Porosmedia.com, Bandung – Cahaya lembut lampu ballroom Hotel Papandayan sore itu memantul di wajah para tamu yang duduk berjejer rapi. Di panggung utama, terpampang jelas tulisan besar “Warga Berdaya, Kota Berjaya” — semboyan baru yang menandai arah pembangunan Kota Bandung ke depan.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, berdiri di podium. Dengan suara tenang namun tegas, ia membuka sambutan di hadapan para camat, lurah, kepala dinas, dan perwakilan RW se-Kota Bandung, Rabu (29/10/2025).
“Pemerintah tidak boleh hanya bicara dari balik meja,” ujarnya.
“Kita harus turun langsung, menyapa warga, dan mendengarkan apa yang mereka rasakan.”
Pernyataan itu disambut tepuk tangan panjang — menandai dimulainya gerakan Program Akselerasi Kewilayahan (Prakarsa) Bandung Utama, inisiatif baru yang menempatkan warga sebagai pusat pembangunan.
Bagi Farhan, Prakarsa Bandung Utama bukan sekadar sistem administrasi atau dokumen kebijakan.
Program ini adalah cara baru memimpin kota — dengan memindahkan pusat aktivitas pemerintahan dari Balai Kota ke jantung kehidupan masyarakat.
Farhan menegaskan komitmennya untuk berkantor langsung di wilayah, minimal dua jam di setiap kelurahan, selama masa jabatannya yang setara dengan jumlah 1.591 RW di Kota Bandung.
“Kalau wali kotanya saja bisa bekerja di lapangan, maka seluruh perangkat daerah juga harus berani hadir di wilayah,” tegasnya.
Langkah tersebut, menurutnya, menjadi bentuk nyata pemerintahan partisipatif — di mana setiap kebijakan lahir dari percakapan langsung di pos ronda, aula RW, atau gang-gang sempit tempat warga berbagi kehidupan dan harapan.
Program Prakarsa Bandung Utama diatur melalui Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 47 Tahun 2025.
Kebijakan ini menjadi fondasi baru dalam menata wilayah berbasis data dan aspirasi warga.
Setiap kegiatan di bawah Prakarsa disusun dengan memanfaatkan platform digital LACI RW (Layanan Catatan Informasi Rukun Warga) — sistem terpadu yang memuat data demografi, sosial-ekonomi, sarana prasarana, potensi wilayah, hingga permasalahan di tingkat RW.
Dengan LACI RW, pemerintah dapat memetakan kebutuhan secara akurat dan mutakhir, sehingga kebijakan publik tidak lagi bersifat seragam, melainkan sesuai kondisi dan karakteristik tiap wilayah.
Dua Pilar Utama Prakarsa Bandung Utama
1. Pembangunan Sarana dan Prasarana
Fokus pada perbaikan lingkungan pemukiman, revitalisasi infrastruktur dasar, dan penguatan akses layanan publik.
2. Pemberdayaan Masyarakat
Meliputi kesehatan, ekonomi produktif, pendidikan dan literasi, lingkungan hidup, sosial budaya, keamanan, ketertiban, serta kesiapsiagaan bencana.
Melalui forum Rembug Warga, setiap RW kini memiliki ruang demokratis untuk bermusyawarah dan menentukan prioritas pembangunan. Pemerintah Kota Bandung mengalokasikan anggaran awal sekitar Rp100 juta per RW per tahun, yang akan bertahap meningkat hingga Rp200 juta, menyesuaikan kapasitas dan kebutuhan wilayah.
“Tidak semua wilayah butuh hal yang sama,” jelas Farhan.
“Ada RW yang memerlukan posyandu, ada yang membutuhkan perbaikan jalan lingkungan, atau pelatihan usaha. Semua harus lahir dari warga.”
Kepala Bagian Tata Pemerintahan, Bira Gumbira, menegaskan bahwa penyusunan Prakarsa Bandung Utama dilakukan melalui kerja lintas perangkat daerah secara konsisten.
Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan (Bapperida), Inspektorat, BKD, serta Bagian Hukum berkolaborasi menyusun naskah akademik, kamus usulan, dan panduan pelaksanaan teknis.
“Program ini lahir dari kolaborasi nyata, bukan sekadar jargon,” ujarnya.
“Harapan kami sederhana — agar warga merasa dekat dengan pemerintahnya, dan percaya bahwa suara mereka benar-benar berharga.”
Dengan lahirnya Prakarsa Bandung Utama, Pemerintah Kota Bandung menegaskan arah baru pembangunan:
dari wilayah, oleh warga, dan untuk kesejahteraan bersama.







