Jelang Nataru, Pemkot Bandung Fokus Jaga Stabilitas Inflasi dan Daya Beli Warga

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mulai mengonsolidasikan langkah strategis guna mengantisipasi potensi lonjakan harga komoditas dan peningkatan mobilitas masyarakat.

Sebagai bentuk kesiapan, Pemkot Bandung menggelar High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dengan tema “Evaluasi Stabilitas Inflasi dan Indikator Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2025” di Hotel Mercure Bandung City Centre, Rabu (12/11/2025).

Kegiatan ini menghadirkan unsur strategis lintas lembaga — Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), akademisi dari Unpad dan Unpas, serta para kepala organisasi perangkat daerah (OPD). Pertemuan tersebut menegaskan pentingnya sinergi kebijakan antara data, strategi, dan realitas di lapangan untuk menjaga keseimbangan ekonomi Kota Bandung menjelang akhir tahun.

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menegaskan bahwa pengendalian inflasi bukan sekadar soal angka, tetapi berkaitan langsung dengan ketenangan dan kesejahteraan masyarakat.

“Salah satu tantangan berat pemerintah daerah saat ini adalah memastikan seluruh kebijakan pembangunan tetap sejalan dengan RPJMD dan arah kebijakan nasional. Setiap keputusan harus berbasis data, bukan sekadar intuisi,” ujarnya.

Baca juga:  Muhammad SAW Menumbuhkan Sikap Mental Heroik dan Pantang Menyerah

Dengan gaya khasnya yang ringan namun bernas, Farhan menekankan bahwa validitas data menjadi kunci keberhasilan kebijakan ekonomi.
“Jangan sampai kebijakan kota hanya berdasarkan feeling wali kota. Harus ada dasar kuantitatif yang jelas dan terukur,” tegasnya.

Ia pun menyoroti pentingnya peran Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga rujukan resmi data pembangunan.
“Data BPS punya kekuatan hukum. Karena itu, angka-angka yang dirilis BPS harus jadi pijakan bersama,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS, inflasi Kota Bandung pada Oktober 2025 tercatat sebesar 2,53% (year-on-year) — lebih rendah dari rata-rata Provinsi Jawa Barat (2,63%) maupun nasional (2,86%). Angka ini mencerminkan stabilitas harga yang relatif terjaga.

Meski demikian, Wali Kota mengingatkan potensi fluktuasi harga akibat meningkatnya permintaan dan mobilitas menjelang Nataru.
“Bandung adalah kota wisata. Lonjakan pengunjung di akhir tahun bisa menjadi peluang ekonomi, tetapi juga ancaman inflasi jika tidak diatur secara cermat,” tuturnya.

Farhan kemudian merinci empat strategi utama yang akan dijalankan Pemkot Bandung dalam menjaga kestabilan harga dan daya beli masyarakat:

Baca juga:  WPA Jadi Garda Terdepan Lawan Stigma dan Penularan HIV/AIDS di Kota Bandung

1. Menjamin Ketersediaan Pangan Dasar.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) diminta memperkuat cadangan bahan pokok sekaligus melakukan rebranding program Buruan SAE agar berfungsi sebagai penopang psikologis warga di tengah kenaikan harga pangan.
“Buruan SAE bukan sekadar kebun warga. Ia berfungsi strategis sebagai simbol kemandirian pangan,” kata Farhan.

2. Menata Rantai Pasok dan Kebersihan Pasar.
Ia menegaskan pentingnya pengawasan distribusi pangan dan kebersihan pasar, karena persoalan lingkungan di pasar bisa berdampak langsung pada kelancaran logistik.
“Gangguan distribusi akibat pelanggaran lingkungan bisa melumpuhkan rantai pasokan,” jelasnya.

3. Gerakan Pasar Murah dan Intervensi Harga.
Menurutnya, pasar murah mungkin tidak berdampak besar secara makro, tetapi mampu meredam kepanikan dan menumbuhkan kepercayaan publik.
“Masyarakat butuh kepastian dan rasa tenang,” ujarnya.

4. Komunikasi Publik yang Efektif.
Kepada Dinas Kominfo, Farhan meminta agar informasi ekonomi disampaikan secara terbuka dan interaktif.
“Jangan hanya rilis di situs web. Harus ada ruang dialog dengan pelaku usaha dan masyarakat,” tandasnya.

Baca juga:  H. Iman Lestariyono, S.Si, S.H. Legislator Tekun, Humanis, dan Berintegritas di DPRD Kota Bandung

Lebih lanjut, Farhan menegaskan bahwa penurunan tingkat pengangguran terbuka di Kota Bandung harus dibarengi dengan peningkatan kualitas kerja.
“Pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dari angka, tetapi dari seberapa merata manfaatnya. Kita ingin pertumbuhan yang berkeadilan,” katanya.

Sementara itu, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung, Dudi Prayudi, mengingatkan bahwa ketergantungan Kota Bandung terhadap pasokan pangan luar daerah masih tinggi.
“Ketergantungan ini membuat kita rentan terhadap fluktuasi harga, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru,” ujarnya.

Menurutnya, angka inflasi 2,53% menunjukkan kondisi yang terkendali, namun kewaspadaan perlu ditingkatkan menghadapi lonjakan permintaan di akhir tahun.
“Forum TPID bukan hanya ruang diskusi, tapi wadah pengambilan keputusan strategis agar inflasi tetap terkendali dan daya beli masyarakat terjaga,” tambahnya.

Melalui sinergi yang kuat antara Pemkot Bandung, Bank Indonesia, BPS, akademisi, dan masyarakat, pemerintah optimistis menyambut akhir tahun dengan stabilitas harga yang terkendali, daya beli masyarakat terjaga, serta pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.