“Kolaborasi dalam Perbedaan untuk Mewujudkan Pasar Sesuai Aspirasi Bersama”

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Pasar tradisional adalah jantung kehidupan ekonomi rakyat Kota Bandung. Dari Pasar Andir hingga Pasar Cicadas, denyut ekonomi mikro bergerak setiap hari, menjadi penggerak utama ketahanan sosial warga kota. Namun, selama dua dekade terakhir, geliat pasar-pasar rakyat ini terus terhambat oleh infrastruktur yang usang, ketimpangan tata kelola, premanisme, serta kebijakan yang kerap tidak berpihak pada pedagang kecil.

Dalam lanskap ini, Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Juara Kota Bandung mengemban misi strategis: merevitalisasi pasar tanpa mematikan ruang hidup pedagang. Di bawah kepemimpinan baru dan dukungan kebijakan Wali Kota M. Farhan, arah transformasi pasar mulai menemukan bentuknya: hukum yang kuat, keberpihakan pada rakyat, dan transparansi.

Transformasi Kebijakan dari Masa ke Masa

Upaya revitalisasi pasar di Kota Bandung mengalami evolusi signifikan dari waktu ke waktu:

Era Dada Rosada (2003–2013): Revitalisasi mengandalkan skema kerja sama swasta. Namun, kontrak-kontrak yang timpang melahirkan banyak konflik sosial, terutama penggusuran tanpa konsensus.

Era Ridwan Kamil (2013–2018): Gagasan smart market dan digitalisasi mulai diperkenalkan, tetapi terbentur ketidaksiapan infrastruktur dan SDM pasar.

Era Oded M. Danial (2018–2021): Minim terobosan. Fokus anggaran terpecah, dan dinamika internal BUMD memperlambat kinerja.

Era Yana Mulyana & Pj Wali Kota (2022–2024): Langkah awal penataan ulang legalitas aset dan pemetaan kelembagaan mulai dilakukan.

Era Farhan (2024–sekarang): Dimulainya era “Pasar Berbasis Hukum dan Berpihak”, dengan penekanan pada perlindungan hak pedagang, pembenahan aset, dan partisipasi publik yang terbuka.

Baca juga:  16 Pejabat Eselon 3 di Wilayah Jabar dilantik Kejati Jabar Endang Sarwestri : Inil nama-namanya 

Solusi Struktural: Jalan Baru Perumda Pasar Juara

Untuk menjawab tantangan yang kompleks, berikut tujuh langkah strategis yang kini tengah dijalankan:

1. Revitalisasi Bertahap dan Partisipatif
Semua rencana pembaruan infrastruktur pasar melibatkan pedagang sejak tahap perencanaan. Dialog publik dijadikan pilar utama agar kebijakan tidak menjadi produk sepihak.

2. Penertiban Legalitas Hak Guna
Melalui evaluasi ulang terhadap SPTB dan SSTU, Perumda memastikan adanya kepastian hukum bagi pedagang sekaligus memperkuat posisi hukum Pemkot dalam mengelola aset.

3. Rebut Aset dari Pengelola Swasta Lalai
Perumda siap mengambil alih pasar-pasar yang dikelola secara semena-mena oleh pihak swasta. Ini menjadi bagian dari upaya pemulihan kendali publik atas aset vital.

4. Pemberantasan Premanisme Pasar
Bersama Satgas Antipremanisme, Perumda berkomitmen membersihkan pasar dari pungli dan kekerasan yang selama ini menjadi momok bagi pedagang kecil.

5. Dorongan Modal Tambahan Tanpa Bebani Pedagang Perumda secara aktif mengusulkan penyertaan modal baru dari APBD agar proses revitalisasi tidak dibebankan kepada pedagang melalui tarif tinggi.

6. Skema Tarif Progresif dan Adil
Dalam kebijakan perpanjangan hak guna, tarif disesuaikan dengan lokasi, omzet, dan kemampuan ekonomi pedagang, sehingga keadilan tetap terjaga.

7. Digitalisasi Manajemen dan Layanan Publik, Sistem digital mulai diterapkan dalam penyewaan kios, pengaduan pedagang, hingga laporan kinerja. Transparansi menjadi prioritas untuk mencegah penyimpangan birokrasi.

Baca juga:  Inzoi game Simulasi kehidupan pakai Unreal Engine dari Korea Selatan

Menjawab Kritik: Dialog, Bukan Konfrontasi

Perumda Pasar menyadari bahwa kritik dari aktivis, LSM, dan oposisi merupakan bagian dari dinamika demokrasi. Namun, pendekatan konfrontatif kini digantikan dengan forum dialog terbuka, diskusi lintas pihak, dan keterlibatan masyarakat sipil dalam penyusunan masterplan.

Seperti ditegaskan Direktur Utama Perumda Pasar Juara: “Kami siap dikritik, asalkan kritik itu membawa solusi. Yang kami cari bukan pembenaran, melainkan sinergi.”

Pasar sebagai Ruang Sosial dan Budaya Kota

Pasar bukan sekadar tempat jual beli, tapi ruang kultural yang merekatkan warga Bandung dalam aktivitas harian yang manusiawi. Oleh karena itu, revitalisasi pasar tidak boleh sekadar mengejar estetika fisik—tetapi juga menyentuh dimensi sosial, psikologis, dan ekonomi secara seimbang.

Pengamat kebijakan publik, Wempy Syamkarya, menegaskan:
“Perumda harus memahami bahwa setiap pasar memiliki karakteristik unik. Sebaliknya, para pedagang pun harus mengerti arah kebijakan jangka panjang Perumda. Jika kedua pihak saling mendengar dan duduk bersama, semua bisa diselesaikan tanpa konflik.”

Catatan Kritis Hukum: Membumikan Konsensus, Menolak Manuver Provokatif

Menurut praktisi hukum Kota Bandung, Herdi, SH, revitalisasi pasar akan berjalan secara sehat dan berkeadilan jika didasarkan pada kesepakatan bersama yang legal dan terbuka untuk semua pihak yang berkepentingan. Ini meliputi:

Baca juga:  Bukti Baru Pencabulan dan Aborsi diduga dilakukan Vadel Badjideh dan Lauria Meizani

Wali Kota Bandung

Perumda Pasar Juara

Investor

Pedagang

LSM dan aktivis pasar

Masyarakat pengguna pasar

Herdi menyarankan agar kesepakatan tersebut bersifat mengikat dan disusun dalam bingkai hukum pidana. Artinya, siapa pun yang melanggar atau mengganggu kesepakatan pokok atau final yang telah disetujui bersama, harus bertanggung jawab secara hukum.

“Kalau belum ada kesepakatan utuh, jangan melakukan manuver politik atau penggiringan opini yang memprovokasi. Itu bukan jalan demokrasi, tapi bisa masuk ke wilayah pidana karena mengganggu proses hukum dan pembangunan,” tegas Herdi.

Ia menambahkan bahwa meskipun aspirasi masyarakat penting, namun aspirasi yang tidak sehat, terus-menerus menyerang tanpa solusi, dan merasa paling benar justru akan merusak proses kemajuan pasar yang sejatinya adalah hajat hidup orang banyak.

Membangun Pasar Rakyat yang Kuat dan Bermartabat

Revitalisasi pasar tradisional bukan proyek singkat, melainkan perjalanan panjang. Namun langkah awal telah dimulai. Dengan pendekatan partisipatif, dasar hukum yang diperkuat, serta dukungan publik yang tumbuh, masa depan pasar rakyat Kota Bandung berada di jalur yang tepat.

Yang kini dibutuhkan adalah konsistensi, transparansi, dan keberanian untuk menolak jalan pintas, termasuk dalam menghadapi kritik yang destruktif, demi terwujudnya pasar yang bukan hanya layak secara fisik, tetapi juga adil dan manusiawi bagi seluruh warga.