Pemkot Bandung Waspadai Pergeseran Tanah dan Ancaman Rumah Roboh: Mitigasi Dini Jadi Prioritas

Avatar photo

 

Porosmedia.com, Bandung – Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengingatkan warga agar meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi pergerakan tanah mikro yang mulai terdeteksi di beberapa wilayah kota. Fenomena ini dikhawatirkan menjadi penyebab utama kerusakan dan robohnya rumah-rumah warga, terutama di kawasan padat penduduk dan bantaran sungai.

Peringatan itu disampaikan Farhan saat kegiatan Siskamling Siaga Bencana di Kelurahan Kebon Jayanti, Kecamatan Kiaracondong, Rabu (29/10/2025).

“Saya khawatir ada pergerakan mikro di tanahnya. Pondasi yang tidak stabil bisa menyebabkan rumah roboh kapan saja. Ini perlu kita waspadai bersama,” ujar Farhan.

Dalam arahannya, Farhan menugaskan tim teknis dari Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi, dan Tata Ruang (Disciptabintar) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk segera melakukan analisis geoteknis di lapangan.

“Kita harus tahu secara pasti daerah mana saja yang rawan pergerakan tanah agar bisa dibuat peta risiko baru,” tegasnya.

Ia menilai, kesiapsiagaan struktural harus menjadi prioritas karena sebagian besar permukiman di Bandung berdiri di atas kontur tanah yang tidak stabil, terutama wilayah dengan drainase lemah dan struktur rumah non-permanen.

Baca juga:  Menyelaraskan Teknologi dan Empati: Masa Depan Rekrutmen HR

Dalam dialog bersama warga, Farhan juga menyoroti bangunan liar di sepadan sungai yang kerap memperparah kondisi tanah dan mengganggu aliran air.

“Bangunan di bantaran sungai bisa mempercepat longsor. Kita harus evaluasi: mana yang bisa diperkuat dan mana yang memang harus ditertibkan,” ujarnya tegas.

Ia menugaskan jajarannya untuk meninjau titik longsor di RT 2 RW 7 yang sudah mengancam rumah warga. Farhan bahkan membuka opsi pembangunan kirmir penahan tanah di sisi sungai untuk mencegah kerusakan lanjutan.

“Kalau memungkinkan, kita bangun penahan di sisi kanan sungai. Tapi langkah mitigasi harus segera disiapkan sebelum musim hujan tiba,” kata Farhan.

Camat Kiaracondong, Mochamad Arief Budiman, melaporkan bahwa penanganan sementara telah dilakukan melalui pemasangan besi penahan, namun dibutuhkan pembangunan permanen agar rumah warga tidak kembali roboh.

Farhan menegaskan pentingnya deteksi dini dan keterlibatan aktif masyarakat. Ia mengimbau agar warga tidak menunggu bencana terjadi baru bereaksi.

“Laporkan sekecil apa pun tanda-tandanya — retakan di dinding, lantai yang miring, atau tanah yang menurun. Jangan tunggu ambruk baru bertindak,” tegasnya.

Baca juga:  Pangdam I/BB Hadiri Rangkaian Peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI

Langkah waspada yang diambil Pemkot Bandung ini mencerminkan paradoks kota besar: antara percepatan pembangunan dan daya dukung lingkungan yang kian menurun.
Pertumbuhan permukiman tanpa kontrol tata ruang yang ketat telah menempatkan banyak warga di zona rawan bencana geotektonik mikro.

Penguatan koordinasi antarinstansi — mulai dari Disciptabintar, BPBD, Dinas Perumahan, hingga kelurahan — kini menjadi kunci.
Kebijakan mitigasi tidak cukup hanya reaktif, tetapi harus berbasis data geospasial dan peta kerentanan yang diperbarui secara berkala.

Jika tidak, ancaman “pergeseran mikro” yang disebut Farhan bisa menjadi awal dari bencana struktural perkotaan yang lebih besar di masa depan.

Peringatan dini yang disampaikan Wali Kota Farhan merupakan sinyal penting bagi seluruh perangkat daerah dan masyarakat.
Bandung tidak hanya butuh slogan “siaga bencana”, tetapi sistem deteksi dan mitigasi yang benar-benar bekerja di lapangan.

Kota yang kuat bukanlah kota yang tidak pernah dilanda bencana, tetapi kota yang mampu bertahan dan belajar dari setiap ancaman yang datang.