Porosmedia.com – Setelah lima tahun tertidur dalam keheningan, Indo Beatlemania Club (IBC) kembali menggetarkan semangat para penggemar The Beatles di Indonesia. Komunitas musik legendaris ini resmi aktif kembali melalui momen Halal Bihalal dan Rapat Luar Biasa pada 21 April 2025 di Jakarta. Kebangkitan ini bukan sekadar nostalgia, melainkan deklarasi regenerasi: merangkul Generasi Z untuk ikut menyalakan obor cinta terhadap empat serangkai dari Liverpool—John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr.
Agus “Choy” Sutisna, seorang pramugara yang juga penggiat lama dalam komunitas, terpilih secara aklamasi sebagai Presiden IBC keempat. Di pundaknya kini bertumpu tanggung jawab besar: melanjutkan idealisme kolektif yang sempat terhenti akibat pandemi dan keterbatasan internal. “IBC dulu sangat besar, bahkan pernah mencapai jutaan anggota. Tapi karena vakum, banyak yang terputus. Sekarang kami mulai lagi dari nol: mendata ulang, membangun jaringan baru, dan merancang langkah-langkah besar,” ujar Agus dalam wawancara di kantor Republika.co.id, Jakarta Selatan.
IBC menyadari, keabadian karya The Beatles tidak otomatis menjamin keberlanjutan komunitasnya. Di tengah era digital yang cepat dan serba instan, ketertarikan anak muda terhadap musik klasik menjadi paradoks yang menjanjikan. “Setiap kali G-Pluck tampil, penontonnya banyak anak muda. Bahkan anak SMP pun ada yang hafal lagu-lagu Beatles. Ini membuktikan bahwa The Beatles masih hidup di hati generasi muda,” kata Agus.
Kesadaran inilah yang mendorong IBC untuk bergerak ke arah baru. Jika sebelumnya para senior menjadi motor utama, kini giliran generasi muda untuk mengambil estafet kepemimpinan. IBC ingin membentuk komunitas yang tidak hanya mengingat masa lalu, tetapi juga menciptakan masa depan—dengan nilai-nilai musikal, sosial, dan kultural yang dibawa The Beatles.
Sebagai langkah awal, IBC telah menyusun dua agenda besar. Yang pertama adalah tur nasional, menyambangi kota-kota besar di Indonesia untuk menyapa kembali anggota lama sekaligus merekrut wajah-wajah baru. Agenda kedua jauh lebih ambisius: tur internasional ke Liverpool pada tahun 2028—ziarah musikal ke tanah kelahiran The Beatles.
“Perjalanan ini bukan hanya wisata musik, tapi ekspedisi spiritual. Sebuah napak tilas dan afirmasi bahwa kecintaan terhadap The Beatles harus menjadi gerakan budaya, dialog lintas generasi, dan bentuk ekspresi kolektif,” tegas Agus.
Ke depan, IBC tak sekadar menjadi komunitas penggemar, tetapi juga pusat edukasi dan ruang kolaborasi. Program seperti bedah lirik, diskusi sejarah musik, workshop tribute band, hingga podcast dengan musisi muda telah disusun sebagai bagian dari agenda jangka menengah.
“Tujuannya bukan sekadar mengenang, tapi menjadikan semangat The Beatles sebagai inspirasi dalam berkarya dan bergerak di zaman sekarang,” ujar Sam Alatas, Sekretaris Jenderal IBC yang baru.
Kehadiran IBC juga diharapkan menjadi payung besar bagi komunitas-komunitas Beatlemania yang tersebar di Indonesia. Peran sentralnya adalah membina dan mengembangkan kecintaan terhadap karya-karya The Beatles, melestarikan warisan musikal mereka, serta memberdayakan para anggota dalam menciptakan aktivitas-aktivitas kreatif yang bersumber dari nilai-nilai universal The Beatles: perdamaian, cinta, keberanian, dan kebebasan berekspresi.
Indo Beatlemania Club (IBC) terbentuk atas dasar kecintaan kolektif terhadap The Beatles, sekaligus keprihatinan atas belum adanya wadah resmi yang memayungi komunitas Beatlemania secara nasional. IBC resmi dideklarasikan di Arios Hotel Ambara, Jakarta, pada Selasa malam, 27 April 2004. Sejak saat itu, IBC menjelma sebagai tempat bertemunya peminat, penggemar, pemerhati, hingga penggila The Beatles dari berbagai latar belakang usia, profesi, dan daerah.
Sekretariat Pusat IBC:
G-PLUCK LONTAR STUDIO
Jl. Kramat Lontar 82J Rt.4/Rw.1, Paseban,
Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Cabang Sekretariat, Workshop, Library & Studio IBC:
Pamulang Villa Blok DE IV No.18
Tangerang Selatan, Banten.
Kebangkitan IBC adalah pengingat bahwa musik bukan sekadar hiburan, tapi juga ruang perjuangan dan ekspresi kultural. Ia adalah bentuk perlawanan terhadap keterputusan generasi, simbol bahwa warisan budaya tidak boleh terkubur oleh waktu. Melalui regenerasi dan keterbukaan terhadap era digital, IBC ingin memastikan bahwa suara revolusioner Lennon, McCartney, Harrison, dan Starr terus menggema di Tanah Air.
Kini, tugas generasi muda bukan sekadar mendengar, tetapi bergerak. Karena seperti kata John Lennon, “A dream you dream alone is only a dream. A dream you dream together is reality.”