Porosmedia.com – Kejaksaan Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin menunjukkan langkah transformasi kelembagaan yang signifikan. Reformasi ini tidak hanya menyentuh struktur internal dan penataan sumber daya manusia, tetapi juga tercermin dalam peningkatan kinerja yang terukur di seluruh satuan kerja Kejaksaan se-Indonesia.
Modernisasi SDM menjadi fondasi dasar reformasi. Kejaksaan menerapkan merit system yang ketat, mulai dari proses asesmen, pendidikan, hingga penempatan jabatan. Setiap jenjang karier harus melalui tahapan seleksi yang jelas dan terstandar.
Penerapan reward and punishment dilaksanakan dengan tegas dan proporsional. Tidak sedikit aparat kejaksaan yang dijatuhi sanksi, bahkan sampai pemberhentian dan proses pidana, ketika terbukti melakukan pelanggaran etik maupun hukum. Langkah ini menunjukkan komitmen institusi dalam menegakkan integritas internal.

Jaksa Agung secara konsisten menekankan pentingnya konsistensi kinerja antara pusat dan daerah. Evaluasi kinerja para pimpinan satuan kerja dilakukan berkala untuk memastikan tidak ada kesenjangan dalam penanganan perkara. Prinsipnya jelas:
penegakan hukum tidak boleh hanya tampak kuat di pusat, tetapi harus setara dan merata hingga tingkat daerah.
Pendekatan ini menegaskan bahwa setiap kantor kejaksaan, dari Kejaksaan Agung hingga Kejaksaan Negeri, memiliki standar kinerja yang sama dan harus mampu merespons kebutuhan hukum masyarakat secara cepat dan akuntabel.
Salah satu pilar transformasi Kejaksaan adalah penerapan penegakan hukum humanis, terutama untuk perkara dengan dampak sosial kecil dan tidak berpotensi mengganggu stabilitas publik.
Melalui berbagai instrumen seperti musyawarah berbasis kearifan lokal, Restorative Justice, dan program Jaga Desa, Kejaksaan mengedepankan penyelesaian yang adil tanpa harus selalu membawa perkara ke pengadilan.
Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya mengurangi beban peradilan sekaligus memastikan penyelesaian perkara lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam perkara tindak pidana korupsi, Jaksa Agung menegaskan pentingnya mempertimbangkan unsur perekonomian negara dan kepentingan hajat hidup masyarakat. Penegakan hukum harus berdampak pada pemulihan dan penyelamatan perekonomian secara berkelanjutan, sejalan dengan agenda nasional yang termaktub dalam program Asta Cita.
Transformasi ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga menjaga keberlangsungan pelayanan publik, stabilitas ekonomi, serta keamanan sosial.
Dalam berbagai kesempatan, Jaksa Agung selalu menekankan tiga nilai fundamental bagi setiap jaksa:
integritas, profesionalisme, dan empati.
Penegakan hukum yang tegas harus berjalan bersama pendekatan humanis agar kehadiran Kejaksaan benar-benar dirasakan sebagai pelindung kepentingan masyarakat.
Oleh : Dr. Ketut Sumedana – Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan







