‎LSM Pemuda dan Rudi Munandar : Reformasi Birokrasi yang Sekadar Retorika

Avatar photo

Porosmedia.com – Masalah Rudi Munandar yang disorot LSM Pemuda Jawa Barat adalah cermin buram kegagalan reformasi birokrasi di tingkat lokal. Sejak otonomi daerah digulirkan, jargon “akuntabilitas dan transparansi” terus didengungkan. Namun dalam praktiknya, kebijakan desentralisasi justru membuka ruang bagi tumbuhnya “raja-raja kecil” di pemerintahan daerah—birokrat yang mengonsolidasikan kekuasaan dan memperluas jejaringnya melalui loyalitas politik, pengaruh anggaran, serta kooptasi terhadap kelompok sipil yang lemah.

‎Menurut Pemerhati Kebijakan Publik dan Politik Wempy Syamkarya, fenomena ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tetapi bentuk sistematis dari pembajakan institusi oleh kepentingan personal dan golongan. “Kalau kepala daerah diam, inspektorat tumpul, dan DPRD justru jadi pelindung, maka seluruh sistem pengawasan ambruk. Yang tersisa hanyalah panggung sandiwara birokrasi,” tegas Wempy  Syamkarya saat ditemui di kediamannya.

‎Ironisnya, sebagian dari mereka yang semestinya menjadi pengawas publik justru ikut terperangkap dalam jejaring politik transaksional. Ketika laporan masyarakat diabaikan, ketika jurnalisme investigatif dibungkam dengan ancaman hukum, dan ketika reformasi hanya menjadi retorika, maka demokrasi lokal tidak sedang berkembang—ia sedang dijarah secara sistematis.

‎Mengakhiri atau Memulai Babak Baru?

‎Apa yang terjadi pada Rudi Munandar dan LSM Pemuda bukanlah kasus tunggal. Ini adalah bagian dari pola berulang dalam politik anggaran dan struktur birokrasi kita. Ketika satu figur seperti Rudi menjadi sorotan, publik berharap ini bukan sekadar episode sensasional yang akan dilupakan dalam hitungan minggu, tetapi menjadi pintu masuk bagi reformasi substantif yang lebih luas.

‎Kini, semua mata tertuju pada tindakan konkret: Apakah PPATK dan KPK akan turun tangan? Apakah Gubernur Jawa Barat akan bersuara? Apakah LHKPN akan diperiksa silang dengan gaya hidup nyata? Dan yang lebih penting: apakah masyarakat sipil akan terus bersuara, atau kembali bungkam karena takut dikriminalisasi?

‎Peran media layaknya berkomitmen untuk melanjutkan liputan investigatif ini dalam seri-seri selanjutnya, dengan menggali lebih dalam:

‎Rantai distribusi proyek dan hubungan Rudi dengan rekanan

‎Peran partai politik dalam pembiaran struktural

‎Potensi konflik kepentingan melalui yayasan atau usaha keluarga

‎Ketidaksinkronan data LHKPN dan gaya hidup elitis

‎Respons (atau ketidakhadiran respons) dari lembaga penegak hukum

‎Karena pada akhirnya, transparansi tidak akan pernah datang dari mereka yang diuntungkan oleh ketertutupan. Demokrasi hanya bisa dijaga jika masyarakat terus bertanya, terus menyelidik, dan tidak takut menantang kekuasaan.

Baca juga:  Memprediksi Putusan MK & Solusi Sengketa Pilpres 2024