Darurat Sampah Liar di Bandung: Lurah dan Camat Diultimatum, Insinerator Jadi Solusi Jangka Pendek

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Tumpukan sampah liar kembali menghantui wajah Kota Bandung. Salah satu titik yang jadi sorotan adalah di RT 06 RW 06, Kelurahan Babakan Ciparay. Bau menyengat dan gangguan lingkungan memicu keluhan warga, hingga Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, turun langsung ke lokasi pada Selasa (10/6/2025).

“Warga sudah melapor karena sampah di sini sudah mengganggu kenyamanan,” kata Erwin saat melakukan inspeksi mendadak.

Sebagai respons awal, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung dikerahkan untuk melakukan pengangkutan cepat. Namun, Erwin menegaskan bahwa solusi jangka panjang jauh lebih penting.

“Solusi sementara ini adalah pengangkutan cepat. Tapi kita perlu penanganan lebih permanen agar masalah tidak berulang,” tegasnya.

Salah satu masalah mendasar di lokasi adalah akses yang sulit dijangkau. Untuk itu, Erwin memerintahkan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDBM) membangun jembatan kecil atau saluran penghubung agar pembersihan sampah dapat dilakukan secara rutin dan efisien.

Namun, kritik muncul karena pendekatan infrastruktur semacam ini seringkali reaktif, bukan bagian dari perencanaan kawasan yang strategis dan berkelanjutan.

Baca juga:  Satpol PP Bandung Geram : Langsung Tindak Tegas, Oknum Pengusaha Hiburan yang Coreng Kesucian Ramadan

Erwin juga mengultimatum para lurah dan camat agar aktif memantau dan melaporkan titik-titik penumpukan sampah yang belum tertangani. Ia menekankan pentingnya peran pemerintah wilayah dalam menjaga kebersihan lingkungan.

“Penumpukan sampah ini merusak citra kota dan kenyamanan masyarakat. Ini bukan hanya soal bau, tapi soal tata kelola,” ujarnya.

Khusus di momen hari besar seperti Idulfitri dan Iduladha, Pemkot Bandung menerapkan sistem pengosongan TPS sebelum libur. Kebijakan ini dinilai cukup efektif menekan lonjakan sampah, namun masih menyisakan pekerjaan rumah besar di luar hari-hari besar tersebut.

Bandung saat ini memproduksi sekitar 1.496 ton sampah per hari, tetapi hanya 1.000 ton yang bisa ditampung TPA Sarimukti dengan kapasitas angkut 140 ritase. Sisanya? Menumpuk di sudut-sudut kota, khususnya wilayah Gedebage yang menjadi salah satu titik kritis penumpukan.

Sebanyak 136 titik sampah liar telah terpetakan dan masuk dalam daftar penanganan bertahap oleh Pemkot Bandung. Selain itu, program strategis lain yang sedang digalakkan adalah pengoperasian insinerator. Saat ini sudah ada 7 unit aktif, dengan target 30 unit beroperasi dalam waktu dekat.

Baca juga:  Daddy Rohanady: PR Serius untuk Semua, Dayeuhkolot dan Bojongsoang kembali Banjir

“Penggunaan insinerator jadi salah satu solusi utama karena kuota ke TPA sangat terbatas,” jelas Erwin.

Namun efektivitas insinerator juga perlu diawasi ketat dari sisi emisi dan dampak lingkungan, karena tanpa sistem filtrasi modern, teknologi ini berisiko mencemari udara sekitar.

Dalam skema jangka panjang, Pemkot Bandung juga menggulirkan program Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang ditargetkan mencakup 700 RW. Tiap RW yang berpartisipasi dijanjikan mendapatkan dana sebesar Rp200 juta melalui program Prakarsa, pengganti dari skema dana PIPPK.

Namun, keberhasilan program ini sangat tergantung pada kualitas perencanaan warga, pendampingan teknis, dan transparansi anggaran. Tanpa itu, program bisa sekadar proyek simbolik tahunan.

Krisis sampah bukan sekadar urusan logistik dan angkut-mengangkut. Masalah ini adalah cermin dari sistem manajemen kota yang belum tuntas. Jika Bandung ingin benar-benar bebas dari sampah liar, pendekatan struktural, insentif warga, dan transparansi birokrasi harus jalan bersamaan.