Porosmedia.com, Bandung – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) dan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Bobby Rasyidin sepakat memperkuat kolaborasi dalam tiga agenda besar modernisasi transportasi di Jawa Barat: pembangunan “Kereta Petani dan Pedagang”, modernisasi jalur Jakarta–Bandung, dan optimalisasi lintasan Nambo–Citayam.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar Pemda Provinsi Jawa Barat untuk menghadirkan sistem transportasi yang efisien, ramah lingkungan, serta berpihak pada kebutuhan rakyat kecil dan ekonomi daerah.
Dalam pertemuan di Bandung, KDM mengusulkan program “Kereta Petani dan Pedagang”, yakni moda angkutan berbasis rel khusus untuk hasil pertanian dan peternakan. Ia menilai kebijakan ini akan menjadi solusi nyata atas persoalan rantai distribusi panjang yang selama ini menekan harga di tingkat petani.
“Saya ingin satu rel disiapkan khusus untuk petani dan pedagang. Mereka bisa membawa hasil bumi langsung ke pasar tanpa mengganggu penumpang umum,” ujar KDM.
Menanggapi hal itu, Dirut KAI Bobby Rasyidin memastikan empat unit Kereta Petani dan Pedagang telah diproduksi, dan empat unit tambahan akan difokuskan untuk Jawa Barat. Desain kereta dibuat tanpa sistem pendingin (AC) agar sesuai dengan karakteristik angkutan hasil pertanian dan hewan ternak.
“Presiden juga menyarankan agar kereta angkutan semacam ini tidak menggunakan AC karena dapat membahayakan ternak seperti ayam atau domba,” jelas Bobby.
KDM menilai, jalur dari Cirebon hingga Jakarta berpotensi besar dijadikan koridor distribusi pangan nasional. Ia bahkan mengusulkan pembangunan penggilingan beras di dekat stasiun-stasiun strategis seperti Subang, Indramayu, dan Cirebon, sehingga hasil panen bisa langsung dikirim ke pasar ibu kota.
“Bayangkan kalau stasiun di jalur itu terkoneksi dengan penggilingan beras, hasil panen bisa langsung naik kereta menuju Jakarta tanpa tengkulak,” tutur KDM.
Selain fokus pada angkutan hasil bumi, KDM juga membahas modernisasi jalur kereta api Jakarta–Bandung agar waktu tempuh bisa dipangkas menjadi sekitar 1,5 jam.
“Kalau perjalanannya bisa ditempuh satu setengah jam dengan tiket 150–300 ribu rupiah, saya yakin kereta akan selalu penuh,” ucap KDM.
Menurut Dirut KAI, proyek ini dapat dilakukan tanpa membangun lintasan baru. Cukup dengan peningkatan kualitas rel eksisting, penataan tikungan (healing) dan kemiringan jalur, serta penggunaan teknologi tilting pada bogie agar kereta dapat melaju stabil di medan berkelok.
Investasi perbaikan diperkirakan mencapai Rp8 triliun, termasuk pembangunan terowongan, jembatan baru, dan penyempurnaan sistem double track.
“Kita tidak perlu jalur baru. Dengan rekayasa teknis dan peningkatan infrastruktur, kecepatan bisa dicapai tanpa mengorbankan keamanan,” jelas Bobby.
KDM menambahkan, proyek ini harus menjadi model kolaborasi multipihak antara pemerintah pusat, Pemprov Jabar, pemda kota/kabupaten, dan masyarakat.
“Kita bisa ajak Pemkot Bandung dan para pengusaha hotel ikut investasi. Ini proyek yang bukan hanya soal transportasi, tapi juga kebanggaan warga Jabar—memiliki kereta buatan dalam negeri dengan saham rakyat,” kata KDM.
Optimalisasi Jalur Nambo–Citayam: Naikkan Daya Angkut 200 Ribu Penumpang per Hari
Di sisi lain, Pemprov Jabar dan KAI juga menargetkan optimalisasi jalur KRL Nambo–Citayam untuk meningkatkan kapasitas layanan di wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi.
Saat ini, jalur Nambo masih menggunakan rel tunggal (single track) dengan frekuensi perjalanan sekitar satu jam sekali, yang dinilai belum ideal untuk kawasan penyangga Jakarta.
“Dengan terminasi di Stasiun Citayam dan rekayasa operasi, frekuensi bisa ditingkatkan menjadi setiap 15 menit,” ujar Bobby.
KAI memperkirakan, langkah ini dapat menambah kapasitas angkut hingga 200 ribu penumpang per hari, seiring dengan perpanjangan peron di beberapa stasiun agar mampu menampung rangkaian 12 gerbong (SF 12).
Selain itu, pembangunan flyover Depok juga menjadi bagian penting dari integrasi jaringan transportasi Jabodetabek. Setelah rampung, jalur dari Nambo–Cibinong akan terhubung langsung ke Citayam, meminimalkan waktu tunggu dan memperlancar pergerakan kereta.
“Begitu flyover jadi, kereta dari Nambo–Cibinong akan langsung tersambung ke Citayam. Ini bagian dari integrasi sistem transportasi Jabar metropolitan,” ungkapnya.
Kolaborasi strategis antara Pemprov Jabar dan KAI ini menunjukkan arah baru pembangunan infrastruktur berbasis rakyat dan lingkungan.
KDM menegaskan, pembangunan jalur transportasi di Jawa Barat tidak boleh sekadar proyek fisik, melainkan gerakan sosial ekonomi yang melibatkan masyarakat dari hulu hingga hilir.
“Transportasi itu bukan hanya soal perjalanan, tapi tentang peradaban. Kalau rakyat bisa kirim hasil bumi dengan mudah dan murah, kalau pekerja bisa pulang tepat waktu, di situlah makna pembangunan,” pungkas KDM.







