Kasus Perumda Pasar Juara Bandung: dari Pemotongan Gaji, Demosi, Hingga Dugaan Penyimpangan — Akankah Berujung Pada Korupsi? 

Avatar photo

Porosmedia.com – Kasus dugaan pemotongan gaji dan demosi di Perumda Pasar Juara Kota Bandung terus bergulir dan memicu perhatian publik. Informasi dari para karyawan menyebutkan adanya pemotongan yang mencapai 40–50% sejak tahun 2023, bahkan beberapa karyawan hanya menerima sekitar 25% dari gaji normal. Kondisi ini semakin memanas setelah para karyawan menyampaikan somasi kepada jajaran direksi untuk meminta klarifikasi dan penyelesaian.

Di tengah tekanan ekonomi pascapandemi, dugaan ini wajar memicu reaksi keras dari publik dan pengamat kebijakan. Pertanyaan besar pun muncul: apakah persoalan ini berpotensi mengarah pada tindakan korupsi atau pelanggaran tata kelola?

Isu-Isu Utama dalam Kasus Perumda Pasar Juara

1. Pemotongan Gaji Tanpa Penjelasan Memadai

Karyawan mengaku menerima gaji yang tidak sesuai hak mereka. Minimnya penjelasan resmi dan tidak adanya transparansi terkait alur keuangan menjadi sorotan.

2. Demosi yang Dinilai Tidak Proporsional

Sejumlah karyawan yang bersuara justru mengalami penurunan jabatan. Jika benar terjadi, tindakan ini dapat dinilai sebagai bentuk pembalasan atau intimidasi — sebuah praktik yang bertentangan dengan prinsip tata kelola perusahaan daerah.

Baca juga:  Jelang Nataru, Pemkot Bandung Fokus Jaga Stabilitas Inflasi dan Daya Beli Warga

3. Dugaan Penyimpangan Keuangan

Terdapat informasi mengenai dugaan penggelapan dana yang melibatkan oknum bendahara gaji. Akibatnya, beberapa karyawan bahkan mengalami blacklist di perbankan, sebuah indikasi serius yang tidak boleh diabaikan.

DPRD Kota Bandung Turun Tangan

Komisi II DPRD Kota Bandung telah menyatakan kekecewaan atas ketidakhadiran direksi Perumda Pasar Juara dalam rapat resmi yang membahas permasalahan ini. Sikap tersebut memperkuat dugaan bahwa persoalan internal perusahaan daerah ini perlu pengawasan lebih ketat.

Tuntutan legislatif jelas:
kasus ini harus dijelaskan secara terbuka dan diselesaikan secara adil.

Apakah Ada Indikasi Korupsi?

Meski statusnya masih sebatas dugaan, pola pemotongan gaji, demosi yang tidak proporsional, dan indikasi mismanajemen keuangan dapat membuka ruang bagi potensi tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu, aparat penegak hukum (APH) perlu mengambil langkah cepat.

Jika laporan telah diajukan ke Kejaksaan Negeri, Polrestabes Bandung, hingga KPK, maka proses penyelidikan harus berjalan secara: Objektif, Profesional dan Tanpa intervensi kepentingan apa pun

Tuntutan Publik: Kembalikan Hak Karyawan, Tegakkan Akuntabilitas

Baca juga:  Mengevaluasi Kinerja DPRD Kota Bandung: Antara Harapan Dan Kenyataan 

Para karyawan berhak atas gaji yang transparan dan sesuai ketentuan. APH juga diminta: Mengusut seluruh dugaan pemotongan gaji dan demosi, Mengidentifikasi siapa pun yang bertanggung jawab, Mengambil tindakan administratif maupun hukum dan  Memastikan praktik serupa tidak terulang di masa depan

Transparansi bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga syarat hukum dalam pengelolaan keuangan perusahaan daerah.

Analisis & Penilaian Pengamat: “Kasus Ini Terlalu Serius untuk Dibiarkan”

Menurut Pengamat Kebijakan Publik dan Politik, R. Wempy Syamkarya, SH., M.M., kasus ini bukan sekadar persoalan hubungan industrial biasa.

Kasus Perumda Pasar Juara merupakan persoalan serius yang menyangkut hak karyawan, tata kelola keuangan, dan etika penyelenggaraan perusahaan daerah.

Pemotongan gaji tanpa mekanisme yang jelas melanggar prinsip keadilan. Demosi yang menyasar karyawan pelapor berpotensi dianggap sebagai bentuk tekanan. Ketidaktransparanan keuangan membuka ruang bagi penyimpangan serius.

Evidence (Sesuai Informasi dari Lapangan) Pengakuan karyawan terdampak, Dokumen internal yang menunjukkan ketidakwajaran alur pembayaran dan Kesaksian pihak-pihak terkait

Jika dugaan ini benar, maka Perumda Pasar Juara menghadapi persoalan mendasar dalam sistem kontrol dan tata kelola. Oleh karena itu, APH wajib turun tangan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hukum maupun penyalahgunaan kewenangan.

Baca juga:  Dikepung Pers Bekasi Raya, Gubernur Dedi Mulyadi Diminta Klarifikasi Pernyataan Antimedia

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan perusahaan daerah harus jauh dari kepentingan politik dan wajib mengedepankan akuntabilitas. Penegakan hukum harus dilakukan sampai tuntas, bukan hanya untuk menyelesaikan kasus, tetapi juga sebagai preseden bagi perusahaan daerah lain agar tidak mengulangi kesalahan serupa.

Pengamat Kebijakan Publik & Politik :  R. Wemp Syamkarya, SH., M.M.