Porosmedia.com, Kab. Bandung – Pemilu yang dilaksanakan 14 Februari 2024 hingga kini menuai opini masyarakat dan ‘kegaduhan’ di Medsos (Media Sosial). Karena itu, Eka Santosa Politisi Jabar menyebut jika Pemilu (Pemilhan Umum) pada 2024 kali ini ‘ajaib’. “Selain ajaib, juga aneh. Apakah sebuah kemajuan atau kemunduran? Bukan soal kalah menang. Menurut saya ini suatu kemunduran,” kata Eka Santosa yang pernah duduk di kursi Komisi II DPR RI itu sekaligus Ketua DGP8 (Dukung Ganjar Presiden ke-8) Jawa Barat.
Selain itu Eka juga mendorong DPR RI untuk meminta pertanggungjawaban Pemerintah dan KPU atas kegagalan Pilpres 2024. hal tersebut dikatakan dalam sebuah tanyangan ‘Podcast’ pada Jumat (23/2/2024) di kediamanya ‘Alam Santosa’, Desa Pasirimpun, Kab. Bandung.
Dalam durasi tayangan itu, Eka juga menyoroti proses penetapan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) sebelum Pilpres (Pemilihan Presiden) dalam Pemilu 2024. Eka Santosa memandang jika proses penetapan Capres-Cawapres telah terjadi pelanggaran undang-undang. “Nabrak-nabrak konstitusi, dan ada istilah ‘Anak Haram Kontitusi’ juga ada istilah ‘Presden Cawe-Cawe’, ” ungkap mantan Ketua DPRD Jabar Eka Santosa dengan nada kecewa.
Tak hanya itu, ia juga menilai soal aplikasi Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu) yang bisa menjadi salah satu alat bukti hukum kegagalan Pemilu 2024.”Kalau tidak buat apa negara membiayai besar-besaran untuk pembuatan Sirekap ini,” kata alumni Fisip UNPAD itu dengan nada tanya.
Aplikasi Sirekap dikembangkan pertama kali pada 2020 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 2021, KPU membuat nota kesepahaman dengan ITB soal pengembangan teknologi Sirekap. Saat itu proyek pengembangan aplikasi Sirekap menghabiskan dana senilai Rp 3,5 miliar.
Lalu, Eka Santosa melihat hasil penghitungan suara saat ini sebagai kontroversi di masyarakat. “Terjadi demo protes dari masyarakat menunjukkan ketidakpuasan pada proses penghitungan suara. Relawan yang lain diharapkan tidak melakukan protes dengan cara-cara yang melanggar etika, norma, dan moral. Jangan bernuasa preman lah, siap kalah siap menang,” ujar Eka Santosa yang pernah menjabat sebagai Ketua KONI Jabar.
Selanjutnya, Ia melihat dalam suatu ‘pertandingan’ Pemilu 2024 sekarang dalam hal ini wasitnya yaitu KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum).”Masyarakat saat ini meragukan integritas serta obyektivitas KPU dan Bawaslu, kalau kondisi seperti ini mau malaikat atau setan akan kalah kalau melihat proses (Pemilu) seperti ini,” kata Eka Santosa yang pernah jabat Ketua Alumni GMNI Jabar.
Saat ini tim khusus Relawan DGP8 Jabar sedang mengumpulkan data-data terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.”Kita sedang mengumpulkan bukti tak hanya angka-angka, tapi juga data kegiatan yang mengarahkan untuk memilih paslon tertentu. Kita kumpulkan mulai dari tingkat desa,” terang Eka Santosa pemilik tanda jasa ‘Satya Bina Bhakti Utama’ dari PB Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia.
Belum lama ini pada Kamis (22/2/2024), Koalisi paslon capres-cawapres 01 (Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar) dan paslon capres-cawapres 03 (Ganjar Pranowo-Mahfud MD) sepakat mengusulkan Hak Angket DPR RI ke Pemerintah sebagai penyelenggara Pemilu 2024 terkait Kurangan Pemilu. ” Silahkan saja soal Hak Angket, DPRI RI nanti bisa menggunakan Hak Angket soal kecurangan Pemilu 2024. Tinggal dibuktikan apakah akan digunakan Hak Angket tersebut,” pungkas Eka Santosa. Dengan demikian ia berharap semua pihak bisa mengawal dan mempertanggungjawabkan slogan ‘Pemilu Jujur dan Adil’.