Oleh : Singky Soewadji
Porosmedia.com – Banjir di Sumatera dengan dahsyatnya menelan ratusan korban jiwa. Banjir yang membawa limbah kayu besar menjadi opini bahwa penebangan hutan menjadi faktor utamanya.
Direktur Jendral Kementerian Kehutanan malah memberikan statment kontroversial bahwa kayu tersebut hanyut secara alami.
Tidak kalah kontroversial juga dulu eks Menteri Kehutanan era SBY yaitu Zulhas.
Siapa yang tidak kenal Zulhas atau zulkifli Hasan, Yang membuat kontroversial adalah pelepasan hutan hampir menyentuh 2 juta Hektar lahan hutan.
Kontroversi Izin Hutan :
Menilik Jejak Zulhas di Sumatera
Sorotan Publik atas Kebijakan Pelepasan Kawasan Hutan 2009-2014
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Zulkifli Hasan (Zulhas) selama menjabat sebagai Menteri Kehutanan (Menhut) pada periode 2009 hingga 2014 di Kabinet Indonesia Bersatu II terus menjadi subjek kontroversi, terutama terkait pemberian izin pembalakan dan pelepasan kawasan hutan di pulau Sumatera.
Sejumlah Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) lingkungan menyoroti besarnya jumlah izin yang dikeluarkan kementerian di bawah kepemimpinan Zulhas. Greenomics Indonesia, misalnya, pernah menempatkan Zulhas sebagai menteri yang paling banyak menerbitkan izin pelepasan kawasan hutan menjadi perkebunan.
Angka yang beredar di publik menyebutkan total area yang dialihfungsikan mencapai jutaan hektare, dengan sebagian besar berada di wilayah Sumatera yang kaya hutan, memicu kekhawatiran terkait deforestasi dan bencana lingkungan, termasuk kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) gambut.
Kasus Riau dan Panggilan KPK Menguap Bagaikan Embun :
Jejak kebijakan Zulhas kian mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadapnya sebagai saksi pada tahun 2014. Pemeriksaan tersebut terkait dugaan suap revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau yang menjerat mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, dan korporasi.
Kasus ini berpusat pada penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014, mengenai Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan di wilayah Riau. Meskipun ada SK yang ditandatangani, Zulhas sendiri memberikan klarifikasi.
Beda Klaim dengan Realita Lapangan :
Meskipun mantan Menhut tersebut kerap menyampaikan sikap tegas terhadap pembalakan liar, dengan menyatakan tidak ada toleransi bagi pelakunya, data dan kritik dari kelompok lingkungan terus menyoroti dampak jangka panjang dari izin pelepasan kawasan yang masif.
Periode kepemimpinan Zulkifli Hasan di Kementerian Kehutanan pun dinilai oleh banyak pihak sebagai masa transisi cepat dari hutan alami menuju perkebunan monokultur, yang berimplikasi pada kerusakan ekosistem dan konflik lahan di Sumatera.
Isu ini kembali relevan seiring dengan posisinya saat ini dalam pemerintahan, mengingat kebijakan sektor kehutanan dan lingkungan tetap menjadi pilar penting dalam agenda pembangunan berkelanjutan Indonesia.
Kalau ada niat, Aparat Penegak Hukum (APH) terlebih KPK masih bisa meneruskan kasus ini dan memproses hukum, namun di negeri Konoha semua hanya Omin-Omon.
Kementerian Kehutanan yang seharusnya tugasnya menjaga ekosistem hutan malah kebalikannya.
Media sosial sekarang juga viral menyoroti wawancara langsung karena dirinya disinggung oleh aktor Hollywood Harrison Ford saat diwawancarai untuk keperluan pembuatan film dokumenter berjudul Years of Living Dangerously.
Harrison Ford kecewa karena hal yang dianggap seperti bencana ini malah ditanggapi Zulhas dengan tertawa bahkan cenderung candaan belaka. Padahal harrison bertanya dengan serius.
Ketika alam runtuh, seluruh konstruksi ekonomi ikut roboh karena fondasinya hilang.
Manusia begitu sibuk mengejar nilai yang dicetak di kertas, sampai lupa pada nilai yang menopang hidupnya sendiri.
Dan kenyataan hari ini membuktikannya. Bencana alam yang berulang bukanlah “musibah”, tetapi gejala dari pola pikir yang menempatkan alam sebagai korban tetap pembangunan.
Sungai yang meluap, tanah longsor, kabut asap, hingga hilangnya spesies bukan terjadi karena alam berubah agresif—kitalah yang merusak sistem penyangga hidup dengan penuh kesadaran, lalu bertingkah seolah itu kejutan.
Ironi itu terasa paling pahit di negeri yang dulu disebut zamrud khatulistiwa.
Julukan itu lahir karena Indonesia pernah menjadi salah satu lanskap hijau paling memesona di planet ini—hutan tropis yang luas, sungai yang kaya, dan keanekaragaman hayati yang tak tertandingi.
Namun hari ini, zamrud itu seperti permata yang digores dari dalam :
Deforestasi merajalela, hutan berubah menjadi lahan industri, ekosistem hancur, dan bencana datang semakin sering.
Yang membuatnya menyakitkan adalah kenyataan sederhana :
Kita sedang membongkar warisan alam yang pernah menjadikan bangsa ini megah, dan melakukannya dengan penuh kesadaran, seakan tidak ada harga yang perlu dibayar.
Tuhan menganugrahkan alam semesta yang indah dan kaya di negeri ini.
Keanekaragaman Hayati dan hasil alam yang luar biada, tapi Tuhan tidak menyertakan moral untuk bangsa ini.
Kau Peduli, Aku Lestari.
Salam Lestari !
Surabaya Minggu 30 November 2025
Singky Siewadji
Pemerhati Satwa Liar
Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI)







