Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menegaskan bahwa pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) harus berjalan beriringan dengan kepentingan masyarakat, termasuk keberlangsungan aktivitas para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di sepanjang rute pembangunan. Pemkot memastikan setiap langkah penataan dilakukan secara terukur, sesuai regulasi, dan tidak mengabaikan aspek sosial-ekonomi warga kecil.
Dalam rapat koordinasi pada 28 November 2025, Pemkot Bandung dan instansi terkait menyepakati bahwa PKL tetap dapat berjualan selama tidak menghalangi jalur operasional BRT serta mematuhi ketentuan tata ruang. Kesepakatan ini menjadi landasan sementara untuk menjaga keseimbangan antara kelancaran pembangunan transportasi publik dan perlindungan ekonomi masyarakat.
Koridor yang terdampak pembangunan BRT mencakup sejumlah kawasan strategis, mulai dari Jalan Ahmad Yani (Kosambi–Cicadas), Jalan Terusan Jakarta, hingga Jalan Asia Afrika yang kemudian kembali melewati ruas Ahmad Yani.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, mengapresiasi upaya sosialisasi yang telah dilakukan Dinas Koperasi dan UKM (Diskopukm), termasuk pemasangan spanduk dan penyampaian informasi pada titik-titik pembangunan. Namun, ia menegaskan bahwa langkah sosialisasi harus didukung dengan basis data yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Data PKL terdampak harus akurat agar sosialisasi kepada masyarakat tidak menimbulkan salah tafsir dan kebijakan dapat dijalankan secara konsisten,” tegas Erwin.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), mengingat penetapan jumlah PKL terdampak merupakan dasar utama dalam penetapan kebijakan dan alokasi dukungan pemerintah daerah.
Kepala Diskopukm Kota Bandung, Budhi Rukmana, menjelaskan bahwa data PKL yang diterima dari Kemenhub hingga saat ini masih bersifat sementara. Validasi lapangan dan verifikasi kewilayahan masih berjalan untuk memastikan akurasi.
“Data terakhir yang kami terima berjumlah 555 PKL, namun itu masih harus diverifikasi. Anggarannya sudah kami siapkan, tetapi langkah implementasi baru bisa dilakukan setelah data final ditetapkan,” terang Budhi.
Budhi juga menegaskan bahwa opsi relokasi tetap menjadi ketentuan dasar apabila diperlukan. Meski demikian, Pemkot membuka ruang penyesuaian selama aktivitas PKL tidak mengganggu jalur BRT dan tetap berada dalam koridor aturan yang berlaku.
“Ketentuannya memang mengarah pada relokasi. Namun informasi terbaru memungkinkan PKL tetap beraktivitas selama tidak menghalangi jalur BRT dan tetap mengikuti ketentuan,” ujarnya.
Pemkot Bandung berkomitmen menjalankan penataan secara transparan, berbasis data, serta mengutamakan dialog dengan masyarakat guna memastikan bahwa pembangunan BRT tidak hanya mempercepat mobilitas kota, tetapi juga memberikan rasa aman dan kepastian bagi para pelaku usaha kecil.







