Porosmedia.com, Bandung – Senin, 1 Desember 2025, di Gedung Aula Pengadilan Negeri Bandung menjadi ruang dialog terbuka antara jajaran hakim dan perwakilan Forum Organisasi Masyarakat (Ormas) Jawa Barat. Pertemuan ini berlangsung dalam suasana kritis namun konstruktif, menyoroti fenomena hukum di Jawa Barat serta mendorong sinergitas dengan agenda nasional Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, khususnya dalam pemberantasan korupsi.
Pertemuan ini dihadiri oleh tiga hakim Pengadilan Negeri Bandung:
Adeng Abdul Kohar, S.H., M.H.; Ronal Salnofri Bya, S.H., M.H.; dan Anak Agung Gede Susila Putra, S.H., M.Hum.
Sementara dari Forum Ormas Jabar hadir Koordinator Hendra Mulyana, bersama sejumlah perwakilan dari berbagai aliansi masyarakat sipil.
Dalam pertemuan tersebut, Koordinator Forum Ormas Jabar, Hendra Mulyana, menegaskan bahwa lebih dari 1.600 organisasi di Jawa Barat yang tergabung dalam forum tersebut berharap dapat memperkuat sinergitas dengan aparat penegak hukum.
“Atas arahan Presiden Prabowo, kami mendukung penuh pemberantasan korupsi. Aksi-aksi di lapangan merupakan bentuk dukungan, bukan tekanan,” ujar Hendra.
Ia juga menyinggung pentingnya “produk hukum kejaksaan yang pro rakyat dan pro keadilan,” serta perlunya aparat “keluar dari jalur-jalur yang tidak benar.”
Forum Ormas, tegasnya, siap membantu dan memberikan dukungan langsung.
Selanjutnya, pandangan R. Yadi Suryadi dari Aliansi Pemuda Anti Korupsi meminta arahan terkait sejumlah temuan di lapangan, sekaligus menyampaikan kekecewaan atas minimnya tanggung jawab dari beberapa dinas, saat dikonfirmasi atas pelanggaran dan temuan di lapangan tidak masuk substansi keluhan masyarakat.
“Kami sering menyampaikan masukan dan temuan, tetapi tidak pernah mendapat kepuasan dari kinerja dinas terkait,” ujar Yadi.
Lebih dalam, sorotan lebih tajam disampaikan oleh Furqon Mujahid Bangun, perwakilan Aliansi Rakyat Menggugat dan Satgas Anti Korupsi Forum Ormas Jabar. Ia menilai hukuman terhadap pelaku korupsi masih jauh dari memberi efek jera.
“Regulasi penyitaan harus diperkuat. Harta koruptor harus bisa dialihkan untuk memiskinkan pelakunya,” tegasnya.
“Hukuman saat ini sangat ringan. Tidak heran muncul pelesetan bahwa cita-cita anak ingin menjadi koruptor, karena hukumannya ringan tapi menghasilkan banyak uang.”
Ia menegaskan harapan masyarakat agar Indonesia benar-benar bebas dari praktik korupsi.
Perwakilan lain, Arif Hamdani, mengeluhkan tidak adanya dukungan anggaran dari pemerintah terhadap organisasi masyarakat.
“Kami tidak pernah mendapatkan dukungan anggaran. Yang kami harapkan adalah pembinaan, serta pembersihan gaya-gaya pejabat yang tidak layak,” ujarnya.
Menanggapi berbagai masukan, hakim Adeng Abdul Kohar menegaskan bahwa seluruh unsur di hadapan hukum memiliki kedudukan yang sama.
“Koreksi dari masyarakat sangat kami hargai, tetapi harus berada dalam koridor hukum. Produk kami tidak berdasarkan opini, tapi fakta dan data persidangan. Hakim tidak boleh terintervensi,” jelasnya.
Ia juga meminta agar aksi-aksi masyarakat sipil tidak bertolak dari asumsi, melainkan dari temuan nyata.
Senada dikatakan, Hakim Anak Agung Gede Susila Putra menyoroti pentingnya pengawasan internal maupun eksternal.
“Pengawasan itu mutlak—dari iman, akhlak, dan regulasi. Jika menemukan penyimpangan atau kecurangan dalam penanganan perkara, laporkan. Kami terbuka,” ujarnya.
Namun ia juga menyoroti bahwa regulasi pengawasan saat ini masih kurang tegas dan perlu diperkuat pemerintah pusat.
Dalam sesi akhir, R. Yadi Suryadi menanyakan perkembangan salah satu kasus di Kota Bandung yang dinilai terlalu lama mendapatkan kesimpulan.
Menanggapi itu, Adeng menyampaikan bahwa seluruh proses telah berjalan sesuai aturan.
“Semua berkas sudah berada di meja pengadilan, dan benang merahnya sudah ada. Namun kami tidak bisa membuka detail di forum terbuka seperti ini,” katanya.
Catatan Redaksi: Dialog Kritis untuk Memperkuat Fondasi Hukum Jabar
Pertemuan terbuka ini menunjukkan bahwa ruang dialog antara masyarakat sipil dan lembaga peradilan masih menjadi kebutuhan mendesak, terutama di tengah tuntutan publik terhadap pemberantasan korupsi yang lebih tegas, transparan, dan berintegritas.
Forum Ormas Jabar menuntut pembenahan. PN Bandung menegaskan batas dan kewenangannya.
Keduanya bertemu dalam satu titik: Jawa Barat harus memiliki sistem hukum yang lebih bersih, lebih adil, dan tidak mudah dinegosiasikan.







