Porosmedia.com, Bandung – Perseteruan kepengurusan YPPI Kota Bandung diawali ulah ketua yayasan memberhentikan kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan sekretaris yayasan Inden Mardiah. Pemberhentian ini ada indikasi telah dirancang jauh-jauh hari oleh ketua yayasan Aep Mulyana dan Bendahara Wellya Nurtikasari, keduanya memiliki hubungan bapak dan anak. Praduga motif pemberhentian kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk menguasai semua aset yayasan. Mereka membuat skenario menuduh Kepala sekolah MI tidak “amanah”, namun saat dikonfirmasi mereka tidak bisa menjelaskan.
Untuk menguatkan alasan pemberhentian itu mereka menyebarkan kepala sekolah MI melakukan penyelewengan dana, padahal semua dana dipegang oleh bendahara Wellya. lalu Inden Madiah menantang minta dilakukan audit dan melaporkan ke polisi agar kebenaran sesungguhnya terungkap, namun mereka menolak. Bahkan sebaliknya diduga yang melakukan penyelewengan dana BOS adalah ketua dan Bendahara Yayasan kata kepala sekolah. Hal ini tebukti pada saat diminta laporan penggunaan dana bos tidak jelas, kerap Bendahara Wellya mengatakan tidak perlu lapor ke kepala sekolah karena yayasan ini punya kami dan kami yang berkuasa. Padahal menurut aturan juklak juknis Kepala Sekolahlah yang berhak mengelola dana Bos, kata Inden Mardiah
Untuk memuluskankan siasat ketua dan bendahara memberhentian kepala sekolah, mereka melakukan secara diam-diam mengubah susunan kepengurusan yayasan dengan memasukkan anak dan manantunya dengan mengelabui dan tanpa adanya koordinasi dengan Pembina dan Pengawas, mengaktanotariskan ke Notaris Dwi Ayu Prihantini Sukara, SH.,M.KN dan pengesahan Depkum Ham nomor AHU-0004503.AH.01.12. Tahun 2024 yang terbit pada tanggal 22 Pebruari 2024.
Dengan terbitnya pengurus baru ini tidak dilaporkan kepada pembina dan pengawas, bahkan Pembina dan pemgawas pun mengetahui hal ini dari pihak lain, maka oleh karena itu pembina dan pengawas protes tidak setuju, karena jelas hal ini menyalahi aturan karna tidak melalui mekanisme yang benar sesuai dengan undang-undang yayasan no 28 tahun 2004 junto UU No 16 tahun 2001 bahwa yang berhak memberhentikan dan mengangkat anggota pengurus adalah pembina yayasan, ketua telah melakukan tindakan sewenang-wenang, melangkahi kewenangan Pembina yang berhak memberhentikan anggota pengurus, kata Pembina Nono Sukarelawanto.
Karena ketua telah melakukan kesalahan fatal dengan bertindak otoriter maka pembina mengadakan rapat untuk mengevaluasi dengan membubarkan pengurus yang dibentuk oleh Aep Mulyana dan membentuk pengurus baru yang telah diaktanotariskan Notaris Andhika Juwita Yustiningsih, SH.,M.KN dan disahkan oleh Depkum Ham nomor AHU-0021970.AH.01.12 Tahun 2024 pada tgl 05 September 2024.
Dengan terbitnya SK Depkumhan kepengurusan baru ini maka otomatis kepengurusan versi Aep Mulyana telah gugur tidak berlaku lagi, lalu Pembina pada Pengurus yayasan versi Pengurus yang Baru melaporkan ke kementerian Agama kota Bandung sebagai mitra pendidikan, untuk melakukan penggantian SK-SK termasuk SK Kepala Sekolah. Namun sangat disayangkan Kementerian agama kota Bandung tidak cepat tanggap terhadap persoalan ini malah terkesan mengulur-ulur waktu, seperti ada kecenderungan berpihak kepada pengurus lama. Padahal secara hukum sudah jelas kewenangan pembina berdasarkan UU no. 28 th 2004 junto uu no 16 tahun 2001, apalagi kepengurusan baru YPPI telah disahkan oleh DEPKUMHAM, kata pembina Nono Sukarelawanto.
Dengan sikap Kemenag tidak cepat tanggap ini, maka bisa berimbas kepada lembaga pendidikan YPPI sebagai mitra kemenag. Dan bisa memuncukan preseden tidak baik bagi dunia pendidikan dan Kemenag sebagai Instansi Pemerintah yang profesional. Lagi pula Aep Mulyana dan Wellya melibatkan guru-guru dan keluarganya untuk mempertahankan dirinya dan anak-anaknya dalam kepengurusan Yayasan, dan lebih parah lagi Aep Mulyana mengklaim bahwa aset Yayasan milik keluarga.
Padahal fakta sejarah bahwa aset tanah YPPI yang terletak di jalan simpang holis kota Bandung didapat dari Wakaf yang tertuang dalam surat menyurat resmi disahkan negara, bersertifakat dan ada nadir, oleh karena itu aset tidak bisa berpindah tangan semudah itu apalagi sudah ada suratnya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Wakaf No. 41 tahun 2004 diancam pidana 5 tahun dan denda Rp 500.000,000,00 ( lima ratus juta rupiah ) sesuai dengan BAB IX Pasal 67, kata Pembina.
Pengurus merasa curiga, lambannya kemenag kota Bandung mengambil keputusan padahal surat-surat yang disampaikan sudah sangat jelas dan lengkap. Dan anehnya lagi kemenag menganggap kedua kepengurusan Depkumham sah, dalam perseteruan ini malah kemenag menerbitkan rekomendasi kepala sekolah yang diajukan pihak Aep Mulyana tanpa melakukan konfirmasi kepada pengurus baru. Maka wajar pengurus merasa curiga kepada Kemenag ada keberpihakan kepada kepengurusan Aep Mulyana yang sudah dibubarkan Pembina. Jika kemenag ikut bermain api akan menghadapi konsekuensi hukum.
Apalagi Kemenag telah mencairkan dana BOS MI dan MTS sedangkan kepala sekolah Mulyaningsih masih dipertanyakan keabsahannya, karena tidak mengacu kepada SK Yayasan terbaru. Padahal sebelumnya ada kesepakatan lisan dengan Kemenag bahwa kepala sekolah Inden Mardiah tidak akan diganti tinggal menunggu akta notaris dan depkum hamnya.
Namun dalam proses mendapatkan depkumham kemenag mengganti kepala sekolah Inden Mardian oleh Mulyaningsih. Oleh karena itu kami minta dikembalikan lagi kepala sekolah Inden Mardiah, hal ini karena sudah jelas terbukti keabsahan kepengurusan baru, kata ketua Nono Sukarelawanto..
Hal ini Pengurus YPPI baru sudah berulangkali mendatangi Kepala Kemenag Kota Bandung Bapak Abdurahim S.Ag, M.Si. dan Penmad Ayi Zaenal Mutaqin berkonsultasi dan menjelaskannya. Namun kerap kali kemenag mengatakan akan dipelajari, di mediasi namun sampai berita ini diturunkan belum juga dilaksanakan, kata pengurus yang lain.
Lalu Pembina selaku Pengurus Yayasan Baru mengatakan, mestinya kemenag tegas mengambil keputusan dengan mengacu kepada kepengurusan Depkumham baru karena telah menempuh prosedur yang benar menurut aturan undang-undang Yayasan dan melalui mekanisme bermusyawarah. Dan sebaiknya mengabaikan klaim yang disampaikan kepengurusan Aep Mulyana yang tidak jelas landasan hukumnya. Jika persolan ini tidak diselesaikan dengan baik, terang benderang dari kemenag Kota Bandung, maka pengurus akan melakukan langkah-langkah lain agar sengkarut kepengursan ini tidak berkepanjangan. Salah satunya pengurus melapaorkan ke BPKP, Kejaksaan, dan KPK agar dilakukan pemeriksaan penggunaan dana BOS MI dan MTS.
Namun kami masih berharap kemenag dapat menyelesaikan secara baik dan adil serta diharapkan berpihak kepada Pengurus Yayasan Baru yang memiliki dasar hukum ( legal standing ) yang akuntabel, absah dan legal, begitu ungkap dan permohonan pengurus, pumgkasnya. [Yusuf]