bagi pengiat Sejarah nama Haryoto Kuntho sudah tidak merasa asing lagi ditelinga

Avatar photo

Porosmedia.com – Bagi pengiat sejarah Nama Haryoto Kuntho sudah tidak merasa asing lagi ditelinga, meskipun sudah 23 Tahun silam sejak beliau wafat karya- karyanya menjadi bukti sejarah masih ada sesosok sejarawan yang teramat peduli pada kota Bandung , dimana sebagian kita yang berdomisili dan terlahir di bumi parahiangan ini Kota Bandung sudah semakin hari berubah wajah.

Memang semenjak almarhum masih ada kecintaan pada kota Bandung sungguh luar biasa, seperti yang dituangkan dalam sebuah buku berjudul Bandung Tempo Doeloe.

Alhamdulilah atas karunia Allah SWT serta anugerah sehat bugar serta panjang umur pada istri almarhum Ibu Ety Haryoto Kuntho , yang sempat dikunjungi oleh sesama rekan Jurnalis ini , menjadi saksi sejarah atas biografi almarhum.

Pada kesempatan berkunjung kekediaman Bapak dengan sebuatan kuncen Bandung , Ibu Ety nampak begitu terpukul saat kepergian almarhum , sebagai manusia yang terlahir sempurna yang dianugerahi pasangan hidup sudah barang tentu akan sedih bilamana ditinggalkan untuk selama- lamanya demi panggilan Ilahi. Akan tetapi dalam menjalani sisa hidup ini , Ibu Ety sangat antusias serta dukungan moril serta materiil tetap tercurah terhadap koleksi buku- bukunya Bapak Haryoto Kuntho , seperti yang diungkapkanya.

Baca juga:  Obrolan Penting dari DS pada Rembug Bedas ke-94 di Gedung Islamic Center

Namun dikarenakan faktor usia dan kerentanan fisik dimasa purna bakti dari wakil kepala sekolah SMUN 11 Bandung , beliau ingin menikmati sisa usianya dengan damai serta tenang, sehingga untuk menyelamatkan seluruh asset koleksi buku- buku berharga peninggalan mendiang suaminya ini diserahkan kepada lembaga pemerintah kota Bandung yang memiliki kewenangan dan melestarikan hak- kekayaan intelektual, tukasnya.

Nama Haryoto Kunto tetap hidup dalam karya-karyanya yang menjadi saksi bisu akan sejarah Kota Bandung tempo dulu.

Kiprahnya sebagai seorang penulis telah meninggalkan jejak yang tak terlupakan, dan buku-bukunya masih menjadi incaran banyak orang hingga saat ini.

Di setiap percakapan tentang Bandung masa lalu, namanya selalu muncul, mengingatkan kita akan pesona dan kekayaan budaya kota ini.

Salah satu karya tulisnya yang ikonik adalah “Kuncen Bandung,” “Bandung Tempo Dulu”, dan ” Semerbak Bunga di Bandung Raya, ” adalah karya-karya Haryoto Kunto yang dikenang oleh para pembacanya hingha saat ini.

Membaca karya Haryoto Kunto kita seperti melongok jendela waktu yang membawa kita jauh ke belakang sebagai bentuk nostalgia di zaman Belanda.

Baca juga:  Farhan: "Soko Guru Indonesia dalam bidang Eksplorasi dan Konservasi

Buku karya Haryoto Kunto, Semerbak Bunga di Bandung Raya merupakan salah satu karya terrain Haryoto Kunto (Foto Istimewa)

Baca Juga: Bangunan Ikonik, Taj Mahal Terancam Tenggelam, Debit Air Sungai Yamuna Naik Signifikan

Buku-bukunya tentang kota Bandung memungkinkan kita mengenang dan menghayati masa lalu Bandung, sambil merenungkan kondisi kota saat ini, serta membayangkan bagaimana masa depan kota Bandung, akan terbentuk menjadi apa di masa depan.

Yang pasti Haryoto Kunto akan menarik setiap mereka yang ingin mencoba mengubah keindahan Bandung, karena Haryoto Kunto ingin Bandung tetap bersolek menurut aturan dan gayanya seperti keindahan di zaman Belanda.

Tentang kewajiban warga untuk turut mengatur keindahan kotanya (Bandung) Haryoto Kunto menyelibkan puisi Belanda dalam bukunya : “Semerbak Bunga di Bandung Raya pada Ban 1 :
Er is maar een stad die mijn stad kan zijn, zij grow it meet de daad en die daad is mijn (Hanya ada sebuah kota yang memungkinkan menjadi kotaku, dia berkembang dengan segala daya upaya dan upaya itu adalah jeri payaku)

Baca juga:  Setelah Sukses Film 'Anak Kolong', Blackstone Picture dan Bigbeng Production Kembali Buat Film Drama Komedi 'Bambang Sedunia

Buku lain Haryoto Kunto adalah “Ramadhan di Priangan”. Buku ini membawa pembaca pada perjalanan melintasi waktu, menggambarkan suasana dan tradisi Ramadan di Priangan, kawasan historis di sekitar Bandung.

Karya ini menjadi bukti nyata betapa pentingnya budaya dan tradisi dalam membentuk identitas suatu daerah, serta menjadi titik referensi untuk memahami nilai-nilai kultural yang telah berakar dalam masyarakat.