Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota Bandung mengklaim bahwa pelaksanaan pemotongan hewan kurban Iduladha 1446 H berjalan relatif aman. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan postmortem di sepertiga titik penyembelihan, sebanyak 90 persen hewan kurban dinyatakan sehat dan aman dikonsumsi.
“Alhamdulillah, 90 persen daging aman. Yang diafkir hanya hati dan paru karena ditemukan cacing dan peradangan,” kata Farhan dalam konferensi pers di Balai Kota, Senin (10/6/2025).
Namun di balik apresiasi itu, Farhan turut mengangkat isu yang seharusnya menjadi perhatian serius: regenerasi dokter hewan. Pemkot melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) sedang membuka rekrutmen tenaga dokter hewan muda, karena banyak tenaga senior yang segera pensiun.
“Ini jadi kesempatan baik untuk generasi muda. Kita butuh banyak SDM baru,” ujar Farhan.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa keberlangsungan pemeriksaan kesehatan hewan kurban bisa menghadapi tantangan besar di masa depan. Jika regenerasi tenaga medis hewan tidak dipercepat dan diperluas, kualitas kontrol kesehatan daging akan rawan menurun. Apalagi, ketersediaan dokter hewan di tingkat kota/kabupaten di Indonesia secara umum masih jauh dari ideal.
Selain dari sisi medis, Farhan juga menyinggung soal pentingnya edukasi masyarakat dalam penanganan hewan dan distribusi daging kurban. Namun pernyataan ini menyisakan pertanyaan kritis: sudahkah Pemkot Bandung memiliki sistem standar distribusi daging kurban yang adil, higienis, dan transparan?
Selama ini, pembagian daging kurban di masyarakat seringkali tidak terpantau secara menyeluruh. Beberapa kawasan urban padat penduduk masih kesulitan mengakses distribusi yang merata, sementara di sisi lain, daging justru menumpuk di area tertentu.
Farhan mengakui pentingnya peningkatan kualitas sistem pelaksanaan kurban secara menyeluruh.
“Kita akan terus perbaiki sistem dan edukasi, agar ibadah ini semakin berkualitas dan bermanfaat,” ujarnya.
Rekomendasi Kritis Porosmedia
1. Perlu audit terbuka terhadap sebaran titik penyembelihan dan distribusi daging agar bisa diketahui apakah benar 90 persen daging benar-benar sampai pada penerima manfaat yang tepat.
2. Insentif regenerasi dokter hewan tidak cukup hanya berupa rekrutmen, tetapi juga harus melalui kolaborasi dengan kampus-kampus kedokteran hewan, peningkatan fasilitas laboratorium veteriner, dan jaminan karier jangka panjang.
3. Digitalisasi sistem pelaporan postmortem agar data kesehatan hewan dan sebaran distribusi bisa diakses publik secara transparan dan real time.