Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota Bandung menyatakan dukungan penuh terhadap pelatihan pengelolaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang digelar di Politeknik Pariwisata (Poltekpar) NHI Bandung sebagai bagian dari penguatan program strategis nasional Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pelatihan ini diikuti oleh 1.600 siswa Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dan berlangsung sejak 11 hingga 24 Juni 2025. Program ini diinisiasi oleh pemerintah pusat dan melibatkan lintas kementerian, termasuk Kementerian Pariwisata, Kementerian Pertahanan, Badan Gizi Nasional, serta pemerintah daerah.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, hadir langsung mendampingi Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, dan Rektor Universitas Pertahanan Letjen TNI (Purn) Anton Nugroho untuk meninjau jalannya pelatihan pada Rabu (18/6).
Dalam keterangannya, Erwin menegaskan komitmen Pemkot Bandung untuk mengawal program ini secara serius.
“Kami mendukung penuh seluruh kebijakan pusat, mulai dari penyediaan lahan, fasilitas, hingga kebijakan teknis di lapangan. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada eksekusi, pengawasan, dan kesiapan sumber daya manusia,” ujar Erwin.
Erwin menyoroti pentingnya kualitas pelatihan yang tidak hanya melibatkan teknis memasak, tetapi juga kemampuan manajemen dapur dan tanggung jawab sosial.
“Saya menyaksikan langsung proses memasak dan penyajian. Profesional, bersih, dan sistematis. Tapi yang lebih penting adalah memastikan para kepala dapur ini bisa menjamin output gizi yang aman dan sehat bagi masyarakat,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa saat ini Kota Bandung memiliki 37 unit SPPG aktif yang tersebar di berbagai wilayah. Pelatihan ini diharapkan menjadi momentum peningkatan standar operasional, terutama pascakejadian-kejadian sebelumnya yang sempat menimbulkan kekhawatiran publik soal keamanan pangan.
“Kami tidak ingin ada kasus keterlambatan, makanan basi, atau gizi tidak tercukupi seperti yang pernah terjadi. Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan kami tugaskan untuk mengawasi penuh,” tambahnya.
Lebih jauh, Erwin menyebut dapur SPPG bukan sekadar fasilitas memasak, melainkan bagian vital dari sistem ketahanan pangan dan sosial kota.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan pentingnya peran dapur sebagai titik awal ketahanan nasional.
“Dapur bukan hanya tempat memasak. Di sinilah semangat pelayanan, manajemen, dan ketahanan dimulai. Kami di Kemenparekraf hadir untuk memastikan kualitas pelatihan berjalan sesuai standar tinggi,” ujarnya.
Menurut Widiyanti, pelatihan ini juga menjadi bentuk nyata dari kolaborasi kementerian dalam menjabarkan visi besar Presiden Prabowo Subianto, yakni pembangunan manusia Indonesia yang sehat, kuat, dan unggul.
Sementara itu, Rektor Poltekpar NHI Bandung, Anwari Masatip, menyampaikan bahwa pelatihan menggunakan pendekatan competency-based learning, yang mencakup seleksi bahan baku, teknik pengolahan, penyajian, hingga food safety management.
“Pelatihan ini bukan seremonial. Kami bentuk calon pemimpin dapur yang paham mutu, efisiensi, dan tanggung jawab sosial,” jelasnya.
Letjen TNI (Purn) Anton Nugroho dari Universitas Pertahanan menambahkan bahwa pendekatan ini juga bagian dari strategi penguatan ketahanan nasional berbasis gizi.
“Kami percaya gizi anak bangsa adalah fondasi kekuatan negara. Universitas Pertahanan hadir sebagai bagian dari upaya membangun manusia tangguh sejak dari dapur,” ujarnya.
Sedangkan Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa pelatihan ini menjadi langkah korektif dan preventif.
“Kita tidak ingin MBG hanya jadi program populis yang bermasalah dalam pelaksanaan. Kami ingin kualitas, keamanan, dan keberlanjutan. Setiap kepala dapur harus punya tanggung jawab profesional dan moral,” pungkas Dadan.
Pelatihan ini bukan semata penguatan keterampilan dapur, tetapi investasi sosial jangka panjang. Diharapkan output pelatihan ini menciptakan transformasi nyata di lapangan: mulai dari peningkatan kualitas layanan gizi, pencegahan stunting, hingga terbentuknya sistem pangan kota yang tahan krisis.