Budaya  

Ekspedisi 3 Sungai, Bermacam-macam Jenis Sampahnya

Avatar photo

Bandung, porosmedia.com – Permasalahan kebersihan sungai sebagai sumber air konsumsi warga masyarakat lagi-lagi tercuat dalam diskusi bertopik Sampah Bencana Budaya yang dilangsungkan di Amphiteater Teras Cikapundung pengujung Januari lalu. Diskusi tersebut mengiringi Nobar film “Ekspedisi 3 Sungai” dan “Preserving The Séké”, diselenggartakan oleh komunitas Kampoeng TjibaraniKomunitas Cikapundung berkerjasama dengan Ecoton dan Watchdoc. Para pembicara di acara itu adalah Prigi Arisandi, peneliti EcotonHawe Setiawan, boedajawan; Rahim ABS, pegiat lingkoengan hidoep dan Irwan Zabonx, sineas, soetradara Preserving The Séké.

Dari diskusi itu muncul temuan Prigi bahwa Sungai Brantas sebagai sumber air minum di Jawa Timur begitu tercemar bermacam-macam jenis sampah. Salah satu di antaranya adalah sampah pampers dan juga pembalut bekas. “Setiap harinya bisa mencapai 1,5 juta sampah pampers sekali pakai,” ujar Prigi. Luar biasa!

Temuan Prigi ini rupanya jadi perhatian peserta diskusi yang mayoritas para pecinta lingkungan dan pegiat Sungai Citarum dan sungai lainnya di Jawa Barat. Tak pelak, pempers bekas ini pun diriuhkan oleh mereka dengan istilah nyunda, jadi “Cangcut urut nan butut.” Istilah ini diungkap oleh salah seorang peserta diskusi, Rinrin Candraresmi, seorang seniwati teater.

Baca juga:  Ini Dia Juara dan Pemenang Favorit Free Palestine Network (FPN) International Competition

Pemanfaatan sampah pempers sekali pakai ini memang pernah dilakukan oleh salah seorang pegiat lingkungan bernama Ia Kurnia, warga Cimaung, Kab. Bandung yang saat ditemui beberapa waktu lalu tergabung dalam komunitas JRM, Jurig Runtah Marakayangan.  Ia mengolah sampah pempers bekas dan menjadikannya vas/pot tanaman yang artistik dan menarik.

I
Ia Kurnia

“Sampah pempers bekas ini memang tidak hanya mengotori sungai,” kata Ia waktu itu. Kita bisa menemukannya dimana saja. “Di pinggir-pinggir jalan sekali pun saya suka menemukannya. Wisatawan yang membawa anak-anak juga sering kali terlihat membuang pempers bekas sembarangan,” lanjut Ia. Dari amatannya itu timbul keinginannya untuk mendaur-ulang pempers bekas menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Ia mempelajarinya dengan cara dan akal-akalan sendiri serta berdiskusi bersama rekan-rekan lainnya yang peduli, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan jelnya. Namun akhirnya di tangan Ia jel pempers bekas itu bisa diolah sehingga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dan lembaran pempersnya bisa dijadikan bahan pot/vas tanaman.

Upaya Ia Kurnia pun sempat diapresiasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung dan pernah ditampilkan di beberapa pameran. Lama tak dijumpai, terutama selama pandemi, apakah Ia Kurnia masih berproduksi?

Baca juga:  SIKAP RAKYAT JAWA BARAT: Menuntut Keadilan Atas Alam dan Manusia

Karya Ia ini boleh dipandang sebagai koleksi istimewa baik perorangan maupun lembaga. Keberadaannya di rumah atau perkantoran bisa merupakan sarana edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat, sesiapa yang mencintai lingkungan. Tidak hanya berupa bagian interior atau pajangan saja, bahkan bisa juga sebagai “show of identity” seseorang atau lembaga pegiat lingkungan hidup. adi raksanagara/jt

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *