Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota Bandung kembali mendorong percepatan reformasi administrasi kependudukan (adminduk) melalui peluncuran tiga inovasi layanan dan percepatan digitalisasi Identitas Kependudukan Digital (IKD). Dua agenda besar ini dipresentasikan dalam Rapat Koordinasi Data Kependudukan dan Disdukcapil Awards 2025 yang digelar di The Papandayan Hotel, Senin (24/11/2025).
Di tengah meningkatnya tuntutan efektivitas pelayanan publik, langkah Pemkot Bandung menarik perhatian karena tidak hanya menargetkan efisiensi administratif, tetapi juga kolaborasi lintas lembaga yang selama ini kerap berjalan parsial.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung memperkenalkan tiga inovasi yang diklaim mampu mempercepat penerbitan dokumen adminduk dan memotong waktu tunggu masyarakat, yaitu:
1. Pelana — Pelayanan Adminduk di Tempat Persalinan
Melalui Pelana, orang tua yang melahirkan di fasilitas kesehatan tidak lagi harus berpindah tempat untuk mengurus Akta Kelahiran, Kartu Keluarga (KK), dan Kartu Identitas Anak (KIA).
Sebanyak 100 fasilitas kesehatan telah bergabung, mulai dari rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas Poned hingga praktik bidan.
Inovasi ini secara strategis meminimalkan risiko bayi tidak tercatat secara resmi, masalah klasik yang selama ini menyebabkan tumpang tindih data kependudukan.
2. Kompak Kang — Kolaborasi dengan Kantor Urusan Agama
Melalui kerja sama dengan KUA di 30 kecamatan, pasangan yang baru menikah otomatis mendapatkan KK baru tanpa perlu mendatangi kantor kecamatan atau kantor Disdukcapil.
Layanan ini menjadi upaya mendorong ketertiban administrasi keluarga sejak awal, sebuah aspek yang selama ini sering diabaikan karena proses administratif yang berbelit.
3. Siap Pa — Sistem Integrasi dengan Pengadilan Agama
Tidak hanya mengakomodasi warga dalam momen bahagia, Disdukcapil juga menghadirkan layanan bagi warga yang menyelesaikan proses perceraian di Pengadilan Agama.
Setelah putusan, KK baru dapat langsung diterbitkan melalui integrasi data—mengurangi potensi data tidak mutakhir yang kerap mengganggu akses layanan sosial berikutnya.
Ketiga inovasi tersebut muncul sebagai jawaban atas persoalan klasik: lambatnya pemutakhiran data adminduk yang berimbas pada layanan kesehatan, bantuan sosial, hingga hak pilih warga.
Dalam forum yang sama, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan pentingnya percepatan Identitas Kependudukan Digital (IKD).
Ia mengingatkan bahwa digitalisasi bukan sekadar tren, tetapi bagian dari perlindungan warga dari kejahatan berbasis data.
“Target 30 persen belum tercapai, dan ini harus dikejar. IKD menjadi pertahanan terbaik dari potensi kejahatan digital,” tegas Farhan.
Ia juga menyoroti bahwa administrasi kependudukan adalah fondasi kehadiran negara yang adil, tanpa membedakan status sosial maupun tingkat ekonomi.
Contoh konkret adalah pendataan 40 penyandang disabilitas mental terlantar yang kini memiliki NIK dan KTP sehingga dapat mengakses hak dasar dari pemerintah.
Namun di sisi lain, realisasi IKD masih menghadapi hambatan teknis dan kesenjangan digital di masyarakat—sebuah tantangan yang tidak disebutkan secara gamblang dalam forum tetapi nyata dalam implementasi layanan digital di lapangan.
Kepala Disdukcapil Kota Bandung, Tatang Muchtar, mengakui bahwa melayani penduduk hampir 2,6 juta jiwa bukan tugas sederhana.
Karena itu, penyebaran titik layanan, kolaborasi dengan KUA, perbankan, rumah sakit dan lembaga publik lainnya menjadi strategi untuk menghindari bottleneck pelayanan.
Disdukcapil juga memberikan apresiasi kepada kecamatan dan OPD yang dinilai konsisten mendukung percepatan pelayanan adminduk, termasuk kategori perekaman KTP-el, penerbitan akta kelahiran, penerbitan KIA, aktivasi IKD, akses pemanfaatan data, hingga pelaporan tepat waktu.
Meski apresiasi diberikan, tantangan sesungguhnya justru ada pada konsistensi kinerja pasca-pemberian penghargaan—apakah daya dorongnya berlanjut atau berhenti sebagai simbolik tahunan.
Jika dilihat dari struktur kebijakannya, arah Pemkot Bandung cukup progresif.
Namun pertanyaan kritisnya tetap sama:
Apakah inovasi ini benar-benar mempercepat pelayanan di tingkat paling bawah?
Sebab selama ini, persoalan adminduk seringkali bukan pada konsep inovasi, tetapi pada eksekusi teknis, kesiapan SDM, dan kepastian integrasi data.
Peluncuran tiga inovasi dan dorongan IKD hari ini menandai babak baru reformasi adminduk di Kota Bandung—sebuah langkah yang patut diapresiasi namun tetap perlu pengawasan publik agar tidak hanya berhenti pada klaim inovasi, tetapi benar-benar menjangkau warga secara merata dan efektif.







