Budaya  

Pancasila Bukan Sekadar Wacana, Tapi Jalan Hidup Bangsa

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan pusaran globalisasi, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan kembali menegaskan bahwa Pancasila bukanlah sekadar seremonial atau hafalan masa sekolah, melainkan harus dihidupkan sebagai prinsip hidup kolektif bangsa Indonesia.

Dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Plaza Balai Kota Bandung, Minggu pagi (1/6), Farhan mengingatkan bahwa nilai-nilai luhur Pancasila adalah fondasi ideologis yang harus membimbing setiap langkah pembangunan dan arah kebijakan nasional.

“Pancasila bukan hanya untuk dihafal, tapi harus diamalkan. Inilah warisan ideologis bangsa yang tak boleh redup di tengah zaman yang cepat berubah,” tegasnya.

Menurut Farhan, dari sila pertama hingga kelima, Pancasila memuat nilai-nilai universal yang relevan di segala zaman: Ketuhanan yang inklusif, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan yang kokoh, Demokrasi yang beretika, hingga Keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pernyataan ini disampaikan dalam konteks agenda besar nasional menuju Indonesia Emas 2045. Pemerintah pusat, kata Farhan, telah menetapkan Asta Cita — delapan prioritas nasional — dengan salah satu fokus utama adalah penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Baca juga:  Memperjuangkan Kemerdekaan Palestina Adalah Janji Sejak KAA 1955!

“Pembangunan tanpa arah ideologi hanya akan menjadi mesin yang dingin. Kemajuan tanpa nilai bisa melahirkan ketimpangan dan keterasingan,” ucapnya.

Empat Pilar Revitalisasi Nilai Pancasila

Farhan merinci empat pendekatan konkret yang perlu diadopsi untuk membumikan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat:

1. Pendidikan Sejak Dini:
Penanaman nilai Pancasila harus dimulai dari ruang kelas. Bukan hanya sebagai teori pelajaran, tapi menjadi budaya hidup di sekolah-sekolah.

2. Birokrasi yang Melayani:
Wajah Pancasila harus tampak dalam tata kelola pemerintahan yang adil, transparan, dan mengabdi pada rakyat – bukan pada kepentingan politik jangka pendek.

3. Ekonomi yang Berkeadilan:
Pertumbuhan ekonomi tidak boleh eksklusif. UMKM, ekonomi rakyat, dan pelaku usaha kecil harus menjadi tulang punggung pembangunan yang inklusif.

4. Ruang Digital yang Bermoral:
Dunia digital tak boleh menjadi ladang kebencian. Literasi digital, empati, dan etika harus menjadi tameng terhadap hoaks dan ujaran kebencian.

Farhan juga mengapresiasi peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam menyebarluaskan pemahaman dan implementasi Pancasila melalui pelatihan, pendidikan ASN, dan kurikulum sekolah. Namun, ia mengingatkan bahwa tugas membumikan Pancasila tidak bisa dibebankan hanya kepada satu lembaga.

Baca juga:  Kalau Bukan Keturunan Nabi, Mengapa Mereka yang Jadi Raja?

“Ini adalah tugas kolektif. Dari pusat sampai daerah, dari ulama sampai pelajar, dari rakyat sampai pejabat — semua punya tanggung jawab moral yang sama,” serunya.

Makna Pancasila di Tengah Arus Zaman

Menutup pesannya, Farhan mengajak seluruh masyarakat Kota Bandung dan bangsa Indonesia untuk memaknai Hari Lahir Pancasila secara mendalam, bukan hanya sebagai agenda tahunan.

“Jadikan Pancasila bukan sekadar simbol, tapi panduan bersikap dan inspirasi bertindak. Kita ingin Indonesia dikenal bukan hanya karena kekuatan ekonominya, tapi karena keluhuran budinya,” ujarnya.

Peringatan Hari Lahir Pancasila kali ini bukan hanya momentum refleksi, tapi ajakan untuk konsisten menanamkan nilai-nilai luhur dalam setiap aspek kehidupan — dari rumah, sekolah, kantor, hingga ruang digital.

Redaksi Porosmedia.com
Kebenaran tak butuh panggung, tapi keteguhan sikap.