Porosmedia.com, Bandung – Gejolak perlawanan dari akar rumput kembali bergema di Kota Bandung. Kali ini datang dari jantung ekonomi rakyat—para pedagang tradisional. Di bawah payung Solidaritas Pedagang Tradisional Kota Bandung (SPTKB), ratusan pedagang akan menggelar aksi damai pada Kamis, 19 Juni 2025, menuntut hak dasar yang tak kunjung direalisasikan: relokasi, keadilan harga los, dan transparansi hukum atas proyek mangkrak.
Berdasarkan surat pemberitahuan resmi bernomor 02/SP-SPTKB/V/2025, aksi ini akan melibatkan sekitar 500 pedagang yang akan melakukan long march dari Pasar Suci Cihaurgeulis menuju tiga titik sentral kekuasaan: Kantor Perumda Pasar Juara, Inspektorat Daerah Kota Bandung, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar).
Dalam pernyataannya, Iwan Suhermawan, penanggung jawab aksi, menegaskan bahwa persoalan utama adalah ketidakjelasan nasib para pedagang Pasar Cihaurgeulis. Sejak pasar tersebut mangkrak sejak 2017, ratusan pedagang terdampak kehilangan tempat usaha dan pendapatan. Ironisnya, pembangunan kembali pasar itu telah memakan waktu bertahun-tahun namun tak kunjung tuntas.
“Sudah terlalu lama kami digantung, seolah tidak ada itikad baik dari pemerintah kota maupun Perumda Pasar Juara,” kata Yudi, salah satu koordinator lapangan saat dihubungi.
Lebih lanjut, pedagang juga menuntut agar harga jongko atau los yang akan diberlakukan setelah relokasi tidak mencekik. “Bukan hanya relokasi, tapi harga los harus terjangkau. Kami bukan investor, kami rakyat kecil,” ucap Candra, koordinator lapangan lainnya.
Salah satu tuntutan paling tajam adalah permintaan agar Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengusut secara transparan dan hukum atas proyek mangkrak Pasar Cihaurgeulis. Proyek yang semestinya menjadi titik pemulihan ekonomi rakyat ini justru terkesan ditelantarkan. Pembangunan yang seharusnya selesai dalam dua tahun, kini sudah melewati batas waktu tujuh tahun tanpa kejelasan arah.
SPTKB menilai, ada potensi pelanggaran hukum dan dugaan permainan anggaran dalam proyek ini. Namun hingga kini, tak satu pun pihak berwenang yang menyampaikan hasil audit atau investigasi ke publik.
“Kami minta Kejati jangan hanya diam. Jika ada korupsi, tindak tegas. Jika tidak ada, buka saja secara transparan. Ini menyangkut nasib rakyat,” ujar Dandi, koordinator aksi lainnya.
Di tengah tuntutan para pedagang, Perumda Pasar Juara selaku pengelola pasar justru dinilai abai terhadap aspirasi mereka. Penetapan harga los yang direncanakan disebut-sebut memberatkan pedagang lama, karena cenderung memberi prioritas kepada pedagang baru atau pihak luar yang diduga memiliki “jalur belakang”.
Sementara itu, Inspektorat Kota Bandung, lembaga yang semestinya menjadi pengawas internal pemerintah, dituding gagal menjalankan fungsinya dalam mengawal pembangunan pasar rakyat yang transparan dan akuntabel.
“Kami ini bukan melawan. Tapi kami ingin didengar dan diperlakukan adil. Pemerintah jangan tutup mata,” tegas Iwan Suhermawan dalam surat terbuka yang dilampirkan dalam pemberitahuan aksi.
Dalam pemberitahuan resmi ke Polrestabes Bandung, SPTKB menegaskan bahwa aksi ini akan berlangsung secara damai, tertib, dan sesuai hukum. Mereka juga akan membentuk tim keamanan internal untuk menjaga kelancaran demonstrasi.
Namun di balik nada damai itu, tersimpan kemarahan kolektif yang telah lama membara. Para pedagang yang dulu disebut pahlawan ekonomi rakyat justru kini merasa dikorbankan demi kepentingan elite dan agenda proyek tak jelas.
“Kalau pemerintah tak segera jawab, kami akan datang lagi dengan jumlah lebih besar,” tutup Yudi.