Porosmedia.com, Bandung, 26 Juni 2025 – Ribuan buruh dari berbagai sektor kembali memenuhi jalan-jalan utama Kota Bandung dalam aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2025. Namun lebih dari sekadar seremoni tahunan, aksi ini mencerminkan akumulasi kekecewaan yang mendalam atas kebijakan ketenagakerjaan yang dinilai abai terhadap nasib pekerja.
Upah Layak Masih Sekadar Wacana
Salah satu isu paling mencolok adalah tuntutan upah layak. Para buruh menuntut agar pemerintah dan pengusaha benar-benar menjadikan Upah Minimum Kota (UMK) sebagai standar yang dihormati, bukan sekadar angka formalitas. Kenaikan upah tahunan pun dinilai tidak transparan dan cenderung ditentukan secara sepihak tanpa mempertimbangkan realitas kebutuhan hidup layak di Bandung yang terus naik.
Secara khusus, pekerja kebersihan menjadi sorotan. Mereka disebut sebagai simbol ketimpangan upah: menjalankan tugas vital untuk kota, tetapi tetap dibayar jauh di bawah standar. “Upah kami belum manusiawi, padahal kami bersih-bersih kota setiap hari,” keluh seorang pekerja kebersihan di sela aksi.
K3: Nyawa Buruh Seolah Tak Bernilai
Kasus kecelakaan kerja yang merenggut nyawa buruh terus berulang, namun sanksi terhadap pengusaha pelanggar terkesan ringan dan tak menimbulkan efek jera. Buruh menilai pemerintah daerah belum tegas dalam menerapkan regulasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Bahkan, banyak perusahaan yang sama sekali tidak menyediakan pelatihan atau peralatan kerja yang layak.
“Kami bukan alat produksi. Kami manusia. Tapi setiap hari kami dipaksa berjudi dengan nyawa,” ujar seorang buruh konstruksi yang mengaku pernah nyaris celaka akibat kelalaian sistem K3 perusahaan.
Outsourcing: Status Pekerja Kabur, Hak pun Terabaikan
Sistem kerja outsourcing juga menjadi titik panas dalam tuntutan buruh. Banyak pekerja mengeluh tidak memiliki kejelasan status pekerjaan, tidak mendapatkan jaminan sosial, bahkan tidak dilindungi oleh kontrak kerja tertulis yang sah. Hal ini membuka ruang luas bagi praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang sewenang-wenang.
“Outsourcing hari ini adalah bentuk modern dari perbudakan. Kami dipakai, diperas, lalu dibuang kapan saja,” kata salah satu koordinator aksi dari sektor ritel.
Hak Dasar Diabaikan, PHK Sepihak Marak
Tuntutan buruh juga mencakup perlindungan atas hak-hak dasar pekerja: hak cuti, hak berserikat, dan hak atas jaminan sosial. Mereka menolak keras praktik PHK sepihak yang semakin marak pasca pandemi dan liberalisasi aturan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja.
Perda Ketenagakerjaan Mandek di Tangan Pemkot
Puncak kritik diarahkan ke Pemerintah Kota Bandung yang dinilai tidak serius menjalankan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketenagakerjaan. Buruh menyebut regulasi itu hanya menjadi dokumen mati yang tak pernah diterjemahkan dalam kebijakan konkret. Padahal, Perda tersebut seharusnya menjadi payung hukum penting untuk melindungi hak-hak buruh di wilayah Kota Bandung.
“Kami tidak butuh Perda sebagai pajangan. Jalankan! Buktikan keberpihakan pada rakyat pekerja!” teriak orator dari atas mobil komando.