Pasar Ciroyom Bandung di Persimpangan Jalan: Antara Kepentingan Ekonomi, Aspirasi Pedagang, dan Ketidaksinkronan Penguasa

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Di jantung barat Kota Bandung, Pasar Ciroyom berdiri sebagai denyut nadi ekonomi rakyat yang telah beroperasi puluhan tahun. Namun, di balik hiruk-pikuk aktivitas niaga harian, pasar ini tengah berada dalam kondisi dilematis yang kompleks. Tarik-menarik kepentingan antara pedagang, investor, pengelola, dan pemerintah kota menciptakan konflik terbuka maupun diam-diam yang membuat pembenahan pasar justru semakin kabur arahnya.

Aspirasi Pedagang: Forum yang Banyak, Suara yang Terpecah

Saat ini, terdapat lebih dari lima forum atau perkumpulan pedagang yang masing-masing membawa narasi dan tuntutan berbeda. Beberapa mendesak peremajaan total infrastruktur pasar dengan dukungan investor, sementara lainnya khawatir revitalisasi justru mengancam eksistensi pedagang kecil dan menengah. Aspirasi mereka belum menemukan kanal yang memadai untuk disalurkan secara kolektif dan konstruktif.

“Yang kami inginkan sederhana: keamanan berjualan, fasilitas yang layak, dan keterlibatan aktif dalam setiap keputusan. Tapi yang datang malah perpecahan dan suara kami terbelah,” ujar salah satu ketua forum pedagang yang enggan disebutkan namanya.

Perumda Pasar: Dilema di Tengah Kepungan Tekanan

Perumda Pasar Kota Bandung sebagai pengelola resmi berada dalam posisi serba sulit. Di satu sisi mereka dituntut melakukan pembenahan fasilitas dan sistem tata kelola, sementara di sisi lain mereka dibebani ekspektasi untuk tidak menyakiti para pedagang yang menggantungkan hidup di sana.

Baca juga:  Pemkot Cimahi Gelar Tabligh Akbar untuk Memperingati Bulan Bakti Pengurangan Resiko Bencana Nasional 2023

“Kami paham betul bahwa ada kebutuhan mendesak untuk revitalisasi, tapi kami juga tidak ingin proses ini menjadi proyek yang menyingkirkan masyarakat pasar. Ini bukan soal bangunan, ini soal hajat hidup banyak orang,” ujar salah satu pejabat Perumda yang diwawancarai Porosmedia secara off the record.

Intervensi Pihak Eksternal: Perbaruan atau Provokasi?

Belakangan, berbagai kelompok dari luar lingkungan pasar – mulai dari LSM, organisasi kemasyarakatan, hingga pengamat urban – turut meramaikan wacana pembenahan Pasar Ciroyom. Sayangnya, tak semua intervensi bersifat solutif. Beberapa justru menyulut konflik horizontal antar-pedagang, memanfaatkan keresahan mereka untuk agenda lain yang tidak berhubungan langsung dengan pasar.

“Ada yang datang bawa proposal, ada yang hanya menyebar hoaks, bahkan ada yang menyudutkan pemerintah tanpa solusi konkret. Ini memecah perhatian dan mengaburkan masalah utama,” kata seorang tokoh masyarakat setempat.

Investor: Tarik Ulur di Tengah Ketidakpastian

Sementara itu, pihak investor swasta yang sempat menyatakan ketertarikan untuk merevitalisasi pasar kini cenderung tarik-ulur. Beberapa menilai situasi di lapangan terlalu sensitif dan tidak kondusif untuk investasi jangka panjang. Belum lagi absennya kejelasan sikap dari Pemerintah Kota Bandung menambah ketidakpastian dalam perencanaan investasi.

Baca juga:  MES : Ekosistem Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia Harus Dikembangkan

“Mereka ingin ROI (Return on Investment) yang jelas, tapi ketika pihak pemerintah saja tidak satu suara, bagaimana mereka bisa melangkah?” ungkap seorang analis ekonomi perkotaan.

Pemerintah Kota Bandung: Tidak Sinkron, Tidak Tegas

Di tengah semua itu, Pemerintah Kota Bandung tampak belum menunjukkan konsistensi arah kebijakan. Wali Kota dan Wakil Wali Kota seakan berjalan di rel berbeda. Isu revitalisasi Pasar Ciroyom yang semestinya menjadi prioritas pembangunan kota justru tenggelam oleh kepentingan politik, pencitraan, dan pendekatan sektoral yang tidak terpadu.

Ketiadaan satu visi antara dua pemegang kekuasaan eksekutif di tingkat kota ini memperburuk kebingungan di lapangan. Pedagang kehilangan arah, pengelola kebingungan, dan investor semakin menjauh.

Saatnya Berpikir Solusi, Bukan Sekadar Reaksi

Beberapa pengamat tata kota dan pemerhati ekonomi kerakyatan telah menyuarakan pentingnya pendekatan holistik dan partisipatif dalam menata kembali Pasar Ciroyom. Mereka menekankan bahwa revitalisasi bukan hanya soal fisik bangunan, tetapi juga soal pemihakan terhadap ekonomi informal, keberlanjutan sosial, dan tata kelola yang adil.

Baca juga:  ‎Ciroyom Membara: Ketika Suara Pedagang Diabaikan Demi Proyek Seremonial

“Yang dibutuhkan bukan sekadar pembangunan ulang, tetapi restrukturisasi total dengan basis dialog dan data. Harus ada transparansi, keberpihakan pada rakyat kecil, dan kemauan politik yang tulus,” ujar Harri, Pengamat Kebijakan Publik di Kota Bandung.

Antara Kepentingan dan Keadilan Sosial

Pasar Ciroyom hari ini adalah cermin dari banyak pasar tradisional di Indonesia: tercekik di antara kepentingan elit, ditarik oleh suara yang tercerai, dan ditinggalkan oleh kebijakan yang lamban. Apakah Pasar Ciroyom akan dibenahi untuk kesejahteraan, atau justru menjadi korban dari agenda-agenda sektoral, semuanya kini berada di tangan para pengambil keputusan.

Jika tidak ada keberanian untuk mengakui realitas dan melibatkan semua pihak secara jujur, maka Pasar Ciroyom hanya akan menjadi episode lain dari kegagalan manajemen urban—sebuah simbol kealpaan kolektif terhadap hajat hidup rakyat kecil di tengah kota.