Hasyim Asy’ari: Khatib Idul Adha Yang Disembelih Nafsunya Sendiri

Avatar photo

Porosmedia.com — Hasyim Asy’ari lahir pada 3 Maret 1973 di Pati, Jawa Tengah, dan tumbuh dalam lingkungan yang kuat dengan nilai-nilai agama Islam. Ia dikenal sebagai seorang santri yang rajin dan mendalami ajaran Islam sejak usia muda. Pendidikan formalnya mencakup gelar sarjana hukum dari Universitas Jenderal Soedirman, gelar Magister Sains dari Universitas Gadjah Mada, dan akhirnya gelar Ph.D dalam bidang Sosiologi Politik dari University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2012. Kombinasi pendidikan agama dan akademik yang kuat memberinya dasar pengetahuan yang kokoh, yang kemudian mengantarkannya ke berbagai posisi penting dalam masyarakat.

Karir Hasyim di ranah politik dimulai ketika ia menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2017-2022. Kemampuannya dalam memahami dinamika sosial-politik dan pengalamannya dalam berbagai organisasi yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) membuatnya menjadi figur yang dihormati dan dipercaya. Ia kemudian dilantik sebagai Ketua KPU pada 12 April 2022, sebuah posisi yang menuntut integritas tinggi dan kepemimpinan yang kuat. Selama masa kepemimpinannya, Hasyim terlibat dalam berbagai keputusan strategis terkait penyelenggaraan pemilu di Indonesia, sebuah tugas yang sangat krusial bagi kelangsungan demokrasi di negara ini. Penekanan peran sentralnya tentu tidak akan dilupakan sejarah : meloloskan Gibran dan Kaesang.

*Pemburu Syahwat yang Ternista*

Baca juga:  Dukung AHY dan Dorong Pemerintah Berantas Mafia Tanah

Namun, meskipun Hasyim Asy’ari memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dan posisi yang terhormat, perjalanan karirnya ternoda oleh serangkaian kontroversi yang mengarah pada tindakan asusila. Salah satu kasus yang paling mencuat adalah keterlibatannya dalam hubungan terlarang dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein, yang dikenal sebagai “Wanita Emas”. Skandal ini menjadi puncak dari berbagai pelanggaran etik yang sebelumnya telah mencoreng reputasinya.

Puncak dari kontroversi ini terjadi ketika Hasyim dituduh melakukan tindakan asusila terhadap seorang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag, Belanda. Kasus ini membawa Hasyim ke hadapan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang akhirnya memutuskan untuk memberhentikannya secara permanen dari jabatannya sebagai Ketua dan anggota KPU. DKPP mengabulkan pengaduan seluruhnya dan meminta Presiden Joko Widodo untuk mengganti Hasyim dalam kurun waktu tujuh hari sejak putusan tersebut dibacakan. Keputusan ini didasarkan pada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Hasyim diduga menggunakan relasi kuasanya untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila terhadap pengadu.

Baca juga:  Temukan Jati Diri dengan Memahami Uqdatul Kubro

Dalam Islam, terdapat konsep tazkiyah al-nafs atau pemurnian jiwa, yang merupakan proses penting untuk mengendalikan nafsu dan mencapai kebersihan hati. Kasus Hasyim Asy’ari menunjukkan ketidakmampuannya dalam menjalani proses ini secara efektif. Meskipun memiliki pengetahuan agama yang luas, Hasyim gagal mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadinya. Ketidakmampuannya mengendalikan nafsu syahwat menunjukkan konflik internal yang besar antara nilai-nilai yang ia pelajari dan dorongan pribadinya.

Posisi kekuasaan memberikan akses dan peluang yang mungkin memicu perilaku yang tidak etis atau tidak bermoral. Dalam kasus Hasyim, perilaku asusila ini bisa dilihat sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk memenuhi kebutuhan kontrol dan dominasi. Selain itu, perilaku ini bisa juga dilihat sebagai bentuk kompensasi atas ketidakamanan atau ketidakpuasan dalam dirinya.

*Kritik dan Pengawasan Publik*

Kasus Hasyim Asy’ari menyoroti pentingnya sistem pengawasan dan akuntabilitas yang ketat dalam pemerintahan. Sistem yang efektif bisa mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan integritas pejabat publik. Publik harus selalu kritis dan waspada terhadap perilaku para pemimpin mereka. Sistem checks and balances dalam pemerintahan adalah krusial untuk menjaga integritas pejabat publik.

Kisah Hasyim Asy’ari adalah pengingat keras tentang pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam jabatan publik. Meskipun seseorang mungkin memiliki kecerdasan, pengalaman, dan prestasi yang cemerlang, tanpa adanya integritas dan etika yang kuat, semua itu bisa hancur dalam sekejap. Kasus ini juga menekankan pentingnya sistem checks and balances dalam pemerintahan, di mana lembaga seperti DKPP memiliki peran krusial dalam menjaga integritas para pejabat publik.

Baca juga:  Ketika Hukum Berpihak pada yang Punya Kekuasaan

Perjalanan hidup Hasyim Asy’ari adalah pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga etika dan integritas dalam setiap aspek kehidupan, terutama bagi mereka yang menduduki jabatan publik. Kasus ini juga mengingatkan publik untuk selalu kritis dan waspada terhadap perilaku para pemimpin mereka, demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. Pada akhirnya, Hasyim Asy’ari adalah contoh nyata bagaimana nafsu yang tidak terkendali dapat menghancurkan segala pencapaian yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
(RM.04.07.2024)

 

Penulis : Rahmat Mulyana Teman Ketua Pusat Studi Islamic Public Policy Institutr Agama Islam AI Tazkia