REFORMASI DIREKSI TIRTAWENING: “Jalan Menuju Kemajuan”

Avatar photo

Oleh: R. Wempy Syamkarya, SH., M.M. (Pengamat Kebijakan Publik dan Politik)

 

Porosmedia.com – Kota Bandung hari ini tengah memasuki fase penting dalam tata kelola pelayanan publik. Dengan berakhirnya masa tugas Plt Dirut Tirtawening—yang secara administratif telah memasuki masa pensiun PNS—Wali Kota Bandung berkomitmen untuk membuka proses open bidding secara transparan dan akuntabel. Komitmen ini bukan hanya kebutuhan birokratis, tetapi tuntutan publik untuk memperbaiki kualitas layanan dasar, khususnya air bersih.

Open bidding biasanya membutuhkan waktu 1–3 bulan, tergantung kerumitan proses dan kesiapan perangkat administrasi. Namun, kecepatan bukan segalanya. Justru, transparansi dan akuntabilitas adalah dasar agar proses seleksi berlangsung bersih serta jauh dari kepentingan kelompok mana pun.

Mengapa Perubahan Direksi Tirtawening Tidak Bisa Ditunda?

1. Perubahan Adalah Bagian dari Perbaikan

Ketika situasi internal perusahaan daerah tidak optimal—baik dalam layanan, kualitas manajemen, maupun respons terhadap publik—maka perubahan bukan pilihan, tetapi keharusan. Reformasi direksi adalah pintu masuk untuk membangun ulang kepercayaan masyarakat.

2. Evaluasi Kinerja Direksi Sebelumnya

Jika kinerja direksi lama belum memenuhi harapan publik, maka regenerasi dan penataan ulang struktur kepemimpinan adalah langkah rasional. Direksi tidak boleh dibiarkan terjebak dalam zona nyaman, terlebih ketika pelayanan air bersih masih jauh dari kata ideal.

3. Kebutuhan Akan Ide-Ide Baru

Baca juga:  Momen Helloween 2024 undang Wisatawan Uji Nyali Horor di Trans Studio Bandung

Tirtawening membutuhkan pemimpin yang mampu membawa perspektif lebih segar—dari inovasi teknologi, manajemen risiko, investasi strategis, hingga penyempurnaan SOP layanan masyarakat. Direksi baru harus hadir dengan mental pembaharu, bukan sekadar pelanjut rutinitas.

Evidence yang Tidak Bisa Diabaikan

1. Contoh dari Banyak Perusahaan Publik

Banyak perusahaan, baik BUMN maupun BUMD, berhasil bangkit setelah melakukan penyegaran kepemimpinan. Perubahan direksi sering menjadi momentum bagi lahirnya disiplin baru, strategi baru, dan budaya kerja baru.

2. Penelitian Akademik

Berbagai riset organisasi menunjukkan bahwa pergantian direksi dapat meningkatkan performa institusi, terutama jika diiringi pembenahan sistem dan reorientasi kebijakan.

3. Kualifikasi Direksi Baru

Sosok-sosok yang mengikuti open bidding biasanya adalah mereka yang memiliki rekam jejak profesional dan kecakapan teknis sesuai kebutuhan perusahaan. Ini membuka peluang bagi Tirtawening untuk benar-benar memperkuat fondasi manajemen.

Reasoning: Mengapa Reformasi Direksi Harus Menyeluruh

Argumen bahwa perubahan hanya dilakukan pada posisi Direktur Utama sering kali menyesatkan. Faktanya, kinerja perusahaan daerah tidak hanya ditentukan oleh Dirut, tetapi juga oleh jajaran direksi lainnya.

Oleh karena itu:

1. Analisis Situasi

Jika kondisi Tirtawening tidak baik, maka pembenahan harus menyentuh seluruh level pengambil keputusan.

2. Evaluasi Menyeluruh

Ketika target pelayanan air bersih dan kualitas manajemen belum tercapai, maka wajar apabila proses penyegaran dilakukan secara struktural, bukan parsial.

Baca juga:  Fahri Hamzah Paparkan Strategi 3 Juta Rumah per Tahun di Forum IsDB Aljazair

3. Solusi yang Lebih Realistis

Direksi baru dengan kompetensi yang relevan berpotensi membawa perubahan positif yang tidak bisa dicapai hanya dengan mengganti satu posisi.

Saya menegaskan bahwa Wali Kota perlu mempertimbangkan penyegaran tidak hanya pada posisi Dirut, tetapi juga pada jajaran direksi lainnya. Tentu bukan atas dasar suka atau tidak suka, melainkan atas dasar kebutuhan organisasi dan amanah pelayanan publik.

Open Bidding: Tidak Cukup Hanya untuk Dirut

Catatan penting yang sering disalahpahami publik:
Proses open bidding biasanya dibuka untuk satu posisi, yakni Direktur Utama.

Namun, regulasi tidak melarang pemerintah daerah memutuskan untuk membuka seleksi serentak apabila diperlukan untuk perbaikan organisasi secara menyeluruh.

Jika Tirtawening memiliki struktur yang kompleks, atau bila kinerja direksi lain juga membutuhkan evaluasi mendalam, maka membuka seleksi beberapa posisi sekaligus adalah opsi yang sepenuhnya sah dan strategis.

Keputusan ini tentu berada di tangan Wali Kota sebagai pemilik kewenangan pembinaan BUMD.

Persyaratan Open Bidding: Standar yang Harus Dikawal Publik

Agar proses ini bersih dari permainan politik dan titipan kelompok tertentu, persyaratan harus jelas:

1. Persyaratan Administratif

Surat lamaran, CV, rekam pendidikan, legalitas dokumen, dan riwayat jabatan.

2. Persyaratan Teknis

Pengalaman kerja, kompetensi teknis, pemahaman sektor air minum, manajemen risiko, pengelolaan aset, dan kemampuan memimpin organisasi besar.

Baca juga:  Josephine Simanjuntak: Sampah Jakarta Mengerikan, Fungsikan Bank Sampah!

3. Persyaratan Integritas dan Keuangan

Dokumen pajak, rekam jejak keuangan pribadi dan organisasi yang pernah dipimpin.

Semua proses ini wajib terbuka, mulai dari pengumuman, tahapan seleksi, hingga penentuan tiga besar calon.

Peran Publik: Mengawal, Bukan Sekadar Menonton

Tokoh masyarakat, akademisi, LSM, dan seluruh kelompok sipil harus mengawal proses ini secara aktif. Transparansi tidak cukup hanya diumumkan; ia harus diawasi. Akuntabilitas tidak cukup dijanjikan; ia harus dibuktikan.

Tirtawening adalah perusahaan yang memegang hajat hidup orang banyak.
Maka publik memiliki hak penuh untuk memastikan bahwa kepemimpinan perusahaan ini dipilih dengan cara yang benar.

Saatnya Tirtawening Melangkah ke Era Baru

Reformasi direksi bukan sekadar pergantian nama atau jabatan. Ini adalah momentum untuk membentuk kembali arah perusahaan daerah yang selama ini menjadi sorotan masyarakat.

Dengan direksi yang kompeten, berpengalaman, dan terpilih melalui proses open bidding yang benar-benar bersih, Tirtawening dapat melangkah menuju standar layanan publik yang lebih tinggi, sebagaimana seharusnya di kota besar seperti Bandung.

Wali Kota Bandung memegang kunci perubahan ini.
Publik memegang kunci pengawasan.
Dan sejarah akan mencatat apakah momentum ini benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan, atau sekadar menjadi rotasi birokrasi tanpa makna.