Porosmedia.com, Bandung — Demokrasi bukan panggung lima tahunan yang dihiasi baliho dan janji-janji manis. Demokrasi yang sejati, menurut Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, harus ditopang oleh kejujuran, keadilan, dan keberpihakan pada rakyat. Pernyataan itu ia sampaikan dalam Kuliah Umum Sekolah Sosial Demokrasi (Sosdem) bertajuk “Mahasiswa di Tengah Demokrasi Prosedural”, yang digelar Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jumat, 30 Mei 2025, di Kampus 2 UIN Bandung.
“Tanpa keadilan dan kejujuran, demokrasi hanya akan menjadi sandiwara,” ujar Erwin dengan nada tegas di hadapan ratusan mahasiswa.
Kuliah umum ini tidak sekadar menjadi forum ilmiah, tetapi juga ruang kontemplatif untuk menimbang ulang arah demokrasi Indonesia yang cenderung terjebak dalam formalisme prosedural. Erwin menyentil langsung praktik demokrasi hari ini yang kerap abai pada nilai substansial: keterbukaan, kesetaraan, dan tanggung jawab moral.
Dalam paparannya, Erwin tak segan membedah tipologi kepemimpinan politik: dari karismatik, otoriter, liberal, hingga demokratis. Di tengah itu, ia mengingatkan, politik sejatinya adalah upaya menyelamatkan manusia, bukan sekadar meraih kekuasaan.
“Politik adalah upaya menyelamatkan manusia, baik di dunia maupun akhirat,” tuturnya.
Pernyataan ini menjadi penting di tengah maraknya praktik politik transaksional dan demoralisasi elite yang kerap menjadikan rakyat sekadar penonton.
Erwin menggarisbawahi bahwa demokrasi bukanlah slogan atau sekumpulan prosedur teknis semata, tetapi harus diwujudkan melalui ruang partisipasi yang luas—mulai dari musyawarah publik, pengawasan sosial, hingga kebebasan menyampaikan pendapat.
Tak hanya itu, Erwin juga menyampaikan kegelisahannya atas apatisme publik terhadap pemerintah. “Pemerintah harus jujur. Kalau tidak, rakyat bukan hanya tidak percaya, tapi juga menjadi apatis dan sinis,” katanya, menyentil keras praktik pemerintahan yang abai pada akuntabilitas publik.
Kepada mahasiswa, Erwin menyampaikan pesan bernas: menjunjung tinggi nilai agama, mencintai bangsa dan lingkungan, serta aktif berorganisasi. Baginya, organisasi mahasiswa bukan hanya tempat berkumpul, tetapi laboratorium karakter dan intelektualitas.
“Mahasiswa yang sukses lahir dari mereka yang aktif berorganisasi. Di situlah karakter, keberanian, dan inovasi tumbuh,” tegasnya.
Erwin pun menutup orasinya dengan seruan moral: agar mahasiswa menjadi generasi cerdas, kritis, dan berintegritas di tengah demokrasi yang mudah dimanipulasi.
“Tanpa kejujuran, demokrasi bisa dimanipulasi. Maka kalianlah, orang-orang cerdas yang dibutuhkan untuk membangun masa depan demokrasi Indonesia,” pungkasnya.
Kuliah umum ini tak hanya menjadi pengingat, tetapi juga tantangan terbuka bagi mahasiswa untuk tidak larut dalam demokrasi kosmetik yang kehilangan ruhnya. Dalam atmosfir intelektual itu, benih perlawanan terhadap kepalsuan mulai disemai—dari kampus ke ruang-ruang publik, dari Bandung untuk Indonesia.
Reporter: rob