Porosmedia.com, Bandung – Janji politik “Sampah Zero Waste” yang diusung pasangan Farhan–Erwin dalam masa kampanye Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung bukan sekadar slogan, tetapi telah tercatat resmi dalam dokumen visi dan misi di Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Artinya, komitmen ini memiliki kekuatan moral dan administratif untuk diwujudkan secara nyata, bukan hanya sebagai retorika politik.
Sebagai pemimpin daerah, Farhan dan Erwin kini memikul tanggung jawab besar untuk membuktikan bahwa janji tersebut dapat diterjemahkan menjadi kebijakan konkret, terukur, dan berkelanjutan. Masyarakat pun memiliki hak untuk menagih realisasi komitmen tersebut serta memantau sejauh mana pemerintah kota menjalankan mandatnya.
Transparansi dan akuntabilitas publik harus menjadi prinsip utama agar masyarakat yakin bahwa janji “Zero Waste” bukan sebatas pencitraan politik, melainkan arah kebijakan strategis dalam menyelamatkan masa depan lingkungan Kota Bandung.
Untuk mencapai target ambisius “Sampah Zero Waste”, terdapat sejumlah langkah strategis yang perlu segera ditempuh oleh Pemerintah Kota Bandung di bawah kepemimpinan Farhan–Erwin:
1. Menyusun Rencana Aksi yang Terukur
Pemerintah harus menyiapkan roadmap atau rencana aksi yang jelas dan realistis, dengan indikator pencapaian yang dapat dievaluasi publik. Fokus utama diarahkan pada pengurangan sampah dari sumber, sistem pemilahan, dan pemanfaatan kembali melalui daur ulang.
2. Meningkatkan Infrastruktur Pengelolaan Sampah
Pembangunan fasilitas seperti tempat daur ulang, pusat komposting, dan teknologi pengolahan modern harus menjadi prioritas. Infrastruktur yang kuat merupakan fondasi untuk sistem pengelolaan sampah yang berdaya tahan dan berkelanjutan.
3. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
Program edukasi publik perlu digalakkan untuk membangun budaya sadar lingkungan. Tanpa perubahan perilaku masyarakat, kebijakan apa pun akan sulit berhasil.
4. Optimalisasi Sistem Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah harus dilakukan dengan sistematis, efisien, dan melibatkan komunitas warga. Digitalisasi sistem pengangkutan juga bisa menjadi solusi modern untuk mengurangi kebocoran dan penumpukan sampah di TPS.
5. Pengembangan Sistem Daur Ulang dan Ekonomi Sirkular
Kota Bandung perlu mendorong model circular economy di mana sampah tidak berakhir di TPA, melainkan kembali menjadi bahan baku bernilai ekonomi.
6. Penyelesaian di Sumber Masalah
Pemerintah perlu memusatkan upaya di tingkat rumah tangga dan komunitas, di mana 70% sampah dihasilkan. Program Bank Sampah Digital atau insentif warga bisa menjadi penggerak nyata.
7. Kolaborasi Multipihak
Sinergi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas, dan organisasi lingkungan harus dibangun dalam satu sistem kolaboratif yang berorientasi hasil.
8. Monitoring dan Evaluasi Berkala
Evaluasi berkala dan terbuka kepada publik menjadi langkah penting untuk memastikan efektivitas kebijakan dan akuntabilitas pemimpin daerah.
Mengingat kompleksitas persoalan sampah di perkotaan, Bandung tidak cukup hanya dengan kebijakan reaktif. Farhan dan Erwin perlu menjalankan solusi komprehensif dan berkelanjutan, mencakup:
Pengelolaan Sampah Terpadu: Pemilahan dari sumber, pengangkutan yang efisien, serta pengolahan yang ramah lingkungan.
Pengurangan Sampah di Hulu: Melalui kampanye penggunaan ulang, pelarangan plastik sekali pakai, dan sistem insentif.
Pemanfaatan Sampah menjadi Energi: Seperti Waste to Energy (PLTSa) atau bioconversion, dengan memperhatikan aspek teknologi, biaya, dan dampak lingkungan.
Edukasi Berkelanjutan: Menanamkan kesadaran ekologis di sekolah, pasar, dan ruang publik.
Salah satu opsi yang mengemuka adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Teknologi ini menjanjikan efisiensi dan manfaat ganda—mengurangi volume sampah sekaligus menghasilkan energi. Namun, seperti disampaikan pengamat kebijakan publik dan politik, R. Wempy Syamkarya, SH, MM, pendekatan PLTSa perlu dikaji dengan hati-hati.
“PLTSa bisa menjadi solusi modern dalam pengelolaan sampah, tetapi bukan tanpa risiko. Investasi awal yang tinggi, potensi dampak lingkungan, dan kebutuhan teknologi tinggi harus menjadi pertimbangan utama sebelum implementasi,” ujar Wempy.
Menurutnya, Bandung harus berhati-hati agar proyek PLTSa tidak menjadi jebakan investasi yang membebani keuangan daerah, atau bahkan menimbulkan dampak ekologis baru. Kajian komprehensif yang melibatkan pakar, lembaga lingkungan, dan masyarakat sipil mutlak diperlukan.
Rekomendasi Strategis untuk Pemerintah Kota Bandung
1. Melakukan Kajian Kelayakan yang Menyeluruh
Analisis aspek teknis, finansial, sosial, dan lingkungan harus menjadi dasar sebelum implementasi PLTSa atau sistem pengolahan lainnya.
2. Mengembangkan Teknologi Tepat Guna
Tidak semua kota membutuhkan PLTSa berskala besar. Bandung dapat mengadopsi teknologi modular atau waste-to-compost sesuai karakter wilayahnya.
3. Memperkuat Pengawasan Publik dan Kolaborasi
Pemerintah harus membuka ruang dialog dan kolaborasi lintas sektor agar kebijakan pengelolaan sampah menjadi agenda bersama, bukan monopoli birokrasi.
4. Menempatkan Kepemimpinan yang Tegas dan Visioner
Farhan dan Erwin dituntut menunjukkan political will dan ketegasan dalam menegakkan kebijakan lingkungan. Tanpa kepemimpinan yang konsisten, visi “Zero Waste” hanya akan menjadi slogan kosong.
Kota Bandung memiliki peluang besar menjadi model kota hijau dan berkelanjutan di Indonesia. Namun, keberhasilan visi “Zero Waste” akan bergantung pada sejauh mana pemerintah kota mampu mengubah janji menjadi aksi nyata — dari narasi politik menjadi gerakan lingkungan yang hidup di tengah masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik dan Politik
R. Wempy Syamkarya, SH, MM
Foto : Net







