharti: “Allahu Akbar.”

Namun keajaiban terjadi — Raharti tidak langsung gugur. Ia selamat dari eksekusi, meski menderita luka parah dan kehilangan kemampuan berjalan. Luka-luka itu ia tanggung hingga akhir hayatnya, sekitar tahun 1957, dengan keteguhan dan kebanggaan sebagai seorang pejuang Republik.

Penghormatan Negara dan Warisan Abadi

Atas jasa luar biasanya dalam perang gerilya 1945–1949, Presiden Soekarno secara resmi menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Gerilya kepada Raharti pada 10 November 1961. Penghargaan ini menjadi bukti sah bahwa perjuangan seorang perempuan dari desa telah diakui sebagai bagian dari fondasi kemerdekaan Indonesia.

Raharti dikenang sejajar dengan para pahlawan besar seperti Jenderal Soedirman dan Cut Nyak Dien — simbol keberanian perempuan Indonesia yang mempertaruhkan segalanya untuk bangsa.

Baca juga:  Mengenang Tokoh Radio dan Pers Wan Abas

Catatan Sejarah dan Arsip Sumber

Arsip Surat Kabar Langka Salemba (SKALA-Team), Perpustakaan Nasional RI, yang memuat kisah Raharti dalam Majalah Mutiara, edisi 2 Januari 1985.

Keputusan Presiden Soekarno (10 November 1961) tentang Penganugerahan Bintang Gerilya.

Catatan Veteran dan Historiografi Perempuan Indonesia, yang menempatkan Raharti sebagai salah satu figur penting dalam perjuangan logistik dan intelijen masa revolusi.

 

Raharti dalam Ingatan Bangsa

Kisah Raharti bukan sekadar catatan sejarah, tetapi cermin dari semangat “Kartini di medan tempur.” Ia membuktikan bahwa perjuangan kemerdekaan tidak hanya ditulis oleh mereka yang mengangkat senjata, tetapi juga oleh mereka yang memilih diam demi menjaga rahasia, menahan derita demi harga diri, dan mengorbankan segalanya demi kata suci: Merdeka.